Saturday, March 30, 2013

Cerbung : Perempuan Setengah Hati 17

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)


Bagian 17
Semalam Ini.
Hari yang kelabu. Ivan masih saja sendiri, seperti tak ada yang menyibukkan dan disibukkan, hanya di rumah saja.
“Hari ini hari sabtu lagi” ucapnya gelisah sambil menggaruk-garuk kepala. Kata banyak orang “Malam minggu adalah malam panjang tapi, orang lebih suka menyebutnya week end sedikit Britis dan mungkin lebih keren dan mempunyai makna sendiri. Memang malam minggu mempunyai keistimewaan tersendiri, disamping besok siangnya hari libur juga mempunyai momen penting bagi para remaja. Namun tak habis pikir jika hari minggunya libur dan hari-hari biasa juga libur alias tak ada kegiatan apa malam minggu masih punya keistimewan bagi orang tersebut...? Atau seseorang tersebut dari jam tujuh malam minggu ia sudah tidur, apa malam minggu itu malam panjang...? Pikirannya tertumbur dengan tawaran diner dari salah seorang fensnya. Kebetulan malam ini ia tak ada acara. Ia sekarang jomblo.

To : Fens               11:34:24               

Jd ga ...ngdet nya...? klau jd gw jmpt. Krm almt lo. Ok. lez.

“Sent”
Terlihat dari SMSnya ia sangat mengharapkan bisa ketemu. Sebagai pengisi kekosongan atau memang ia sanggup merenggut hati Ivan, tidak susah untuk mendapatkan Ivan, ia bukan tipe cowok pemilih. Bukan juga murahan.

From : Fens                  12:04:56 
Sorri ya...bru bsa bls. Gw lg bljr. Yg bner mau jmput ...? tp jgn kcwa ya. Ni almt gw, jl. Moh.toha, sblm tol no. 405c. Dpn rmh da grsi. Pgr nya wrna kuning tmbok, rndh. Da phn cmra. Gw tggu, klu ga thu tlp aja, biar gw yg jmpt. BLS

Sangat panjang sekali SMS darinya. Dua halaman. Ivan tercengang,
“Hah...Moamad Toha, itu kan deket rumah Gugun terus rumah Syerly juga deket sana. Bisa berabe kalau gua jemput dia. Ketemu Gugun atau Syerli. Mampus Gua. Kalau dia cantik sih ga apa-apa. Tapi kok gua nggak pernah liat cewek di dekat rumah Gugun. Padahal gua sering main di rumah dia. Apa dia Syerli, dia cuma ngerjain gua. Kan rumahnya deket pintu tol juga. Atau Gugun. Ah....pusing. gua bilang aja nggak tau biar dia yang jemput.” Ivan jadi penasaran bercampur kesal. Tingkahnya jadi kalut. Ia hanya menimang-nimang ponselnya, dari tangan kiri ketangan kanan dan akhirnya ia mengetik SMS lagi,

To   : Fens                  12:15:33
Gw ga tau rmh & almt lo. Lo aja yg jmput gw. Almt gw da di mjlah. Gw tggu.

“Sent”
Tak pantas sekali ia membalas SMS yang sebegitu panjang. Hanya dengan beberapa kata saja.
            Ivan mencuci motor. Jarang sekali motor itu terkena air kecuali hujah. Penuh debu sampai tak terlihat lagi kalau motor itu baru satu tahun, seperti sudah lima tahun. Merk dan tulisan-tulisan di motor itu tak dapat dibaca lagi. Kupingnya tersumpal oleh hendset dari MP4 yang baru ia beli setelah menerima honor dari Tante Jesca, mulutnya komat-kamit, seperti sedah bernyanyi mengikuti lagu. Tak lain lagu itu adalah lagu Cranberries.

