oleh: Mulyadi Saputra
Bus Kota telah ngetime di terminal yang tidak jauh dari kosku. Aku menuju kesana dan setelah sampai aku langsung naik dengan penuh semangat mencari tempat duduk yang masih terlihat kosong. Aku duduk tepat di tepi jendela samping kanan. Semakin bersesak saja Bus Kota yang lebih dikenal Damri di Kota Kembang. Lebih tersohor dengan kembangnya yang begitu cantik-cantik dan menawan.
Disampingku duduk seorang Ibu setengah baya. Senyum ia padaku. Kugeser sedikit pantatku meski lututku tertumbur kursi yang ada di depanku. Temanku pernah bilang itulah resiko orang tinggi tapi, aku lebih mengikuti pendapat Restu temanku juga ia berpedoman kalau perakit Bus inilah yang salah mengukur jarak kursinya.
Berjalan Bus Kota dengan perlahan-lahan, maklum penumpang yang begitu padat dan umur Bus itu sepertinya lebih tua dariku. Kumulai dari pertama dengan renungan singkat yang tak berarti. Terdengar suara nyanyian dari pengamen yang menghibur dengan harapan mendapat koin sisa pembayaran Bus. Crek…Crek…Cerk bunyi Recehan yang berpusat dari kondektur. Kualungkan tangan yang terselipkan uang sebagai pembayaran.
Keramain kota terlihat dari padatnya pengguna jalan hari itu. Terkadang macet dan terkadang berhenti menurunkan penumpang atau ada penumpang yang naik. Desak-desakan mulai terlihat dari beberapa orang yang tergantung dengan tangan memegang besi melintang diatas kepala. Disalah satu lampu merah, kepadatan kendaraan mulai terjadi. Kulihat mobil-mobil yang pas dibawahku.
Sekejap terlihat mobil Mersi dengan sopir seorang cewek yang tidak begitu cantik, ya..lumayan poin enam pasti diraih, namun mobilnya terlihat mengkilap seperti kumbang yang habis disemir. Aku ingin sekali menggodanya waktu itu. Sampai aku coba membuka jendela Bus yang kutumpangi. Tapi aku berpikir dua kali aku yang naik Bus kota menggoda bermersi ya...tidak levellah.
***
Bus Kota telah ngetime di terminal yang tidak jauh dari kosku. Aku menuju kesana dan setelah sampai aku langsung naik dengan penuh semangat mencari tempat duduk yang masih terlihat kosong. Aku duduk tepat di tepi jendela samping kanan. Semakin bersesak saja Bus Kota yang lebih dikenal Damri di Kota Kembang. Lebih tersohor dengan kembangnya yang begitu cantik-cantik dan menawan.
Disampingku duduk seorang Ibu setengah baya. Senyum ia padaku. Kugeser sedikit pantatku meski lututku tertumbur kursi yang ada di depanku. Temanku pernah bilang itulah resiko orang tinggi tapi, aku lebih mengikuti pendapat Restu temanku juga ia berpedoman kalau perakit Bus inilah yang salah mengukur jarak kursinya.
Berjalan Bus Kota dengan perlahan-lahan, maklum penumpang yang begitu padat dan umur Bus itu sepertinya lebih tua dariku. Kumulai dari pertama dengan renungan singkat yang tak berarti. Terdengar suara nyanyian dari pengamen yang menghibur dengan harapan mendapat koin sisa pembayaran Bus. Crek…Crek…Cerk bunyi Recehan yang berpusat dari kondektur. Kualungkan tangan yang terselipkan uang sebagai pembayaran.
Keramain kota terlihat dari padatnya pengguna jalan hari itu. Terkadang macet dan terkadang berhenti menurunkan penumpang atau ada penumpang yang naik. Desak-desakan mulai terlihat dari beberapa orang yang tergantung dengan tangan memegang besi melintang diatas kepala. Disalah satu lampu merah, kepadatan kendaraan mulai terjadi. Kulihat mobil-mobil yang pas dibawahku.
Sekejap terlihat mobil Mersi dengan sopir seorang cewek yang tidak begitu cantik, ya..lumayan poin enam pasti diraih, namun mobilnya terlihat mengkilap seperti kumbang yang habis disemir. Aku ingin sekali menggodanya waktu itu. Sampai aku coba membuka jendela Bus yang kutumpangi. Tapi aku berpikir dua kali aku yang naik Bus kota menggoda bermersi ya...tidak levellah.
***