Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)
Bagian 20
Ulang Tahun
Ulang
tahunnya tinggal beberapa hari lagi. Ivan semakin bingung, tapi sepertinya ia
harus merayakan ulang tahunnya ini sebagai rasa ungkapan kebahagiaan, dengan
pertambahan umur. Ia sangat berharap untuk bisa lebih memaknai hidup dengan
lebih berarti dari sisa umurnya ini. Namun disisi lain ia sedikit bimbang dengan
pendapatnya tadi, ULTAH adalah berkurangnya umur, kok harus dirayakan dengan
pesta dan penuh kebahagiaan, seharusnya menangis dengan semakin sedikitnya umur
yang dimiliki.
Undangan
telah disebar hari ini. Semua temannya diundang, dari yang jauh sampai yang
sebegitu dekat. Ia begitu semangat sekali tadi pagi sampai sedemikian penat
terasa. Memutari, mengelilingi, singgah di mana tempat kumpulnya teman dan
sahabat. Ada yang dititip jika tidak ketemu atau orangnya tidak ada, ada juga
yang langsung dengan orang yang dituju.
Ia duduk sejenak menghilangkan semua yang
telah mengelabui dirinya seharian ini. “Mudah-mudahan
seluruh temanku bisa hadir pada pesta ulang tahunku besok.” Bisiknya dalam
hati saat menghayakkan acara peniupan lilin dan pemotongan kue. Namun sedikit
sedih siapa yang ingin kuberi irisan kue setelah Ibuku dan Ayahku.
“Apa
harus kukasih kepada Syerli..? Ah..enggak..enggak..!” tegas Ivan dalam
kegelisahan. Rencana yang matang telah tersusun rapi di dalam benaknya. Dari
mulai acara Band kecil Anto sampai acara pelampiasan Jiwa. Seperti yang telah
di usulkan Syerli supaya ada pembacaan puisi. Ivan ingin sekali tampil beda
saat ulang tahun nanti.
Dari
pagi ia telah sibuk mendesain ruangan untuk acara nanti malam. Dari ruangan
yang ingin terlihat romantis sampai berkeinginan dunia teman-temanya terhanyut
seketika mereka masuk. Beberapa pendekor handal telah ia kerahkan. Yang pasti
mereka jago dekorasi. Tanpa basa-basi mereka langsung sibuk merancang ruangan
yang besar itu menjadi sebuah istana Raja dan Surga bagi penikmat alam maya.
Siang tiba Ivan tidur sebagai modal untuk
malam nanti agar ia bisa lebih fress dan ceria dalam suasana penuh kebahagiaan
bersama teman-temannya. Ia juga mulai menyusun kata-kata untuk menyambut tamu
undangan. Tidurpun ia terus teringat akan sekenario yang harus membuat ia lebih
percaya diri. Mimpinya juga tak jauh dari acara ulang tahun. Dan kemudian terbngun
setelah sore menjelang. Badannya kembali bugar. Buru-buru mandi dan siap-siap
untuk semua yang diperlukannya.
****
Kini
tibalah masa itu. Ia duduk sendiri di kursi depan. Sepertinya ia menunggu para tamu
yang telah ia undang. Tak lama terlihat sosok Sonny dengan Dian, mereka berdua
begitu erat bergandengan. Ia menyambut dengan salam dan kemudian mempersilahkan
duduk, terus menawari mereka minuman yang telah tersedia di pojok kiri ruangan.
Menyusul kemudian Anto bersama Karin turun dari motornya, begitu pula
teman-temannya yang lain. Sepertinya ia menunggu seseorang, entah Gugun yang
belum terlihat batang hidungnya atau Syerli yang janji untuk mengisi sebuah
puisi dalam acara nanti. Entahlah.
“Hei…Pa kabar..?” Syeri tak lama muncul
seraya menepuk punggungnya. Ivan sedikit kaget dengan bentakannya.
“Gugun
udah datang belum..?” ia bertanya dengan penuh senyum. Ivan dengan sedikit
cemas menjawab,
“Belum,
mungkin sebentar lagi,” terlebih lagi bila Gugun datang bersama Nania.
