Monday, April 15, 2013

Cerbung : Perempuan Setengah Hati 20

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)


Bagian 20
Ulang Tahun
            Ulang tahunnya tinggal beberapa hari lagi. Ivan semakin bingung, tapi sepertinya ia harus merayakan ulang tahunnya ini sebagai rasa ungkapan kebahagiaan, dengan pertambahan umur. Ia sangat berharap untuk bisa lebih memaknai hidup dengan lebih berarti dari sisa umurnya ini. Namun disisi lain ia sedikit bimbang dengan pendapatnya tadi, ULTAH adalah berkurangnya umur, kok harus dirayakan dengan pesta dan penuh kebahagiaan, seharusnya menangis dengan semakin sedikitnya umur yang dimiliki.

            Undangan telah disebar hari ini. Semua temannya diundang, dari yang jauh sampai yang sebegitu dekat. Ia begitu semangat sekali tadi pagi sampai sedemikian penat terasa. Memutari, mengelilingi, singgah di mana tempat kumpulnya teman dan sahabat. Ada yang dititip jika tidak ketemu atau orangnya tidak ada, ada juga yang langsung dengan orang yang dituju.
Ia duduk sejenak menghilangkan semua yang telah mengelabui dirinya seharian ini. “Mudah-mudahan seluruh temanku bisa hadir pada pesta ulang tahunku besok.” Bisiknya dalam hati saat menghayakkan acara peniupan lilin dan pemotongan kue. Namun sedikit sedih siapa yang ingin kuberi irisan kue setelah Ibuku dan Ayahku.
            “Apa harus kukasih kepada Syerli..? Ah..enggak..enggak..!” tegas Ivan dalam kegelisahan. Rencana yang matang telah tersusun rapi di dalam benaknya. Dari mulai acara Band kecil Anto sampai acara pelampiasan Jiwa. Seperti yang telah di usulkan Syerli supaya ada pembacaan puisi. Ivan ingin sekali tampil beda saat ulang tahun nanti.
            Dari pagi ia telah sibuk mendesain ruangan untuk acara nanti malam. Dari ruangan yang ingin terlihat romantis sampai berkeinginan dunia teman-temanya terhanyut seketika mereka masuk. Beberapa pendekor handal telah ia kerahkan. Yang pasti mereka jago dekorasi. Tanpa basa-basi mereka langsung sibuk merancang ruangan yang besar itu menjadi sebuah istana Raja dan Surga bagi penikmat alam maya.
Siang tiba Ivan tidur sebagai modal untuk malam nanti agar ia bisa lebih fress dan ceria dalam suasana penuh kebahagiaan bersama teman-temannya. Ia juga mulai menyusun kata-kata untuk menyambut tamu undangan. Tidurpun ia terus teringat akan sekenario yang harus membuat ia lebih percaya diri. Mimpinya juga tak jauh dari acara ulang tahun. Dan kemudian terbngun setelah sore menjelang. Badannya kembali bugar. Buru-buru mandi dan siap-siap untuk semua yang diperlukannya.
****
            Kini tibalah masa itu. Ia duduk sendiri di kursi depan. Sepertinya ia menunggu para tamu yang telah ia undang. Tak lama terlihat sosok Sonny dengan Dian, mereka berdua begitu erat bergandengan. Ia menyambut dengan salam dan kemudian mempersilahkan duduk, terus menawari mereka minuman yang telah tersedia di pojok kiri ruangan. Menyusul kemudian Anto bersama Karin turun dari motornya, begitu pula teman-temannya yang lain. Sepertinya ia menunggu seseorang, entah Gugun yang belum terlihat batang hidungnya atau Syerli yang janji untuk mengisi sebuah puisi dalam acara nanti. Entahlah.
“Hei…Pa kabar..?” Syeri tak lama muncul seraya menepuk punggungnya. Ivan sedikit kaget dengan bentakannya.
