Saturday, December 1, 2012

Bus kota

oleh: Mulyadi Saputra

Bus Kota telah ngetime di terminal yang tidak jauh dari kosku. Aku menuju kesana dan setelah sampai aku langsung naik dengan penuh semangat mencari tempat duduk yang masih terlihat kosong. Aku duduk tepat di tepi jendela samping kanan. Semakin bersesak saja Bus Kota yang lebih dikenal Damri di Kota Kembang. Lebih tersohor dengan kembangnya yang begitu cantik-cantik dan menawan.
Disampingku duduk seorang Ibu setengah baya. Senyum ia padaku. Kugeser sedikit pantatku meski lututku tertumbur kursi yang ada di depanku. Temanku pernah bilang itulah resiko orang tinggi tapi, aku lebih mengikuti pendapat Restu temanku juga ia berpedoman kalau perakit Bus inilah yang salah mengukur jarak kursinya.
Berjalan Bus Kota dengan perlahan-lahan, maklum penumpang yang begitu padat dan umur Bus itu sepertinya lebih tua dariku. Kumulai dari pertama dengan renungan singkat yang tak berarti. Terdengar suara nyanyian dari pengamen yang menghibur dengan harapan mendapat koin sisa pembayaran Bus. Crek…Crek…Cerk bunyi Recehan yang berpusat dari kondektur. Kualungkan tangan yang terselipkan uang sebagai pembayaran.
Keramain kota terlihat dari padatnya pengguna jalan hari itu. Terkadang macet dan terkadang berhenti menurunkan penumpang atau ada penumpang yang naik. Desak-desakan mulai terlihat dari beberapa orang yang tergantung dengan tangan memegang besi melintang diatas kepala. Disalah satu lampu merah, kepadatan kendaraan mulai terjadi. Kulihat mobil-mobil yang pas dibawahku.
Sekejap terlihat mobil Mersi dengan sopir seorang cewek yang tidak begitu cantik, ya..lumayan poin enam pasti diraih, namun mobilnya terlihat mengkilap seperti kumbang yang habis disemir. Aku ingin sekali menggodanya waktu itu. Sampai aku coba membuka jendela Bus yang kutumpangi. Tapi aku berpikir dua kali aku yang naik Bus kota menggoda bermersi ya...tidak levellah.
***

Ia menyapaku dengan kedipan mata sebelah biasa disebut main mata, kubalas dengan kedipan juga namun kutambah dengan senyuman khasku. Ia terus mengikuti Bus yang kutumpangi. Beriringan terus terkadang ia didepan terkadang ia dibelakang. Sambil ia lambai-lambaikan tangannya padaku. Senyumnya begitu menggoda denyut jantungku untuk segera membahagiakan dia dalam dekapanku yang hangat.
Kumulai berkenalan dengannya sampai akhirnya kami begitu dekat begitu nyata, seperti dalam iklan saja. Lama aku menjalin hubungan persahabatan dengannya sampai akhirnya kami menjalin hubungan asmara. Tidak terlihat dari raut wajahnya bila aku sebanarnya hanya inginkan kantong tebal dia. Maklum aku seorang perantau yang ingin sekali hidup layak sebagaimana yang ia berikan padaku. Tidak sedikit uang yang aku makan dari hubungan yang bermodalkan sentuhan lambut dan rayuan gombal.
Kami sering diner dan shoping bareng yang terus membelikan aku berbagai macam kebutuhanku. Mungkin ini sebagai kebaikan dia dan kasih sayangnya padaku. Begitu brengseknya aku yang tidak mengerti jerih payahnya mencari uang sebagai karyawan perusahaan. Namun yang aku fikirkan adalah azas manfaat itu tetap berlaku dalam dunia nyata sekarang ini. Bukan hanya perempuan yang matre namun aku juga tergolong cowok matre yang sebenarnya merusak kredibilitas cowok yang selalu memberi kepada seorang cewek. Aku hanya membalaskan dendam cowok yang sebenarnya terlalu banyak dimanfaatkan oleh para cewek di dunia ini.

