Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)
Bakau
Heni-Rajabasa, Lampung
Aku
meloncat masuk dan duduk di kursi paling belakang.
“Mau kemana Bang?” kondektur menanyaiku bermaksud meminta
ongkos perjalanan, gaya bahasanya memang tak terbaca bila hanya membaca teks
pertanyaan ini. Sedikit kugambarkan, orang itu memakai topi warna hitam,
memakai kaos merah dan celana setengah tergantung bekas potongan. Di kantongnya
terselip handuk kecil untuk mengelap keringat seperti Mang tahu gejrot yang
tiap hari lewat depan kos. Ditangannya tertumpuk uang puluhan, lima ribuan,
seribuan dan receh lima ratusan. Crik..crik…crik..
Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)
Di
Pelabuhan Bakau Heni
Suara
teriakan menyambutku, melenting suaranya, menguak-nguak. Calo dan kondektur bus
adu tarik suara. Hayo, siapa yang paling lantang suaranya? Jika ada dewan juri
yang menilai maka akan tahu siapa suara terlantang pagi ini. Sayang semua orang
sibuk dengan kesibukannya masing-masing…
Aku
yang paling santai, saat tasku ditarik sana-tarik sini aku hanya menggeolkan
pundakku. Lantas tas besarku bergerak dan tangan-tangan calo dan kondektur
terpelanting semua. Hebat juga rupanya, padahal aku hanya lewat Banten saja,
tak mampir atau berguru disana. Tapi lenggokan tasku mampu melepaskan tangan
segar mereka semua.