            “Gugun udah datang belum..?” ia bertanya dengan penuh senyum. Ivan dengan sedikit cemas menjawab,
            “Belum, mungkin sebentar lagi,” terlebih lagi bila Gugun datang bersama Nania. Telah  ia pikir dalam-dalam tentang bagaimana  perasaan Syerli jika ia melihat keadaan seperti itu. Perih.
            “Aku haus nih…” ujarnya yang terkesan manja. Ivan hanya mengacungkan tangan kearah tempat minuman yang telah disediakan sebelumnya. Ivan masih mondar-mandir tak tentu. Dalam benaknya terus berdoa agar Gugun tak memancing keributan dengan Syerli. Ia malu kalau acaranya akan kacau.
            Para designer terkenalpun turut meramaikan acara ulang tahunya. Teman-teman saat di Bali datang satu rombongan. Sari juga turut hadir meski hanya melalui telpon. Sebenarnya ia ingin memberikan irisan kue yang ketiga untuknya. Ivan terlihat tertawa ria saat menyambut para tamu undangan. Ia bangga sekali acara ulang tahunnya kali ini di hadiri orang-orang istimewa dan terkenal.
            Seorang cowok datang dengan langkah pasti memarkirkan motornya di halaman. Menyetandarkan motor. Kemudian membuka jaket dan menyimpannya dibagasi motor.
            “Eh..Dateng juga rupanya…gua kirain lo nggak bakalan dateng bo’..” ujar Ivan dengan logat canda.
            “Pasti datenglah… Udah dateng semua ya..?” tanyanya dengan keadaan yang sedikit tergesa-gesa.  
            “Kira-kira begitu. Kok sendirian ..? mana Nania kok nggak diajak,” Jawabnya penuh keceriaan, dan disambung dengan pertanyaan basa-basi yang sebenarnya sangat ia harapkan Gugun datang sendiri seperti sekarang. Ivan langsung menarik tangannya agar masuk ke dalam. Anto mulai siap-siap dengan group Bandnya untuk melantunkan lagu pada acara puncaknya nanti. Tidak lama kemudian seluruh keluarganya keluar, pertanda acara ini siap dimulai. Ia terlihat sedikit gugup, mukanya memerah, mondar-mandir tak karuan sepertinya ia tak sanggup menatap keramaian.
Syerli duduk didepan teman sejawatnya menikmati segelas minuman. Raka yang di tunjuk sebagai MC sudah siap tinggal menunggu instruksi dari Ivan sebagai tuan rumah. Ia menyuruhnya untuk segra memandu acara, Ivan duduk di sofa bersama keluarganya dan didampingi adik kesayangan.
            Ulang tahunnya  yang ke 20 ini sangat meriah sekali dibanding ulangtahun sebelumnya. Lantunan lagu selamat ulang tahun telah berkumandang dengan serentak. Diteruskan dengan pemotongan kue yang berjalan dengan lancarnya. Ucapan selamat terus teriring dari seluruh tamu, kado-kado terlihat menumpuk entah dari siapa saja ia juga sudah lupa, jika tak ada tulisan di balik kado-kado itu ia takkan tahu pemberinya siapa. Kini hanya tinggal acara puncak alias acara anak mudanya. Dimulai dengan sumbangan dua buah lagu dari Anto. Ia sedikit termangu dengan lagu Jamrud yang berjudul Selamat Ulang Tahun. Begitu banyak yang menyumbangkan lagu-lagu.
Tidak lama kemudian Syerli mulai bingung, bolak-balik, kanan-kiri di sebelah Raka, ia berusaha tenang. Ia meminta agar segera memanggilnya untuk membaca puisi. Ia takut kalau Gugun pulang sebelum ia membacakan pusinya.
            “Kini saatnya Syerli ingin membacakan sebuah puisi. Marilah kita dengarkan bersama.” Raka dengan penuh semangat memanggilnya. Dengan lemah Syerli menampakkan bayangan yang sedikit remang-remang. Tercengang Gugun menatapnya ia sangat heran sekali, “Kok tetangga gua bisa ada di acara ini.....” Pikir Gugun tak habis.