From : Sari
Van...km ada acra g’ mlm ni.?
Klau g’ kt jln yuk...!

Satu SMS aku terima sore itu. Tanpa basa basi aku langsung balas tidak ada. Dalam hatiku berkata pasti abisnya makan dilestoran. Aku suka sekali dengan itu. Maklum di kosan tidak pernah makan enak paling-paling juga warung Tegal yang paling enaknya.
Klakson mobilnya terdengar tepat didepan kosku. Aku yang langsung beranjak keluar untuk menemuinya. Dengan penampilanku yang sudah terlihat mecing.
”Hai... mat malem Say..” kata sambutan sang kekasih telah teruntai dari mulutku yang penuh dengan dusta.
”Langsung berangkat.?” tanyaku sambil mendekatinya.
”Iya..” jawabnya dengan sangat singkat sekali. Iapun keluar menyuruhku mengemudi supaya aku tidak terlihat malu saat orang melihat.
”Sari....bukannya kamu capek abis pulang kerja langsung jalan..? sebaiknya kamu itu istirahat supaya besok bisa lebih fit” sekilas aku adalah sosok cowok yang sangat perhatian, saat aku mengucapkan kata-kata itu.
”Lebih fit jika aku bersama kamu Van...” dengan tulusnya ia berkata begitu. Malam itupun kami pulang sampai jam 11.00 wib. Seperti biasa ua mengantarku sampai didepan kos. Teriakan temanku yang menggoda.
”Asik ni...yang baru abis diner..” Doni yang sangat sering sekali meledekku dan dialah yang sangat tahu semuanya tentang aku.
Sebelum tidur aku berfikir tentangnya yang sebegitu malang mendapat cowok sepertiku. Namun tidak begitu kuhiraukan pikiran seperti ini, hanya membuat aku bimbang saja. Aku sangat memelihara hubungan kami supaya terus langgeng sampai aku bisa hidup enak dan mencari yang lebih baik darinya.
Hubungan kami sangat lama berjalan. Sepertinya sindikatku juga belum di detahui oleh Sari. Namun aku sedikit cemas bila keadaan ini berubah, aku pasti kelabakan.
***
From : Sari
Van...bisa g’ kt ktmu skrng.?
Ada yg pnting hrs d bcrkn. Bisa kan....

Kubaca SMS itu dengan perlahan sangat ku hayati. Langsung kubalas dengan pertanyaan kembali tentang kata penting dalam SMSnya. Ia malah bilang kalau nggak bisa lewat SMS, harus ngomong langsung. Semakin penasaran ingin segera ketemu, dalam hatiku berperasangka kalau biasanya ia membelikan sesuatu untukku.
Kami bertemu di sebuah restoran yang biasa kami makan malam disana.
”Van ... sebenarnya kamu itu benar-benar cinta ga sih ma aku” ia menatapku dengan pegangan tangan yang erat. Ke gugupan terlihat dariku yang terlalu lama menjawab. Sepertinya hatiku tidak mau diajak berbohong.
”Pasti dong aku cinta ma kamu” dengan simpel aku menjawab. Sepertinya kedokku mulai tercium dengan pertanyaan itu.
”Van....jujur dong... sebenarnya kamu itu nggak cinta kan..? aku tau kamu itu hanya sebatas manfatin aku.” dengan lembut ia berkata meski sedang marah. Namun aku coba untuk menyakinkannya dengan penjelasan dan argumen yang detail. Tetapi ia tetap terus bertanya denganku sampai akhirnya ia menangis. Aku semakin merasa bersalah dan semakin terlihat olehnya, kalau yang dituduhkan itu semuanya benar. Malam itu larut tanpa kami turun dari mobil. Kami terus bertengkar dengan sangat dahsyat. Ketauan juga akhirnya.
Aku sangat menyayangkan hal ini terjadi. Dia sangat baik sekali, iapun tetap mengantarku sampai kos. Malam itu beda tanpa ucapan mesra saat perpisahan terjadi. Dengan sedih ia melanjutkan perjalanan pulang, dan aku yang barjalan menunduk seakan melambangkan penyesalan. Aku sedikit setres malam itu. Aku tidak bisa tidur dan terus memikirkannya.
Sari yang begitu kecewa.
”Cowok itu brengsek..!” teriaknya sendiri dalam mobil. Ia sangat kesal sekali denganku.

