Friday, April 5, 2013

Cerbung : Perempuan Setengah Hati 18

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)


 
Bagian 18
Sejuta Masalah
            Syerly duduk di teras depan rumahnya, ia termenung dan sedikit murung. Wajahnya tersirat sejuta masalah yang menekan disetiap hari sepi mengguncang jiwanya. Ivanlah yang sangat tahu bagaimana keadaannya sekarang ini, ia sering menceritakan dengan nada sedih. Ivan sama sekali tak mampu memberikan saran atau apapun kepadanya. Ia sering bercerita tentang cintanya yang tak kunjung terjawab oleh derasnya angin yang meniup dunia asmara. Ia juga tak pernah berusaha mengungkapkan perasaannya itu.

            Ivan termangu mengingat Syerly. Dalam keadaan seperti itu ia tetap tegar, tetapi Ivan sedikit tidak suka dengannya. Ketidak terus terangan, akan terus mengusung  hati kecilnya kedalam jurang ketidak jelasan. Sesering mungkin Ivan berkata padanya tentang itu namun, ia hanya tersenyum tidak labil seperti menahan sesuatu yang selama ini selalu menerpa benaknya untuk selalu tidak jujur dalam hati nurani. Sedikit yang Ivan ketahui, cintanya kepada Gugun yang tak sanggup ia utarakan itu adalah sebuah penyiksaan besar terhadap perih batin.
            Gugun seketika lewat didepannya seperti angin yang membawa bau surga baginya. Namun sapa kecilpun tak juga terlihat dari Gugun dan dia hanya lontarkan senyuman yang tak terlihat oleh Gugun pujaan hatinya itu. Rasa senangpun bergelimpangan dalam hati Syerli yang begitu mendambakan sosok Gugun  mengetuk bibir untuk senyum padanya.
            Pagi itu Gugun keluar untuk membeli sesuatu di warung samping rumahnya. Hanya melewati beberapa rumah saja untuk sampai ke sana. Sedangkan rumah Syerli di depan warung itu. Namun sosok Gugun yang tak pernah menoleh kesamping, telah terlihat dari cinta Syerli yang tidak pernah ia mengerti. Tidak lama kemudian Syerli berangkat menuju pertempuran dahsyat yang tergeletak dalam dinding sekolah.
Hanya senyum jika mengingat betapa Gugun yang terlihat tak pernah mengerti keadaan mentari yang muncul pagi itu. Gugun sangat mencintai Nania. Aku juga tahu kalau sebenarnya Nania juga sangat menyayangi Gugun dengan tampangnya yang sangat menarik perhatian para bidadari.
*****
            Di perempatan jalan ia melihat banyak orang yang hilir mudik. Berangkat pulang atau pergi sekolah. Banyak juga yang sedang berdekapan di motor dan jalan gandengan. Syerli terdiam melamun.
            “Andai saja ia telah aku miliki pasti yang mengantarku dan menjemputku adalah dia,” suara klakson mobil dibelakangnya begitu kencang hingga menggugahnya untuk segra menginjak pedal gas. Lalu ia terus menelusuri sepanjang jalan Mohammad Toha. Lalu ia masuk ke jalan masuk kejalan-jalan yang berkelok-kelok. Kemudian tembuslah kejalan Dewi Sartika. Sedikit lagi ia sampai kesekolahan yang ia tuju.
            Teman-teman sekelasnya menyapa dengan riang. Namun ia masih saja teringat akan sosok Gugun yang baru melintas di hadapannya. Tak lama sang Guru masuk untuk memberikan pelajaran yang telah terjadwal. Ia masih tertunduk tak memperhatikan. Diantara teman akrabnya menanyakan keadaannya, apakah dia sakit atau ada masalah. Namun ia hanya menggelengkan kepala pertanda ia tak mau mengatakan apa yang sebenarnya terjadi pada perasaannya. Gersang sekali sekolahannya. Tumbuh-tumbuhan berguguran seperti merasakan penderitaannya. Kolam ikanpun surut, rumput-rumputpun mengering.
            Jam istirahat siang menggema. Ia pergi kekantin. Duduk, melamun. Teman-temannya tak mempu mendeskripsikan permasalahan yang ia alami itu. Tak juga teman sebangku.
            Ivan kemudian muncul-tiba-tiba. Biasanya Ivan selalu memberi tahu sebelumnya bila ingin datang kesokolahan. Ia juga Alumni SMA itu. Tak salah dan tak sungkan bila ia masih sering main kesana, sebab kantin itu adalah tempat nongkrongnya dulu.
            “Ivan....kok nggak bilang kalau mau kesini...?” dengan semangat Syerli menyambut kehadiran orang mengerti penderitaan batinnya.