            “Apa ia saudaranya Ivan ya..?” benak Gugun bertanya sendiri.
            Dengan ucapan selamat pada pihak keluarga dan yang berulang tahun, untuk pembuka puisinya. Dilanjutkan dengan persembahannya.
            “Puisi ini aku persembahkan untuk orang yang sangat aku cintai namun ia tak pernah mengerti rasaku. Ia bukan hanya dekat dalam hati namun juga ia dekat dalam raga.” Suaranya sedikit serak-serak, lembut dan mencerminkan kesedihan. Gugun tercengang, ia sangat memperhatikan perempuan yang sedang berdiri tegap sambil memegang sebuah teks.

         “Sebuah Harapan”
         “Apakah yang terjadi pada diriku
         Semua tanpamu….?
         Bayangan bersamamu
         Bercumbu lalui hari yang hampa
         Semua hanyalah harapan
         Bayangan untuk bersama
         Lalui hari dengan cerita
         Tak bisa terlukiskan
         Luapan hati terus peka terhadapmu
         Taukah kamu..?
         Bayangmu selalu hadir
         Dikegelapan, wajahmu selalu menerangiku
         Taukah kamu..?
                        aku sangat sanyang kamu”
Tepuk tangan mengiringi turunya Syerli dari tempat itu. Ivan memang mencintai karya sastra, ia juga sedikit kagum betapa Syerli sangat mencintai Gugun yang tak kunjung terbalas.
Syerli mulai mendekati Gugun. ia sedang memegang segelas minuman di sebelah kirinya. Sepertinya ia ingin mengucapkan kerautan jiwanya terhadap pemikiran kalut untuk Gugun. Ia langsung memegang tangan Gugun dan menariknya keluar untuk berbicara sebentar tentang perasaan yang hampir menyekik semua persendian batin dan akan mengoyak-ngoyak jantung. Gugun begitu terkejut sekali dengan keadaan seperti ini. “Sewaktu di rumah, cewek ini tak pernah menegurku memang sering memandangiku. Tapi, apa yang mau ia bicarakan denganku,” mulai berperasangka Gugun mengingat puisi yang dibacakannya tadi.
            Sesampainya di tempat yang sepi ia mulai membuka selimut hatinya untuk ia tutupkan semua kepada sosok lelaki yang sedang berdiri didepannya. Ia menatap mata Gugun dengan rasa kasih sayang. Gugun menjadi kikuk menatap wajah Syerli. Ia merasa buntu pikirannya.
            “Sebenarnya aku sudah sangat lama sekali memendam rasa ini. Yang tak sanggup untuk mengutarakannya. Aku selalu memerhatikanmu meski harus secara kegelapan.” Ucapanya dengan sangat serius sekali.
            “Tahukah kamu Gun..?. aku memendam rasa ini telah lama sekali .” Tercengang Gugun dengan keheranannya.
            “Aku sekarang ingin membuka tabir hatiku, aku sayang kamu Gun.” Ucapnya penuh harapan. Namun Gugun hanya gugup dan tak mampu mengatakan apa-apa. Ia tak tahu apa yang seharusnya dan sebaiknya untuk menghadapi masalah ini.
            “Kamu sepertinya terlambat Syer…Aku sekarang sudah punya pacar.” Tegas Gugun dengan penuh kebimbangan. Namun Syerli terus menekannya, semakin keruh hati Gugun, terkeluar dari tingkahnya yang tak terkontrol. Ia sebentar-sebentar mengacak-ngacak rambutnya. Namun ia tetap pada pendiriannya yang tidak semudah itu menerima cinta-cinta yang asing.
            Syerli diselimuti kekecewaan langsung beranjak pergi dari hadapan Gugun. Terlihat lemah dan lesu dari raut wajahnya, matanya terlihat berkaca-kaca. Begitu pula Gugun, berjalan lambat menuju kursi tempat ia duduk tadi. Syerli mengambil tas kecilnya di meja sebelah kiri dan langsung mendekati Ivan seraya berpamit.