Pretty eyes, pretty eyes
Not a cloud in my day
Not a cloud in my way
Angel eyes, no disguise
No pretention is here
No pretention, no fear

Don't leave me calling
Don't leave me falling
Don't leave me calling
Don't leave me falling


Stay awhile, stay awhile
I will tell you my mind
I will tell you my mind
****
            Ivan telah siap-siap, sudah mandi, wangi dan memakai pakaian rapi dan necis. Ia duduk di sofa ruang tamu. Sambil membaca koran harian sore. Yang memang sudah langganan. Ia menunggu fensnya, janjinya mau jemput tapi tidak tahu jam berapa. Sudah setengah jam ia menunggu tak juga datang. Ia pindah keruang keluarga dan kemudian ia menyalakan TV. Menonton acara info selebritis alias infotaiment. Namun Bibi tiba-tba berteriak hardik,
            “Mas Ivan....ada tamu...nih....” kencang sekali.
            “Iya..iya Bi...” ia pun menekan tombol power untuk mematikan TV. Lalu berjalan menemui tamunya.
            “Hai.....” lo yang SMS itu...? siapa namanya..?” Ivan mengulurkan tangan sebagai sambutan yang amat ramah darinya.
            “Allin,” cewek itu terlihat kikuk.
            “Ayo ...silahkan duduk. Mau minum apa...? jeruk..alfukad atau anggur...?” tatapannya tepat di mata Allin. Ia semakin tak beraturan.
            “Apa aja deh...” Allin juga memberanikan diri untuk menatap jelas wajah Ivan yang penuh senyum dari tadi.
            “Nyantai aja jangan malu-malu,” sindir Ivan melihat tingkah Allin yang serba salah. Allin tidak begitu cantik hanya seksi dan manis. Dengan rok selutut di padu dengan jaket jeans warna biru dongker dan kaos kuning semakin menarik. Namun tidak begitu metching dengan kulitnya.
            “Silahkan di minum” sesaat setelah Bibi menurunkan gelas ke meja. Ivan terus mengintrogasi Allin sampai keakar-akarnya. Dari sekolah sampai kegiatan sehari-hari telah ditanyakan. Mulai dari Ayah sampai ke Eyangnya menjadi topik pembicaraan. Allin memang pendiam. Ia hanya sebagai penjawab sejati.
            Ivan langsung mengajak berangkat sekarang. Sebelum Ayah dan Ibunya pulang. Kacau. Mereka bisa mengintrogasi habis-habisan. Ivan seperti dalam sidang, Ivan sebagai Terdakwa atau saksi. Allin yang menyetir meluncur deras menumbur-ngin-angin santai. Maklum mobil baru. Ivan seperti tuan agun sedang duduk manis di belakang sopir. Geli melihatnya.
            Allin anak seorang pejabat pemerintahan. Jadi wajar saja mobilnya baru dan harganya juga mahal. Entah kemana tujuan mereka. Ivan juga terus saja. Ia sedikit menghilangkan pikirannya yang mengira dan menuduh Allin sebagai seorang jelmaan dari teman-temannya yang jahil. Bukan syerli juga bukan Gugun yang iseng. Sosok gadis pendiam.
****
            Ivan kehabisan kata. Dari tadi hanya dia yang mencari bahan dengan sambutan ia atau tidak. Membosankan sekali baginya. Topik dan jurus penggombalpun terlah habis. Hanya bisa membuat Allin senyum dan manggut-manggut. Ivan memilih diam.
            Entah kemana tujuan allin masih terus saja meluncur dari jalan Moh. Toha terus sekarang di jalan Sunda. Terdiam sebentar masuk lagi kejalan Riau, belok kekiri ia masuk di jalan Ir. Juanda terus lari dengan perlahan. Jalan sedang macet. Tidak menghalangi niatnya terus naik keatas, melewati bawah jembatan layang terus keatas. Dago pakar rupanya.
            Mereka turun, duduk disebuah meja yang setrategis dan enak. Udaranya sejuk dihempas angin sepoy. Jus menjadi lawan duduk mereka. Ivan diam saja.
