Bagian 17
Semalam Ini.
Hari yang kelabu. Ivan masih saja sendiri,
seperti tak ada yang menyibukkan dan disibukkan, hanya di rumah saja.
“Hari ini hari sabtu lagi” ucapnya gelisah
sambil menggaruk-garuk kepala. Kata banyak orang “Malam minggu adalah malam
panjang tapi, orang lebih suka menyebutnya week end sedikit Britis dan mungkin
lebih keren dan mempunyai makna sendiri. Memang malam minggu mempunyai
keistimewaan tersendiri, disamping besok siangnya hari libur juga mempunyai
momen penting bagi para remaja. Namun tak habis pikir jika hari minggunya libur
dan hari-hari biasa juga libur alias tak ada kegiatan apa malam minggu masih
punya keistimewan bagi orang tersebut...? Atau seseorang tersebut dari jam
tujuh malam minggu ia sudah tidur, apa malam minggu itu malam panjang...? Pikirannya
tertumbur dengan tawaran diner dari salah seorang fensnya. Kebetulan malam ini
ia tak ada acara. Ia sekarang jomblo.
To : Fens 11:34:24
Jd ga ...ngdet
nya...? klau jd gw jmpt. Krm almt lo. Ok. lez.
“Sent”
Terlihat dari SMSnya ia sangat
mengharapkan bisa ketemu. Sebagai pengisi kekosongan atau memang ia sanggup
merenggut hati Ivan, tidak susah untuk mendapatkan Ivan, ia bukan tipe cowok
pemilih. Bukan juga murahan.
From : Fens 12:04:56
Sorri ya...bru bsa bls.
Gw lg bljr. Yg bner mau jmput ...? tp jgn kcwa ya. Ni almt gw, jl. Moh.toha,
sblm tol no. 405c. Dpn rmh da grsi. Pgr nya wrna kuning tmbok, rndh. Da phn
cmra. Gw tggu, klu ga thu tlp aja, biar gw yg jmpt. BLS
Sangat panjang sekali SMS darinya. Dua halaman.
Ivan tercengang,
“Hah...Moamad Toha, itu kan deket rumah
Gugun terus rumah Syerly juga deket sana. Bisa berabe kalau gua jemput dia.
Ketemu Gugun atau Syerli. Mampus Gua. Kalau dia cantik sih ga apa-apa. Tapi kok
gua nggak pernah liat cewek di dekat rumah Gugun. Padahal gua sering main di
rumah dia. Apa dia Syerli, dia cuma ngerjain gua. Kan rumahnya deket pintu tol juga. Atau Gugun. Ah....pusing. gua
bilang aja nggak tau biar dia yang jemput.” Ivan jadi penasaran bercampur
kesal. Tingkahnya jadi kalut. Ia hanya menimang-nimang ponselnya, dari tangan
kiri ketangan kanan dan akhirnya ia mengetik SMS lagi,
To : Fens 12:15:33
Gw ga tau rmh
& almt lo. Lo aja yg jmput gw. Almt gw da di mjlah. Gw tggu.
“Sent”
Tak pantas sekali ia membalas SMS yang sebegitu
panjang. Hanya dengan beberapa kata saja.
Ivan
mencuci motor. Jarang sekali motor itu terkena air kecuali hujah. Penuh debu
sampai tak terlihat lagi kalau motor itu baru satu tahun, seperti sudah lima
tahun. Merk dan tulisan-tulisan di motor itu tak dapat dibaca lagi. Kupingnya
tersumpal oleh hendset dari MP4 yang baru ia beli setelah menerima honor dari
Tante Jesca, mulutnya komat-kamit, seperti sedah bernyanyi mengikuti lagu. Tak
lain lagu itu adalah lagu Cranberries.
Pretty eyes, pretty eyes
Not a cloud in my day
Not a cloud in my way
Angel eyes, no disguise
No pretention is here
No pretention, no fear
Not a cloud in my day
Not a cloud in my way
Angel eyes, no disguise
No pretention is here
No pretention, no fear
Don't leave me calling
Don't leave me falling
Don't leave me calling
Don't leave me falling
Stay awhile, stay awhile
I will tell you my mind
I will tell you my mind
Don't leave me falling
Don't leave me calling
Don't leave me falling
Stay awhile, stay awhile
I will tell you my mind
I will tell you my mind
****
Ivan
telah siap-siap, sudah mandi, wangi dan memakai pakaian rapi dan necis. Ia
duduk di sofa ruang tamu. Sambil membaca koran harian sore. Yang memang sudah
langganan. Ia menunggu fensnya, janjinya mau jemput tapi tidak tahu jam berapa.