From : Sari
Km itu brengsek...Van!!!!!!!

Kubuka SMS dari Sari yang sangat marah denganku. Aku membalas bengan ucapan mesra disertai permintaan maaf. Kini aku juga merasa sangat gelisah sekali dan sepertinya aku telah termakan oleh perbuatanku sendiri.
***
Aku semakin bingung dengan pikiranku yang sangat ridu dengannya.
”Apa aku sebenarnya beneran cinta ma Sari, sehingga aku menjadi seperti ini.” Gumamku sendiri saat aku termenung duduk didepan kos. Doni, Eewin dan Satria terus menertwa aku.
“Katanya cuma main-main...kok jadi ngelamun terus semenjak putus.” Seperti meledek, tawa merekapun terus terkeluar.
Kini aku coba benar-benar meminta maaf dengan tulus dan mengajak Sari untuk ketemu supaya bisa membahas ini lebih jelas. Namun ia terus menolaknya dengan alasan ia takut dan pastinya ia benci denganku. Aku coba lagi dengan berkata sebenarnya dan benar-benar jujur. Bahwa dalam hatiku hanya kamu Sari.
Mungkin ini sebuah malapetaka yang menimpaku seperti yang dikatakan temanku itu adalah nukum karma.
Aku coba datang kerumahnya namun tak juga ada hasilnya alias nihil. Sampai aku mencoba datang ketempat kerjanya namun al-hasil aku di usir oleh Satpam. Semakin tertawa sepertinya teman-temanku jika melihatku.
”Ya...Tuhan mengapa kau beri aku cinta padanya.... sedangkan semua telah terlambat.” aku teriak dengan hati seakan-akan hancur.
Kini aku sangat sadar kalau cinta tidak bisa untuk main-main atau coba-coba. Benar juga kata pepatah ”Siapa berani main api harus siap terbakar”. Begitu pula cinta. Siapa yang berani main-main dengan cinta maka harus terima segala resikonya. Aku terus teringat Sari yang begitu baik denganku dulu namun kusia-siakan begitu saja.
***
Bus Kota berhenti. Memang disitu tempat terakhir jurusan. Semua penumpang turun yang tertinggal aku, kondektur dan sopir.
”Mas...Mas...Udah habis Mas...” kondektur itu menepuk pundakku seraya memberitahu. Aku yang malah menyingkirkan tangannya. Terlihat rancu sekali mukaku yang penuh dengan nada sedih, tersandar di jendela kaca Bus itu. Tertawa sang sopir melihatku yang terlarut dengan keasikan.
”Joy....memang enak naik Bus..bisa ngelamun sepuasnya.” kata sang sopir meledekku. Tapi aku masih belum sadar dan tak mendengarnya. Kembali Kondektur itu membangunkan aku dari lamunan dan kali ini usahanya sukses. Aku begitu terkejut.
”Wah...aku dimana..?” cemas aku yang belum pernah mengerti wilayah itu. Tertawa terbahak-bahak kondektur dan sopir itu melihatku. Brengsek ....! rupaya cuma hayalan.
”Mas mau kemana..?” kembali bertanya sopir itu padaku saat aku mulai melangkahkan kaki untuk turun dari Bus Kota yang telah membawaku ke alam hayal. Namun tak kujawab. Aku sangat malu dengan mereka yang terus memperhatikanku.
***
malam rabu,07-05-15 10:58

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.