Ivan tak mampu menanyakan sesuatu dan ia sangat tahu kalau jawabannya juga sama yang tersimpan di otaknya.
            Terlihat kalut dari jalannya yang tak beraturan melangkah menuju tempat parkir mobilnya. Melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya. “Syerli…Syerli…” dalam benak Ivan keheran-heranan. Diperjalanan ia juga terus kepikiran tentang jawaban Gugun, baginya kehidupan ini serba tidak adil. Pikirannya sampai kemana-mana dan sampai ia tak lagi konsentrasi menyetir mobilnya.
****
            Gugun langsung mendekati Ivan sambil menanyakan tentang hubungannya dengan Syerli.
“Syerli kok bisa hadir dalam acara ini...sih Van..?” tanya Gugun cemas ia juga tidak merasa nyaman bila Syerli adalah saudara Ivan. “pastinya Ivan akan menjadi jauh denganku bila ia tahu kalau aku menolak Syerli mentah-mentah,” batin Gugun terguncang habis-habisan seperti gempa yang mempunyai kekuatan 9 sampai dengan 10 Sekala Rihter.
Ivan menerangkan dengan sedetil-detil mungkin sampai akhirnya Gugun mengangguk-anggukkan kepala pertanda ia paham dengan apa yang dibicarakan. Merka tertawa setelah Gugun mengatakan ketidak nyamanannya telah menolak Syerli. Ia juga terus bercerita yang dikatakan Syerli dengannya namun sama sekali Ivan tak memberi tanggapan dan arahan. Ia juga merasa takut  akan mengecewakan kedua belah pihak. Gugun dan Syerli adalah teman akrab dia. Pendirian itu tak bisa terubah lagi.
            Para tamu undanganpun satu persatu mulai berpamitan. Begitu pula Gugun yang beranjak pulang dengan sedikit bimbang hatinya. Tetapi ia tidak mau terlarut dalam suasana seperti itu ia anggap itu sebagai angin lalu yang tak menyisakan bekas di dalam benaknya. Rumah yang tadinya riuh kini serasa sepi kembali lampu-lampu mulai di matikan satu demi satu. Ia juga langsung beranjak menuju kamar untuk istirahat. Sehari semalam ini ia sangat sedikit sekali waktu untuk istirahat. Badannya serasa patah-patah dan telah tertekuk, tertindih, terlipat sangat penat sekali, badan Ivan tidak begitu tahan dengan kepenatan. Ia juga merasa takut dengan efek kepenatan berlebihan.
****
            Gugun telah sampai rumahnya langsung masuk dengan langkah pasti dan tak mengingat-ingat yang baru saja dialami. Ia juga tidak sebegitu heran, sudah sering kali peristiwa seperti itu terjadi pada dirinya.
            “Tok….Tok…Tok…” suara itu terdengar dari pintu rumah Gugun. Ia sangat heran malam-malam seperti ini masih ada yang bertamu. Ia menunggu Orangtuanya membuka, namun tak juga kunjung berangkat membuka pintu. Sampai berulang-ulang kali suara ketukan itu. Akhirnya Gugun yang mengalah meski sedikit malas.
            “Syer…Ada apa malem-malem begini…?” Tanya Gugun malas, ia telah bosan mendengar ucapan dari Syerli sebenarnya. Kembali Syerli mengutarakan dengan sangat detil di hadapannya. Ia pun mempersilahkan duduk di kursi teras rumahnya. Namun Gugun dengan malas menjawab. Ia hanya menyatukan jawaban sebagaimana yang ia utarakan saat berada di pesta tadi.