Telah ia pikir dalam-dalam tentang
bagaimana perasaan Syerli jika ia
melihat keadaan seperti itu. Perih.
“Aku
haus nih…” ujarnya yang terkesan manja. Ivan hanya mengacungkan tangan kearah
tempat minuman yang telah disediakan sebelumnya. Ivan masih mondar-mandir tak
tentu. Dalam benaknya terus berdoa agar Gugun tak memancing keributan dengan
Syerli. Ia malu kalau acaranya akan kacau.
Para
designer terkenalpun turut meramaikan acara ulang tahunya. Teman-teman saat di
Bali datang satu rombongan. Sari juga turut hadir meski hanya melalui telpon.
Sebenarnya ia ingin memberikan irisan kue yang ketiga untuknya. Ivan terlihat
tertawa ria saat menyambut para tamu undangan. Ia bangga sekali acara ulang
tahunnya kali ini di hadiri orang-orang istimewa dan terkenal.
Seorang
cowok datang dengan langkah pasti memarkirkan motornya di halaman.
Menyetandarkan motor. Kemudian membuka jaket dan menyimpannya dibagasi motor.
“Eh..Dateng
juga rupanya…gua kirain lo nggak bakalan dateng bo’..” ujar Ivan dengan logat
canda.
“Pasti
datenglah… Udah dateng semua ya..?” tanyanya dengan keadaan yang sedikit
tergesa-gesa.
“Kira-kira
begitu. Kok sendirian ..? mana Nania kok nggak diajak,” Jawabnya penuh
keceriaan, dan disambung dengan pertanyaan basa-basi yang sebenarnya sangat ia
harapkan Gugun datang sendiri seperti sekarang. Ivan langsung menarik tangannya
agar masuk ke dalam. Anto mulai siap-siap dengan group Bandnya untuk
melantunkan lagu pada acara puncaknya nanti. Tidak lama kemudian seluruh keluarganya
keluar, pertanda acara ini siap dimulai. Ia terlihat sedikit gugup, mukanya memerah,
mondar-mandir tak karuan sepertinya ia tak sanggup menatap keramaian.
Syerli duduk didepan teman sejawatnya
menikmati segelas minuman. Raka yang di tunjuk sebagai MC sudah siap tinggal
menunggu instruksi dari Ivan sebagai tuan rumah. Ia menyuruhnya untuk segra
memandu acara, Ivan duduk di sofa bersama keluarganya dan didampingi adik
kesayangan.
Ulang
tahunnya yang ke 20 ini sangat meriah
sekali dibanding ulangtahun sebelumnya. Lantunan lagu selamat ulang tahun telah
berkumandang dengan serentak. Diteruskan dengan pemotongan kue yang berjalan
dengan lancarnya. Ucapan selamat terus teriring dari seluruh tamu, kado-kado
terlihat menumpuk entah dari siapa saja ia juga sudah lupa, jika tak ada
tulisan di balik kado-kado itu ia takkan tahu pemberinya siapa. Kini hanya
tinggal acara puncak alias acara anak mudanya. Dimulai dengan sumbangan dua
buah lagu dari Anto. Ia sedikit termangu dengan lagu Jamrud yang berjudul
Selamat Ulang Tahun. Begitu banyak yang menyumbangkan lagu-lagu.
Tidak lama kemudian Syerli mulai bingung,
bolak-balik, kanan-kiri di sebelah Raka, ia berusaha tenang. Ia meminta agar segera
memanggilnya untuk membaca puisi. Ia takut kalau Gugun pulang sebelum ia
membacakan pusinya.
“Kini
saatnya Syerli ingin membacakan sebuah puisi. Marilah kita dengarkan bersama.”
Raka dengan penuh semangat memanggilnya. Dengan lemah Syerli menampakkan
bayangan yang sedikit remang-remang. Tercengang Gugun menatapnya ia sangat
heran sekali, “Kok tetangga gua bisa ada
di acara ini.....” Pikir Gugun tak habis.