Sudah setengah jam ia menunggu tak juga datang. Ia pindah keruang keluarga dan
kemudian ia menyalakan TV. Menonton acara info selebritis alias infotaiment.
Namun Bibi tiba-tba berteriak hardik,
“Mas
Ivan....ada tamu...nih....” kencang sekali.
“Iya..iya
Bi...” ia pun menekan tombol power untuk mematikan TV. Lalu berjalan menemui
tamunya.
“Hai.....”
lo yang SMS itu...? siapa namanya..?” Ivan mengulurkan tangan sebagai sambutan
yang amat ramah darinya.
“Allin,”
cewek itu terlihat kikuk.
“Ayo
...silahkan duduk. Mau minum apa...? jeruk..alfukad atau anggur...?” tatapannya
tepat di mata Allin. Ia semakin tak beraturan.
“Apa
aja deh...” Allin juga memberanikan diri untuk menatap jelas wajah Ivan yang
penuh senyum dari tadi.
“Nyantai
aja jangan malu-malu,” sindir Ivan melihat tingkah Allin yang serba salah.
Allin tidak begitu cantik hanya seksi dan manis. Dengan rok selutut di padu
dengan jaket jeans warna biru dongker dan kaos kuning semakin menarik. Namun
tidak begitu metching dengan kulitnya.
“Silahkan
di minum” sesaat setelah Bibi menurunkan gelas ke meja. Ivan terus
mengintrogasi Allin sampai keakar-akarnya. Dari sekolah sampai kegiatan
sehari-hari telah ditanyakan. Mulai dari Ayah sampai ke Eyangnya menjadi topik
pembicaraan. Allin memang pendiam. Ia hanya sebagai penjawab sejati.
Ivan
langsung mengajak berangkat sekarang. Sebelum Ayah dan Ibunya pulang. Kacau.
Mereka bisa mengintrogasi habis-habisan. Ivan seperti dalam sidang, Ivan
sebagai Terdakwa atau saksi. Allin yang menyetir meluncur deras
menumbur-ngin-angin santai. Maklum mobil baru. Ivan seperti tuan agun sedang
duduk manis di belakang sopir. Geli melihatnya.
Allin
anak seorang pejabat pemerintahan. Jadi wajar saja mobilnya baru dan harganya
juga mahal. Entah kemana tujuan mereka. Ivan juga terus saja. Ia sedikit
menghilangkan pikirannya yang mengira dan menuduh Allin sebagai seorang jelmaan
dari teman-temannya yang jahil. Bukan syerli juga bukan Gugun yang iseng. Sosok
gadis pendiam.
****
Ivan
kehabisan kata. Dari tadi hanya dia yang mencari bahan dengan sambutan ia atau
tidak. Membosankan sekali baginya. Topik dan jurus penggombalpun terlah habis.
Hanya bisa membuat Allin senyum dan manggut-manggut. Ivan memilih diam.
Entah
kemana tujuan allin masih terus saja meluncur dari jalan Moh. Toha terus sekarang
di jalan Sunda. Terdiam sebentar masuk lagi kejalan Riau, belok kekiri ia masuk
di jalan Ir. Juanda terus lari dengan perlahan. Jalan sedang macet. Tidak
menghalangi niatnya terus naik keatas, melewati bawah jembatan layang terus
keatas. Dago pakar rupanya.
Mereka
turun, duduk disebuah meja yang setrategis dan enak. Udaranya sejuk dihempas
angin sepoy. Jus menjadi lawan duduk mereka. Ivan diam saja.
“Kok
diam...bukannya dari tadi ...” kali ini Allin meledeknya.
