Thursday, February 6, 2014

CERBUNG: Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia (Part 5)

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)

Pelabuhan Merak



            Benar-benar usai ceritanya. Aku berjalan menuju sebuah gedung besar di tepi pantai Merak. Pasti gedung milik PT. ASDP, sudah kukira. Soalnya setiap aku turun naik Kapal Motor (biasa di singkat dengan KM), selalu ada tulisan seperti itu. jadi kutebak saja. Setelah masuk, rupanya ramai didalamnya orang bergelimpangan. Bukan orang sakit, bukan pula orang mengungsi seperti di daerah yang terkena bencana, bukan pula gelandangan. Mereka para musyafir yang ingin melanjutkan perjalanannya besok setelah matahari mulai tak malu lagi.
            Aku ikut-ikutan berbaring seperti halnya mereka, di berinya aku tikar seperti matras. Kupakai, tapi ia meminta harga tiga ribu. Oh…baru tahu. Rupanya matras itu
harus menyewa, bukan tempatnya. Benar-benar uang segalanya.
            Aku masih melinting-linting kertas kecil yang bertuliskan angka-angka. Kertas sobekan ini diberi oleh orang bertopi dibus tadi. Temanku selama dalam bus yang kurang lebih delapan jam. Namanya baru kutahu setelah kami berpisah. Berkenalan, memberi alamat, dan menyuruh singgah. Itu kesan terakhirnya. Tak seperti si Manis rupanya. Jika ia berlaku seperti si Manis aku pun lari terbirit-birit, masa laki-laki mencium laki-laki. Aku bukan HOMO.
            Namanya Dicky, ia tak memberi nama panjang saat bersalaman, namun aku memperkenalkan dengan lengkap sampai dengan nama orang tuaku (pakai BIN seperti orang mengucapkan ijab kabul pernikahan). Ia tinggal tak jauh dari pelabuhan ini. Sebenarnya kalau aku mau mampir ada teman kuliahku dulu di daerah ini juga. Tinggal telpon pasti ia akan jemput aku. Tapi malas ah… merepotkan…
            Aku akan nikmati uang tiga ribu yang kukeluarkan. Uang tiga ribu sangat berarti sekali bagiku. Coba saja, dulu waktu aku masih jualan boneka, ini sama dengan laku boneka lumba-lumba besar satu. Untungnya. Boneka lumba-lumba terjual satu memperoleh laba lima ribu, dipotong uang makan, ongkos pulang pergi dari rumah menuju Gasibu, uang buang air yang bertarif lima ratus, rokok dan kebutuhan lain yang mendadak. Hasil bersihnya sekitar dua ribu lima ratus. Jadi, hitung-hitung belum cukup untuk bayar matras ini.
            Kubandingkan juga saat aku jual kartu ucapan sebelum lebaran, natal, tahun baru atau valentine, malah harus lebih banyak yang terjual. Satu kartu ucapan aku hanya mengambil untung dari tuju ratus hingga lima ratus perak perlembar. Belum di potong tetek bengek seperti diatas. Harus terjual delapan sampai sepuluh lembar kartu ucapan baru akan terbayar matras kecil persegi empat ini, bila aku tidur tak meringgkuk maka kakiku akan terlewat dari garis finisnya.
            Nyamuk berterbangan mencari celah-celah kulitku. Kututup rapat-rapat, selain mengusir dingin angin laut juga untuk mengecohkan drakula kecil yang mengerikan. Nyamuk sebenarnya contoh yang baik. Ia tak pandang bulu, tak perduli orang miskin yang harus mengisi pasokan darah dengan mati-matianpun dihisapnya, orang kaya, jelek, ganteng, cantik, penyakitan, kekar, preman, bangsawan, presiden, pejabat TNI, PNS, apapun titelnya, ia tak takut untuk menghujamkan jarum suntik yang ada di ujung kepalanya itu. Jangankan orang cantik dan pejabat, orang pengidap AIDS atau virus mematikan lainnya saja ia tak takut. Dasar nyamuk tak pilihkasih.

            Orang mulai ribut….
            Sedari tadi juga ribut.
            Aku yang tak mendengarkan.
            Tidur barangkali.

Aku terbangun gelabakan. Mirip orang kebakar kumis bukan jenggot, aku tak punya jenggot cuma kumis yang tipis. Enggan tumbuh mungkin, sebenarnya aku mendambakan punya kumis baplang seperti dosen bimbingan sekripsiku. Tampak sangar, orang jadi segan, dan lebih terlihat cowok banget. Selama ini mukaku tak punya rasa seperti itu. Lebih banyak canda dari pada di segani, terlihat lucu dari pada sangar, lebih terlihat cowok itu dalam artian bertubuh atletis bukan gayaku seperti kewanitaan, bertubuh kekar dan dapat membuat para wanita menjadi agresif. Wuh…
            Aku duduk sebentar dan melipat kain yang menjadi selimut tadi. Kupack kembali seluruh barang yang terkeluar dari persemediannya. Tas hijau tua. Lalu aku pergi mencari toilet untuk buang air kecil, cuci muka, sikat gigi, pokoknya rutinitas pagi.
            Sebelum masuk ke kapal, aku pandang baik-baik seluruh bagian pantai pelabuhan Merak. Inilah wajah PULAU JAWA. Sebentar lagi akan kutinggalkan. Meski belum begitu jelas benar, sedikit tertutup kabut dan remang-remang fajar. Tatapanku itu kosong, sedih rasanya meninggalkan pulau yang paling canggih seluruh Indonesia. Di banding pulau di Indonesia yang lain memang Pulau Jawa yang tertinggi tingkat intlektualnya, kemajuannya, pokoknya ibu kota Indonesia ada di pulau ini. Tak adil pemerataannya.

***BERSAMBUNG***

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.