“Apa
ia saudaranya Ivan ya..?” benak Gugun bertanya sendiri.
Dengan
ucapan selamat pada pihak keluarga dan yang berulang tahun, untuk pembuka
puisinya. Dilanjutkan dengan persembahannya.
“Puisi
ini aku persembahkan untuk orang yang sangat aku cintai namun ia tak pernah
mengerti rasaku. Ia bukan hanya dekat dalam hati namun juga ia dekat dalam
raga.” Suaranya sedikit serak-serak, lembut dan mencerminkan kesedihan. Gugun
tercengang, ia sangat memperhatikan perempuan yang sedang berdiri tegap sambil
memegang sebuah teks.
“Sebuah Harapan”
“Apakah yang terjadi
pada diriku
Semua tanpamu….?
Bayangan bersamamu
Bercumbu lalui hari yang
hampa
Semua hanyalah harapan
Bayangan untuk bersama
Lalui hari dengan cerita
Tak bisa terlukiskan
Luapan hati terus peka
terhadapmu
Taukah kamu..?
Bayangmu selalu hadir
Dikegelapan, wajahmu selalu
menerangiku
Taukah kamu..?
aku sangat sanyang kamu”
Tepuk tangan mengiringi turunya Syerli dari tempat
itu. Ivan memang mencintai karya sastra, ia juga sedikit kagum betapa Syerli
sangat mencintai Gugun yang tak kunjung terbalas.
Syerli mulai mendekati Gugun. ia sedang
memegang segelas minuman di sebelah kirinya. Sepertinya ia ingin mengucapkan
kerautan jiwanya terhadap pemikiran kalut untuk Gugun. Ia langsung memegang
tangan Gugun dan menariknya keluar untuk berbicara sebentar tentang perasaan
yang hampir menyekik semua persendian batin dan akan mengoyak-ngoyak jantung.
Gugun begitu terkejut sekali dengan keadaan seperti ini. “Sewaktu di rumah, cewek ini tak pernah menegurku memang sering
memandangiku. Tapi, apa yang mau ia bicarakan denganku,” mulai
berperasangka Gugun mengingat puisi yang dibacakannya tadi.
Sesampainya
di tempat yang sepi ia mulai membuka selimut hatinya untuk ia tutupkan semua
kepada sosok lelaki yang sedang berdiri didepannya. Ia menatap mata Gugun
dengan rasa kasih sayang. Gugun menjadi kikuk menatap wajah Syerli. Ia merasa
buntu pikirannya.
“Sebenarnya
aku sudah sangat lama sekali memendam rasa ini. Yang tak sanggup untuk
mengutarakannya. Aku selalu memerhatikanmu meski harus secara kegelapan.”
Ucapanya dengan sangat serius sekali.
“Tahukah
kamu Gun..?. aku memendam rasa ini telah lama sekali .” Tercengang Gugun dengan
keheranannya.
“Aku
sekarang ingin membuka tabir hatiku, aku sayang kamu Gun.” Ucapnya penuh
harapan. Namun Gugun hanya gugup dan tak mampu mengatakan apa-apa. Ia tak tahu
apa yang seharusnya dan sebaiknya untuk menghadapi masalah ini.
“Kamu
sepertinya terlambat Syer…Aku sekarang sudah punya pacar.” Tegas Gugun dengan
penuh kebimbangan. Namun Syerli terus menekannya, semakin keruh hati Gugun,
terkeluar dari tingkahnya yang tak terkontrol. Ia sebentar-sebentar
mengacak-ngacak rambutnya. Namun ia tetap pada pendiriannya yang tidak semudah
itu menerima cinta-cinta yang asing.
Syerli
diselimuti kekecewaan langsung beranjak pergi dari hadapan Gugun. Terlihat
lemah dan lesu dari raut wajahnya, matanya terlihat berkaca-kaca. Begitu pula
Gugun, berjalan lambat menuju kursi tempat ia duduk tadi. Syerli mengambil tas
kecilnya di meja sebelah kiri dan langsung mendekati Ivan seraya berpamit.