“Iya
lo mau bilang kalau gua dari tadi nggak ada berhentinya ngomong. Abisnya elo
pendiem banget. Gua jadi kehabisan kata” memotong penbicaraan itu adalah
keahliannya untuk menaklukkan musuh dan membalikan fakta.
Mentari
sore terkatup-katup untuk meninggalkan mereka. Hanya cahaya menguning membias
di awan seblah barat. Ivan menyalakan rokok untuk menghilangkan kejenuhan.
“Gue
manggil lo gimana...?” tanya Allin hati-hati.
“Nama
aja, biar simpel dan lebih akrab,” kelepas-kelepus menghisap rokok dan
menghirup minuman. Namun Allin tak kalah ia mengeluarkan rokok menthol dan
menyalakan juga. Deg.... Ivan begitu terkejut “cewek pendiam seperti itu gaul
juga.” Pikirnya keras.
“Kenapa elo nggak suka ya cewe merokok.”
Tanggap Allin penuh tatapan.
“Nggak..nggak hanya terkejut orang kayak
elo pendiemnya tau juga dengan rokok.” Tatap Ivan sangat kosong kearah pohon
besar nan rimbun. Burung-burung gereja berterbangan menuju kesarang. Kupu-kupu
sesekali menghinggap ke bunga-bunga di taman.
Allin menghisap rokoknya dalam-dalam.
Mereka kini terlihat akrab sekali. Allin mulai banyak biacara meski tidak
seperti teman-teman Ivan yang lain. Ivan begitu menghargainya sehingga mereka
tidak saling tersinggung. Tawa canda kecilpun terus menyelimuti mereka.
Lilin kecil menyala di tengah-tengah meja.
Redup, samar, dan Romantis sekali. Ivan jadi ingat Debi, Sari, Heni dan
pacar-pacarnya yang dulu. Tangan mereka tergenggam rapat di samping lilin.
Ivan pindah duduk. Memberikan kehangatan
pada suasana yang dingin. Jaket hitamnya ia lepas, lalu di tempelkan kebadan
Allin. Begitu mesra, perhatian, dan baik. Pikir Allin dalam hati. Allin
bersandar di bahunya, kecupan-kecupan kecil dari Ivan. Bunyi jangkrik. Suara
alunan musik mellow. Seperti dunia milik mereka sendiri.
Setelah senja menyingsing kafe itu
dipenuhi oleh pemuda dan orang-orang tua yang sedang refresing atau sekedar
numpang duduk. Tapi, mereka berdua masih berdekapan. Mungkin banyak orang yang
tersenyum melihat tingkah mereka berdua. Seketika Allin mengajak ke sebuah
tempat yang digandrungi anak muda. Dengan lampu yang gerlapan dan suara musik
yang kencang dan manusia campur aduk. Diskotek.
Tanpa basa basi Allin langsung memutar
arah setirnya kesana. Mungkin telah terbisa. Rokok ditangan kanannya masih
menyala dan sesekali ia menghisapnya dalam-dalam.
Sekonyong-konyong. Ia langsung memesan
sebotol bir dari seorang pelayan. Tak ia sangka Allin juga meminumnya santai.
Tergeleng-geleng hatinya. Canda tawa mereka tak terkalahkan oleh musik disco
dan teriakan pengunjung lainnya.
Dem...dem...dem dedem..! keras benar
musiknya. Tegukan demi tegukan menghaantarnya dalam dunia bayang-bayang. Allin
terus menyeruput dari gelas penuh kebahagiaan. Allin mengajak Ivan dansa. Namun
Ivan tak pernah sama sekali berdansa seperti itu. Biasanya ia hanya sekedar
minum bir dan bercanda. Dalam keadaan tak terkendali ia berdansa. Namun
orang-orang disampingnya sebenarnya tertawa. Dansanya lucu, keras, kejang,
kaku. Kakinya terlipat-lipat tak tentu. Tangnnya pun sama. Banyak sekali orang
yang menertwakannya. Sampai mereka berhenti. Semua melihatnya dan
terkikik-kikik. Ivan merasa kalau dia di tertawakan. Ia langsung marah-marah
dan memaki-maki mereka. Namun ada yang tidak terima,
“Elo mau ngajak ribut disini...” seorang
lelaki bertubuh gelap. Ivan dalam keadaan pembrani. Ia langsung mendorong
pundak lelaki itu. Baku hantam terjadi dengan keras ivan tersungkur. Setiap ia
melayangkan tinjuan selalu tak tepat. Namun sekali hantam dari lelaki itu,
remuk pipinya. Allin teriak-teriak melerai namun lelaki itu masih tak puas, ia
mengangkat kerah baju Ivan lalu menghantamnya di perut. Ivan muntah air. Semua
yang ia minum tadi keluar. Teriakan Allin bercampur tangis mengundang satpam
dengan segera. Mereka disuruh bubar para penontonpun duduk di meja
masing-masing.