            “Kok diam...bukannya dari tadi ...” kali ini Allin meledeknya.
            “Iya lo mau bilang kalau gua dari tadi nggak ada berhentinya ngomong. Abisnya elo pendiem banget. Gua jadi kehabisan kata” memotong penbicaraan itu adalah keahliannya untuk menaklukkan musuh dan membalikan fakta.
            Mentari sore terkatup-katup untuk meninggalkan mereka. Hanya cahaya menguning membias di awan seblah barat. Ivan menyalakan rokok untuk menghilangkan kejenuhan.
            “Gue manggil lo gimana...?” tanya Allin hati-hati.
            “Nama aja, biar simpel dan lebih akrab,” kelepas-kelepus menghisap rokok dan menghirup minuman. Namun Allin tak kalah ia mengeluarkan rokok menthol dan menyalakan juga. Deg.... Ivan begitu terkejut “cewek pendiam seperti itu gaul juga.” Pikirnya keras.
“Kenapa elo nggak suka ya cewe merokok.” Tanggap Allin penuh tatapan.
“Nggak..nggak hanya terkejut orang kayak elo pendiemnya tau juga dengan rokok.” Tatap Ivan sangat kosong kearah pohon besar nan rimbun. Burung-burung gereja berterbangan menuju kesarang. Kupu-kupu sesekali menghinggap ke bunga-bunga di taman.
Allin menghisap rokoknya dalam-dalam. Mereka kini terlihat akrab sekali. Allin mulai banyak biacara meski tidak seperti teman-teman Ivan yang lain. Ivan begitu menghargainya sehingga mereka tidak saling tersinggung. Tawa canda kecilpun terus menyelimuti mereka.
Lilin kecil menyala di tengah-tengah meja. Redup, samar, dan Romantis sekali. Ivan jadi ingat Debi, Sari, Heni dan pacar-pacarnya yang dulu. Tangan mereka tergenggam rapat di samping lilin.
Ivan pindah duduk. Memberikan kehangatan pada suasana yang dingin. Jaket hitamnya ia lepas, lalu di tempelkan kebadan Allin. Begitu mesra, perhatian, dan baik. Pikir Allin dalam hati. Allin bersandar di bahunya, kecupan-kecupan kecil dari Ivan. Bunyi jangkrik. Suara alunan musik mellow. Seperti dunia milik mereka sendiri.
Setelah senja menyingsing kafe itu dipenuhi oleh pemuda dan orang-orang tua yang sedang refresing atau sekedar numpang duduk. Tapi, mereka berdua masih berdekapan. Mungkin banyak orang yang tersenyum melihat tingkah mereka berdua. Seketika Allin mengajak ke sebuah tempat yang digandrungi anak muda. Dengan lampu yang gerlapan dan suara musik yang kencang dan manusia campur aduk. Diskotek.
Tanpa basa basi Allin langsung memutar arah setirnya kesana. Mungkin telah terbisa. Rokok ditangan kanannya masih menyala dan sesekali ia menghisapnya dalam-dalam.
Sekonyong-konyong. Ia langsung memesan sebotol bir dari seorang pelayan. Tak ia sangka Allin juga meminumnya santai. Tergeleng-geleng hatinya. Canda tawa mereka tak terkalahkan oleh musik disco dan teriakan pengunjung lainnya.
Dem...dem...dem dedem..! keras benar musiknya. Tegukan demi tegukan menghaantarnya dalam dunia bayang-bayang. Allin terus menyeruput dari gelas penuh kebahagiaan. Allin mengajak Ivan dansa. Namun Ivan tak pernah sama sekali berdansa seperti itu. Biasanya ia hanya sekedar minum bir dan bercanda. Dalam keadaan tak terkendali ia berdansa. Namun orang-orang disampingnya sebenarnya tertawa. Dansanya lucu, keras, kejang, kaku. Kakinya terlipat-lipat tak tentu. Tangnnya pun sama. Banyak sekali orang yang menertwakannya. Sampai mereka berhenti. Semua melihatnya dan terkikik-kikik. Ivan merasa kalau dia di tertawakan. Ia langsung marah-marah dan memaki-maki mereka. Namun ada yang tidak terima,