Ivan tak mampu menanyakan sesuatu dan ia
sangat tahu kalau jawabannya juga sama yang tersimpan di otaknya.
Terlihat
kalut dari jalannya yang tak beraturan melangkah menuju tempat parkir mobilnya.
Melaju dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya. “Syerli…Syerli…” dalam benak Ivan keheran-heranan. Diperjalanan ia
juga terus kepikiran tentang jawaban Gugun, baginya kehidupan ini serba tidak
adil. Pikirannya sampai kemana-mana dan sampai ia tak lagi konsentrasi menyetir
mobilnya.
****
Gugun
langsung mendekati Ivan sambil menanyakan tentang hubungannya dengan Syerli.
“Syerli kok bisa hadir dalam acara ini...sih
Van..?” tanya Gugun cemas ia juga tidak merasa nyaman bila Syerli adalah
saudara Ivan. “pastinya Ivan akan menjadi
jauh denganku bila ia tahu kalau aku menolak Syerli mentah-mentah,” batin
Gugun terguncang habis-habisan seperti gempa yang mempunyai kekuatan 9 sampai
dengan 10 Sekala Rihter.
Ivan menerangkan dengan sedetil-detil
mungkin sampai akhirnya Gugun mengangguk-anggukkan kepala pertanda ia paham
dengan apa yang dibicarakan. Merka tertawa setelah Gugun mengatakan ketidak
nyamanannya telah menolak Syerli. Ia juga terus bercerita yang dikatakan Syerli
dengannya namun sama sekali Ivan tak memberi tanggapan dan arahan. Ia juga
merasa takut akan mengecewakan kedua
belah pihak. Gugun dan Syerli adalah teman akrab dia. Pendirian itu tak bisa
terubah lagi.
Para
tamu undanganpun satu persatu mulai berpamitan. Begitu pula Gugun yang beranjak
pulang dengan sedikit bimbang hatinya. Tetapi ia tidak mau terlarut dalam
suasana seperti itu ia anggap itu sebagai angin lalu yang tak menyisakan bekas
di dalam benaknya. Rumah yang tadinya riuh kini serasa sepi kembali lampu-lampu
mulai di matikan satu demi satu. Ia juga langsung beranjak menuju kamar untuk
istirahat. Sehari semalam ini ia sangat sedikit sekali waktu untuk istirahat. Badannya
serasa patah-patah dan telah tertekuk, tertindih, terlipat sangat penat sekali,
badan Ivan tidak begitu tahan dengan kepenatan. Ia juga merasa takut dengan
efek kepenatan berlebihan.
****
Gugun telah sampai rumahnya langsung
masuk dengan langkah pasti dan tak mengingat-ingat yang baru saja dialami. Ia
juga tidak sebegitu heran, sudah sering kali peristiwa seperti itu terjadi pada
dirinya.
“Tok….Tok…Tok…”
suara itu terdengar dari pintu rumah Gugun. Ia sangat heran malam-malam seperti
ini masih ada yang bertamu. Ia menunggu Orangtuanya membuka, namun tak juga
kunjung berangkat membuka pintu. Sampai berulang-ulang kali suara ketukan itu.
Akhirnya Gugun yang mengalah meski sedikit malas.
“Syer…Ada
apa malem-malem begini…?” Tanya Gugun malas, ia telah bosan mendengar ucapan
dari Syerli sebenarnya. Kembali Syerli mengutarakan dengan sangat detil di
hadapannya. Ia pun mempersilahkan duduk di kursi teras rumahnya. Namun Gugun
dengan malas menjawab. Ia hanya menyatukan jawaban sebagaimana yang ia utarakan
saat berada di pesta tadi.
Panjang
lebar ia bercerita tantang cintanya terhadap Gugun. Malam yang semakin dingin
dan semakin larut, ia pun berangsur mengakhiri dan pamitan untuk pulang. Gugun
langsung mempersilahkan apa yang kehendaki Syerli. Ia masuk kerumah dan menuju
kamar untuk tidur setelah kantuk menjebak matanya. Tak juga kunjung terlelap
Gugun di atas kasur empuk itu, ia terus kepikiran sebegitu Syerli mencintainya.