            Panjang lebar ia bercerita tantang cintanya terhadap Gugun. Malam yang semakin dingin dan semakin larut, ia pun berangsur mengakhiri dan pamitan untuk pulang. Gugun langsung mempersilahkan apa yang kehendaki Syerli. Ia masuk kerumah dan menuju kamar untuk tidur setelah kantuk menjebak matanya. Tak juga kunjung terlelap Gugun di atas kasur empuk itu, ia terus kepikiran sebegitu Syerli mencintainya.
*****
            Malam panjang telah Ivan lalui dengan tidur yang nyenyak tanpa di masuki oleh mimpi     buruk kembang tidur. Tidak bagi Gugun, ia terus gelisah dan teringat akan sosok Syerli yang membuatnya sedikit bimbang dan ragu atas jawabannya seakan membuatnya putus asa. Sampai tidurpun melibatkan Syerli dalam mimipinya. Semakin gelisah Gugun sesekali ia terjaga dan mengambil air minum agar lebih tenang dan tidak terlalu tertekan. Kemudian ia duduk dan melihat jam, ia merasa jarum jam tak pernah berganti dari angka-angka itu. Suara burung malam dan jangkrik berteriak kencang seperti telah menertawakannya. Ia berbaring kembali dan menarik selimut. Cuaca Bandung berubah menjadi seperti kuburan. Dingin menusuk-nusuk hingga dari pori-pori sampai tulang-belulang. Bulu romapun berdiri menahan gigil.
****
            Suara keramaian membangunkan Gugun dari tidurnya pagi itu.
“Eaaah….” Gugun memuriat pagi yang dingin menusuk kulit sampai ke dalam peredaran darahpun seperti lambat.
“Ada acara apa sih.. ? kok ramai banget tetangga itu,” dalam hati Gugun yang ingin segera tahu apa yang dilakukan mereka. Ia langsung beranjak ke ruang keluarga bermaksud ingin menanyakan pada Ibunya. Tapi, di sana tiada ada seorangpun.
“Pada kemana lagi sepi gini rumah,” rasa kesalnya menjadi ia berbicara sendiri dalam kepenasarannya.
“Ah...Bodo...ah..” sambil ia menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan mandi. Setelah mandi ia biasa duduk di depan teras untuk menghirup udara pagi yang segar. Namun ketika ia membuka pintu terlihat banyak orang yang memakai busana hitam-hitam seperti  melayat. Tepat di rumah Syerli.
“Siapa yang meninggal ya..?” hati penasarannya mulai bertanya-tanya. Ia langsung mendekati seseorang yang ingin pergi melayat.
“Pak...Pak..Siapa yang meninggal ya..?” tanyanya dengan nada yang sangat polos.
”Syerli ... Anaknya Pak Herman itu,” jelaskan sang Bapak padanya. Ia mendengar perkataan itu sangat terkejut dan seperti sok.
”Pak meninggalnya bunuh diri ya..?” tebaknya dengan firasat bahwa tadi malam ia ngobrol sampai setengah dua belas bersamanya dan Syerli pulang dengan hati yang hancur.
Ivan sama sekali tidak tahu, ia malah belum bangun karena sangat nyenyak sekali  dan disertai capek. Ponselnya berdering dan tentunya membangunkan Ivan dari mimpi indah pada pagi ini.  Ia lihat nama dari layar ponsel, ternyata dari Gugun.
”Ada apa Gun..?” tanyanya langsung tanpa hallo terlebih dahulu.
”Tahu nggak Van Syerli meninggal,” dengan kerasnya Gugun mengatakan dan sedikit terlihat bersalah. Ivan begitu terkejut luluh lantak, ngedrob, pagi belum apa-apa langsung disuguhi berita duka.
”Kamu nggak canda kan..?” tanya lagi Ivan berusaha memastikan, dengan terburu-buru. Dan ia menjelaskan dengan sangat detil, seperti ia alami pagi itu. Tapi yang lebih membuat ia penasaran lagi Gugun belum tahu meninggalnya karena apa. Tapi ia berperasangka sama dengan Gugun yaitu bunuh diri. ia sejenak termenung di atas kasur. Langsung beranjak mandi dan siap-siap berangkat melayat ke rumahnya.