Allin masih terisak-isak sambil merangkul
idolanya masuk kemobil. Dibantu oleh satpam. Allin menyetir dengan hati-hati
sekali. Ivan tersandar lemah. Ia mabuk. Tujuan Allin satu-satunya adalah hotel.
Memutari kota mencari hotel yang setrategis.
Sampai ditempat parkir ia masih melihat
Ivan dengan penuh kasihan.
“Van, maafin gue ya....? kalau gue nggak
ngajakin elo dansa pasti nggak akan terjadi hal seperti ini.” Ucapnya penuh
kesalahan. Ia keluar untuk mengurus administrasi. Ivan masih didalam mobil ia
sepertinya tertidur.
Dibantu satpam ia menggotong Ivan ke kamar
208. kemudian di baringkan diatas kasur. Allin begitu menyesali perbuatannya.
Ia duduk di kursi depan cermin sambil membuka bondu dan asesoris yang ia pakai.
Ia mengambil air panas dan sapu tangan untuk mengompres memar di pipi Ivan. ia
membuka baju Ivan yang penuh dengan muntahan. Mulutnya bau bir, sama mereka
berdua.
Allin tertidur di pelukan Ivan. capek
sekali spertinya. Sendal hak tingginya saja belum sempat ia lepas.
****
Ivan begitu kaget. Kenapa ia bisa tidur
dipeluk oleh Allin. Apa yang sudah diperbuat Allin padanya. Terus mukanya yang
terasa nyeri, butek sekali ia bangun badannya sakit semua. Ia langsung
meloncatkan kepala. Allin begitu terkejut.
“Elo udah apain gua,...?” wajahnya sangar
dan penuh amarah. Ia langsung menarik tangan Allin keras. “Elo ngajak gua minum
bir terus elo manfaatin gua saat gua mabuk,” tak sempat sama sekali Allin
memberi penjelasan padanya. Ia begitu marah ia langsung menampar pipi Allin
dengan keras.
“Van...Ivan....gue bukan cewek yang
seburuk elo kira,” ia teriak-teriak memanggil Ivan. namun sama sekali tak
diabaikan. Ivan langsung pergi dengan bantingan pintu kamar yang keras.
“Brengsek lo..!” ucap Ivan kesal.
Allin hanya bisa menangis menahan seluruh
sakit hatinya. Perbuatan baiknya dari tadi malam tak satupun terbalas dengan
madu.
“Itu semua gara-gara minuman jahat itu,” suaranya
penuh tangisan. Air matanya terus menggenangi pipinya. ia merasa sebagai wanita
kotor oleh idolanya sendiri.
Ivan dengan buru-buru langsung mencari
taksi. Dalam perjalanan ia begitu
menaruh kekesalan dengan orang yang baru ia kenal kemarin itu. Ia merasa begitu
cepat mempercayai seorang perempuan yang belum ia tahu asal-muasalnya.
Sesampainya di rumah ia terus
mengingat-ingat apa yang telah terjadi tadi malam. Namun ia tak ingat, hanya
minum bir, tertawa dan merokok. Kemudian ia bercermin.
“Kenapa pipi gue memar ya...?” terus badan
gue sakit semua. Kemudian ia ingat kalau dia berdansa dan ia ditertawai oleh
banyak orang.
“Oh ...iya gua mabuk dan berantem dengan
salah seorang pengunjung disana,” tapi selepas itu ia sama sekali tak ingat.
Tak tahu kenapa ia bisa di hotel dan bajunya terbuka, terus Allin tidur di
pelukannya.
**BERSAMBUNG**
No comments:
Post a Comment