Saturday, May 11, 2013

CERBUNG: Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia (Part 1)

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)

Di Tepi Pantai 
Foto: @mulyadi_saputra

Dua sosok manusia tercenuk di pasir. Beralaskan ponco (Jas Hujan) warna hitam, segelas kopi (gelas dari bambu) bertangkai, dan beberapa batang rokok (berbeda merk) harga murahan, tapi kami tidak melakukan seperti halnya lagu Jamrud ‘telat tiga bulan’ karena kami sama-sama pria. Obrolan hangat mengunci kami untuk  tidak pergi dari tempat yang deras dengan deburan angin. Suara ombak adalah soundtrack yang indah dari tepi pantai. Desiran pasir sebagai soundbite, suara bising di luar sana menjadi pengecoh. Mau berpihak pada kami atau kafe yang ada disana. Itulah pilihan yang harus di jawab sebelum kami dan kafe itu lenyap ditelan malam. Ternyata banyak yang berpihak pada kafe. Kami tak punya  daftar menu malam ini…

Sebenarnya kami berada disana bertiga. Aku, Ivan, dan Hadi. Namun Hadi lebih tak mujur untuk menikmati malam indah yang mungkin akan dinikmati entah kapan lagi. Ia buru-buru tidur karena kantuknya telah menyerang. Biasa kami sebut dia PELOR (nempel molor), sebutan tak enak di cerna telinga. Dia santai saja.
Pantai ini telah membawa Indonesia tercemar ke Negara-negara lain. Membuat Negara Indonesia lebih terpandang dari segi pariwisata. Tapi disana pula Negara ini tercemari oleh virus-virus bawaan bule. Kalau dari segi mode, tanpa ada pantai ini juga dapat merasuk, melalui media atau melalui mulut ke mulut. Tapi virus ini sangat bahaya, virus yang tak mungkin menular dari berbicara saja (virus Flu), tak dapat merasuk hanya dengan membuka program (virus komputer). Virus itu mirip dengan HIV, tapi tidak mematikan, hanya system penularannya hampir mirip, melalui hubungan seksual. Penyakit ini tak dapat disembuhkan. Virus itu menyerang laki-laki dan perempuan. Tunggu beberapa bulan setelah terinfeksi, nyata dan wujud hasil virus itu. Kulit putih, meski di jemur hanya berubah merah. Rambut pirang, di cat hitampun tiga hari kemudian akan terlihat tumbuh barunya pirang lagi, itu namanya ALBINO. Virus dari BULE. Ketipu!!!
Aku bilang sekali lagi. Kami berdua duduk bukan sekedar menikmati suhu pantai. Tapi, obrolan kami lebih dari itu. Obrolan yang mengungkit tentang Nasionalisme, sosialisme, kaderisme, sampai wanitanisme. Wajar!
Tertawa, itulah tambahan yang membuat kami lupa diri. Berbaring untuk meluruskan otot-otot. Dan mengenyut rokok semakin enak saja. Malam yang terus beringsut tak membuat kami tersadar. Aku bertanya Ivan menjawab, Ivan bertanya dan aku…
“Kalau selesai kuliah ntar lu mau kemana? Trus mau kerja apa?”
Aku masih diam tak menjawab. Ada-ada saja temanku ini, menanyakan hal yang tersulit. Bahkan SANGAT TERSULIT SEKALI. (kutulis dengan huruf capital agar mengintonasikan lebih sulit)
“Hah..” tegasnya lagi.

Aku mulai berpikir kencang.
Sekencang angin yang meniup api rokokku.
Sederas ombak yang serta merta membantai pelipis pantai.
Sesadis kantuk yang menyerang Hadi.
Itu yang dapat kugambarkan.

            Kalau aku menjawabnya mungkin angin akan berhenti, ombak pun berhenti, desiran pasir pun berhenti. Berhenti grak!

^^>BERSAMBUNG<^^
 

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.