*****
Malam
panjang telah Ivan lalui dengan tidur yang nyenyak tanpa di masuki oleh mimpi buruk kembang tidur. Tidak bagi Gugun, ia
terus gelisah dan teringat akan sosok Syerli yang membuatnya sedikit bimbang
dan ragu atas jawabannya seakan membuatnya putus asa. Sampai tidurpun
melibatkan Syerli dalam mimipinya. Semakin gelisah Gugun sesekali ia terjaga
dan mengambil air minum agar lebih tenang dan tidak terlalu tertekan. Kemudian
ia duduk dan melihat jam, ia merasa jarum jam tak pernah berganti dari
angka-angka itu. Suara burung malam dan jangkrik berteriak kencang seperti
telah menertawakannya. Ia berbaring kembali dan menarik selimut. Cuaca Bandung
berubah menjadi seperti kuburan. Dingin menusuk-nusuk hingga dari pori-pori sampai
tulang-belulang. Bulu romapun berdiri menahan gigil.
****
Suara
keramaian membangunkan Gugun dari tidurnya pagi itu.
“Eaaah….” Gugun memuriat pagi yang dingin
menusuk kulit sampai ke dalam peredaran darahpun seperti lambat.
“Ada acara apa sih.. ? kok ramai banget
tetangga itu,” dalam hati Gugun yang ingin segera tahu apa yang dilakukan
mereka. Ia langsung beranjak ke ruang keluarga bermaksud ingin menanyakan pada
Ibunya. Tapi, di sana tiada ada seorangpun.
“Pada kemana lagi sepi gini rumah,” rasa
kesalnya menjadi ia berbicara sendiri dalam kepenasarannya.
“Ah...Bodo...ah..” sambil ia menuju kamar
mandi untuk mencuci muka dan mandi. Setelah mandi ia biasa duduk di depan teras
untuk menghirup udara pagi yang segar. Namun ketika ia membuka pintu terlihat
banyak orang yang memakai busana hitam-hitam seperti melayat. Tepat di rumah Syerli.
“Siapa yang meninggal ya..?” hati
penasarannya mulai bertanya-tanya. Ia langsung mendekati seseorang yang ingin
pergi melayat.
“Pak...Pak..Siapa yang meninggal ya..?”
tanyanya dengan nada yang sangat polos.
”Syerli ... Anaknya Pak Herman itu,”
jelaskan sang Bapak padanya. Ia mendengar perkataan itu sangat terkejut dan
seperti sok.
”Pak meninggalnya bunuh diri ya..?”
tebaknya dengan firasat bahwa tadi malam ia ngobrol sampai setengah dua belas
bersamanya dan Syerli pulang dengan hati yang hancur.
Ivan sama sekali tidak tahu, ia malah
belum bangun karena sangat nyenyak sekali
dan disertai capek. Ponselnya berdering dan tentunya membangunkan Ivan
dari mimpi indah pada pagi ini. Ia lihat
nama dari layar ponsel, ternyata dari Gugun.
”Ada apa Gun..?” tanyanya langsung tanpa
hallo terlebih dahulu.
”Tahu nggak Van Syerli meninggal,” dengan
kerasnya Gugun mengatakan dan sedikit terlihat bersalah. Ivan begitu terkejut luluh
lantak, ngedrob, pagi belum apa-apa
langsung disuguhi berita duka.
”Kamu nggak canda kan..?” tanya lagi Ivan berusaha memastikan, dengan terburu-buru.
Dan ia menjelaskan dengan sangat detil, seperti ia alami pagi itu. Tapi yang
lebih membuat ia penasaran lagi Gugun belum tahu meninggalnya karena apa. Tapi
ia berperasangka sama dengan Gugun yaitu bunuh diri. ia sejenak termenung di
atas kasur. Langsung beranjak mandi dan siap-siap berangkat melayat ke
rumahnya.