Gugun terus mencari tahu akan penyebab kematian Syerli itu. Namun setelah ia tahu ia semakin tergoncang dan merasa sangat mustahil sekali itu terjadi. Ia malah menjadi bengong dan merasa bersalahnya begitu bertambah. 
Ivan datang dengan sedih langsung menuju Gugun yang terlihat sibuk di rumah Syerli, sepertinya ia ingin menebus kesalahannya. Setelah ia melihat Ivan, ia langsung keluar dan menghampiri. Tanpa banyak kata ia langsung saja menceritakan semua.
“Van... ia meninggal tabrakan” Ivan terbelalak matanya ia juga merasa bersalah karena kalau dia tidak pergi acaranya pasti ini tidak terjadi. Hati kecil Ivan membantah dahsyat ia mengatakan kalau itu sudah takdir.
“Katanya sih... sempat di bawa ke rumah sakit oleh warga sekitar tapi, tubuhnya udah remuk,” Gugun tertunduk, namun Ivan menekan supaya meneruskan ceritanya. “Ia tabrakan pas di simpang empat Lewi Panjang, ia baru keluar dari Jalan Kopo dan belok kanan ke jalan Sukarno Hatta, ia mau pulang sepertinya, pas di perempatan Lewi Panjang lampu merah menyala, ia ragu untuk mengerem mobilnya, ia langsungkan saja. Sebelum sampai pertengahan dari arah Jalan Cibaduyut lampu sudah Hijau, mereka melepas gasnya masing-masing. Syerli berusaha mengerem dengan paksa, setirnya tergelincir karena ban dalam keadaan berputar kencang. Ia menabrak pos polisi seblah kiri jalan.” Ivan mengangguk-angguk.
“Pantes Gun, tadi gua lihat pos polisi itu jadi ancur. Terus..terus... kok elo bisa tahu kalau dia begitu gimana..?” Ivan mencecer Gugun untuk terus bercerita.
“Itu menurut para polisi saat melakukan uji coba dan identifikasi. Menurut para saksi mata sih, gitu,” Gugun menatap kearah kain kafan tergeluntung dan berisikan orang yang mencintainya. “Yang lebih aku nggak pahamnya lagi Van...Syerli itu pulang dari pesta di rumah elo sekitar jam 09.00. terus ke rumah gua sekitar jam 10.00. Tapi, dia tabrakan pada saat pulang pesta itu. Terus yang ngobrol sama gua tadi malam itu siapa...? Van...?” tanda tanya besar dalam benak Gugun dan benak Ivan, mereka merasa itu sepertinya sang arwah yang penasaran. Bulu kudu semua merinding taktentu, Ivan mengkirik-kirikkan bahunya. Gugun menunduk bersalah.
“Dia ngapaian ke rumah lo....?” tanya Ivan untuk menghilangkan suasana itu.
“Dia hanya memperjelas semua yang ia katakan ma gua. Dia juga tanyain apa yang dikatakan gua itu tak dapat dirubah. Itu aja...dan yang lainnya.” Gugun menjelaskan dengan santai. Tapi kembali ia mengingat tadi malam itu ia tak merasa takut merinding atau hawa-hawa lain dari tubuh Syerli.
****
”Selamat jalan Syerli malang, kau harus pergi dengan kekalutan. Aku tak pernah bisa berbuat apa-apa untuk kehidupanmu dulu.” kata itu menghantar perjalanan ke pemakaman. Ivan berjalan lambat dengan Gugun. Ia meneteskan air matanya.
Kini Syerli telah pergi untuk mengarungi dunianya di surga.
”Ser...Maafin aku..!!!. aku telah mengecewakanmu” Gugun yang meratap menyesali perkataanya, semua terdiam, Ivan menarik Gugun untuk segera  pulang. Gugun terus terlarut dalam kesedihan seakan-akan dialah yang paling bersalah seutuhnya.                                                                                         
**BERSAMBUNG**


No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.