            “Suprize....!!!” ketawa mereka membuat riuh kantin semakin merebak. Debi juga ada di tempat itu. Hanya sedikit jauh. Namun tatapannya terus kearah Ivan. kecurigaannya dulu semakin jelas kalau antara dia dan Ivan putus, karena Syerli yang merebutnya. Ivan hanya sebentar, kebetulan ia sedang lewat, sekalian ia mampir dan mereka berdua juga telah lama sekali tidak ngobrol dan mendengar curhatan Syerli.
            Setelah masuk kekelas pandangan Debi begitu sinis dengannya. Sama sekali ia tak menghiraukan. Kata demi kata ia dengar dari mulut Debi,
            “Dulu kami itu temenan tapi, dia itu penghianat. Cowok gue direbut. Katanya temen sih. Tapi, ia tega nusuk gue dari belakang,” begitu keras suaranya sampai terkatup-katup telinganya mendengar. Ia sangat tersinggung sekali di bilang merebut pacar temen. Ia berbalik arah menghadap Debi.
            “Eh..Deb, elo kalau ngomong jangan sembarangan... siapa yang ngerebut cowok lo... gue temenan dengan dia sudah lama. Sebelum elo pacaran dengan dia, gue juga udah temenan.” Mukanya memerah, emosinya menyala-nyala bagai bara api yang tertiup oleh angin.
            “Siapa lagi.... yang ngomongin elo... gue ngobrol sama dia, bukan elo. Kalau elo tersinggung berarti elo ngerasa.” Ia berdiri, tangannya gemas. Ingin sekali ia mengobrak-abrik isi mulutnya. Teriakan dan ejekanpun terkumpul sudah di ruangan itu. Semua memojokkannya. Tatapan siswa di kelas itu semua melecehkan dan membenarkan ucapan Debi.
            “Mau lo apa sih...? elo nyesel putus ma dia....? elo ngaca dong... supaya elo itu nyadar,” semakin perih ucapan-ucapan yang terlontar. Isi kelas itu terdiam. Mereka juga bingung mana yang benar mana yang salah diantara mereka berdua. Syerli atau Debi.
            Teman-teman Debi begitu mengandalkan. Sedangkan dia sama sekali tak mempunyai dukungan meski yang tak memihak diantara mereka juga banyak. Ia tertunduk lesu. Memalingkan muka dan kemudian ia duduk. Olok-olokan telah reda dengan datangnya seorang guru.
****
            Bell begitu nyaring terdengar. Treeeeeeng...! Treeeeeng....! Treeeeng! Begitulah kedengarannya. Suara sorak soray terdengar dari setiap kelas, mereka riang sekali kalau saat yang ia tunggu-tunggu tiba. Syerli masih membereskan buku-buku yang acak-acakan di bangku. Teman-tamannya langsung padakeluar Debi lewat dengan kesal melihat tampangnya geram.
            “Entar dijemput sama cowok elo ya Deb...?” singgung teman Debi atas suruhannya sendiri. Namun Syerli tetap diam. Capek meladini mereka. Padahal dulu mereka itu teman akrab, bahkan Debi sampai jadian dengan Ivan atas jomblangan Syerli. Sindiran-sindiran panas terus terlontar. Emosinya terlonjak juga akhirnya ia langsung pergi meninggalkan kelas dan masuk mobil. Meluncur saja.
            Arah setirnya tertuju kearah rumah Ivan. apa Ivan datang tadi menyuruhnya kerumah..? setirnya kencang, jalan tidak macet rumah Ivan sedah dekat. Ivan masih asik dengan kelincinya di pekarangan. Namun ia sangat paham kalau dengungan mesin mobil itu pasti Syerli. Ia melepas kelincinya dan menuju kesana.
            “Udah pulang Syer....?” basa-basinya singkat.
            “Kalau pulang pasti gue udah ganti baju...!” Ivan ketawa ceki-kikan, maksud pulang bagi Ivan adalah pulang sekolah. Salang tanggap.
            “Ya...udah lah....masuk apa mau ngobrol di teras aja. Atau di taman..? terus mau minum apa..?” begitu istimewa Syerli duduk dihadapan Ivan rupanya. Apa mereka benar-benar pacaran..?
            “Minumnya apa aja deh yang penting dingin. Kayaknya di taman aja biar lebih santai, nggak panas kan...?” Ivan tak menjawab ia langsung menunjukkan tempat yang strategis bitaman dan kemudian masuk untuk mengambil minuman.
            Syerli banyak cerita tentang kisahnya di rumah dan di sekolahan tadi, Ivan begitu emosi melihat ulah Debi yang kelewatan. Ia juga cerita tentang Gugun dan timbal baliknyapun sama. Ivan banyak sekali menceritakan kisah dan cerita yang ia alami kemarin dan lusa. Ivan juga bilang kalau dia sekarang mendapat tawaran untuk menjadi bintang iklan, dari suatu produk dalam negeri. Ucapan selamatpun terlontar dari Syerli.
            Ijensi yang mempertemukan Ivan kepada keuntungan. Iklan. Bukan hal mudah untuk memasuki dunia akting. Penjiwaan dan karakter seseorang adalah modal utama.
**BERSAMBUNG**

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.