Gugun terus mencari tahu akan penyebab
kematian Syerli itu. Namun setelah ia tahu ia semakin tergoncang dan merasa
sangat mustahil sekali itu terjadi. Ia malah menjadi bengong dan merasa
bersalahnya begitu bertambah.
Ivan datang dengan sedih langsung menuju
Gugun yang terlihat sibuk di rumah Syerli, sepertinya ia ingin menebus kesalahannya.
Setelah ia melihat Ivan, ia langsung keluar dan menghampiri. Tanpa banyak kata
ia langsung saja menceritakan semua.
“Van... ia meninggal tabrakan” Ivan
terbelalak matanya ia juga merasa bersalah karena kalau dia tidak pergi
acaranya pasti ini tidak terjadi. Hati kecil Ivan membantah dahsyat ia
mengatakan kalau itu sudah takdir.
“Katanya sih... sempat di bawa ke rumah
sakit oleh warga sekitar tapi, tubuhnya udah remuk,” Gugun tertunduk, namun
Ivan menekan supaya meneruskan ceritanya. “Ia tabrakan pas di simpang empat
Lewi Panjang, ia baru keluar dari Jalan Kopo dan belok kanan ke jalan Sukarno
Hatta, ia mau pulang sepertinya, pas di perempatan Lewi Panjang lampu merah
menyala, ia ragu untuk mengerem mobilnya, ia langsungkan saja. Sebelum sampai
pertengahan dari arah Jalan Cibaduyut lampu sudah Hijau, mereka melepas gasnya
masing-masing. Syerli berusaha mengerem dengan paksa, setirnya tergelincir
karena ban dalam keadaan berputar kencang. Ia menabrak pos polisi seblah kiri
jalan.” Ivan mengangguk-angguk.
“Pantes Gun, tadi gua lihat pos polisi itu
jadi ancur. Terus..terus... kok elo bisa tahu kalau dia begitu gimana..?” Ivan
mencecer Gugun untuk terus bercerita.
“Itu menurut para polisi saat melakukan
uji coba dan identifikasi. Menurut para saksi mata sih, gitu,” Gugun menatap
kearah kain kafan tergeluntung dan berisikan orang yang mencintainya. “Yang
lebih aku nggak pahamnya lagi Van...Syerli itu pulang dari pesta di rumah elo
sekitar jam 09.00. terus ke rumah gua sekitar jam 10.00. Tapi, dia tabrakan
pada saat pulang pesta itu. Terus yang ngobrol sama gua tadi malam itu
siapa...? Van...?” tanda tanya besar dalam benak Gugun dan benak Ivan, mereka
merasa itu sepertinya sang arwah yang penasaran. Bulu kudu semua merinding
taktentu, Ivan mengkirik-kirikkan bahunya. Gugun menunduk bersalah.
“Dia ngapaian ke rumah lo....?” tanya Ivan
untuk menghilangkan suasana itu.
“Dia hanya memperjelas semua yang ia
katakan ma gua. Dia juga tanyain apa yang dikatakan gua itu tak dapat dirubah.
Itu aja...dan yang lainnya.” Gugun menjelaskan dengan santai. Tapi kembali ia
mengingat tadi malam itu ia tak merasa takut merinding atau hawa-hawa lain dari
tubuh Syerli.
****
”Selamat jalan Syerli malang, kau harus
pergi dengan kekalutan. Aku tak pernah bisa berbuat apa-apa untuk kehidupanmu
dulu.” kata itu menghantar perjalanan ke pemakaman. Ivan berjalan lambat dengan
Gugun. Ia meneteskan air matanya.
Kini Syerli telah pergi untuk mengarungi
dunianya di surga.
”Ser...Maafin aku..!!!. aku telah mengecewakanmu”
Gugun yang meratap menyesali perkataanya, semua terdiam, Ivan menarik Gugun
untuk segera pulang. Gugun terus
terlarut dalam kesedihan seakan-akan dialah yang paling bersalah seutuhnya.
**BERSAMBUNG**
No comments:
Post a Comment