“Elo mau ngajak ribut disini...” seorang lelaki bertubuh gelap. Ivan dalam keadaan pembrani. Ia langsung mendorong pundak lelaki itu. Baku hantam terjadi dengan keras ivan tersungkur. Setiap ia melayangkan tinjuan selalu tak tepat. Namun sekali hantam dari lelaki itu, remuk pipinya. Allin teriak-teriak melerai namun lelaki itu masih tak puas, ia mengangkat kerah baju Ivan lalu menghantamnya di perut. Ivan muntah air. Semua yang ia minum tadi keluar. Teriakan Allin bercampur tangis mengundang satpam dengan segera. Mereka disuruh bubar para penontonpun duduk di meja masing-masing.
Allin masih terisak-isak sambil merangkul idolanya masuk kemobil. Dibantu oleh satpam. Allin menyetir dengan hati-hati sekali. Ivan tersandar lemah. Ia mabuk. Tujuan Allin satu-satunya adalah hotel. Memutari kota mencari hotel yang setrategis.
Sampai ditempat parkir ia masih melihat Ivan dengan penuh kasihan.
“Van, maafin gue ya....? kalau gue nggak ngajakin elo dansa pasti nggak akan terjadi hal seperti ini.” Ucapnya penuh kesalahan. Ia keluar untuk mengurus administrasi. Ivan masih didalam mobil ia sepertinya tertidur.
Dibantu satpam ia menggotong Ivan ke kamar 208. kemudian di baringkan diatas kasur. Allin begitu menyesali perbuatannya. Ia duduk di kursi depan cermin sambil membuka bondu dan asesoris yang ia pakai. Ia mengambil air panas dan sapu tangan untuk mengompres memar di pipi Ivan. ia membuka baju Ivan yang penuh dengan muntahan. Mulutnya bau bir, sama mereka berdua.
Allin tertidur di pelukan Ivan. capek sekali spertinya. Sendal hak tingginya saja belum sempat ia lepas.
****
Ivan begitu kaget. Kenapa ia bisa tidur dipeluk oleh Allin. Apa yang sudah diperbuat Allin padanya. Terus mukanya yang terasa nyeri, butek sekali ia bangun badannya sakit semua. Ia langsung meloncatkan kepala. Allin begitu terkejut.
“Elo udah apain gua,...?” wajahnya sangar dan penuh amarah. Ia langsung menarik tangan Allin keras. “Elo ngajak gua minum bir terus elo manfaatin gua saat gua mabuk,” tak sempat sama sekali Allin memberi penjelasan padanya. Ia begitu marah ia langsung menampar pipi Allin dengan keras.
“Van...Ivan....gue bukan cewek yang seburuk elo kira,” ia teriak-teriak memanggil Ivan. namun sama sekali tak diabaikan. Ivan langsung pergi dengan bantingan pintu kamar yang keras.
“Brengsek lo..!” ucap Ivan kesal.
Allin hanya bisa menangis menahan seluruh sakit hatinya. Perbuatan baiknya dari tadi malam tak satupun terbalas dengan madu.
“Itu semua gara-gara minuman jahat itu,” suaranya penuh tangisan. Air matanya terus menggenangi pipinya. ia merasa sebagai wanita kotor oleh idolanya sendiri.
Ivan dengan buru-buru langsung mencari taksi.  Dalam perjalanan ia begitu menaruh kekesalan dengan orang yang baru ia kenal kemarin itu. Ia merasa begitu cepat mempercayai seorang perempuan yang belum ia tahu asal-muasalnya.
Sesampainya di rumah ia terus mengingat-ingat apa yang telah terjadi tadi malam. Namun ia tak ingat, hanya minum bir, tertawa dan merokok. Kemudian ia bercermin.
“Kenapa pipi gue memar ya...?” terus badan gue sakit semua. Kemudian ia ingat kalau dia berdansa dan ia ditertawai oleh banyak orang.
“Oh ...iya gua mabuk dan berantem dengan salah seorang pengunjung disana,” tapi selepas itu ia sama sekali tak ingat. Tak tahu kenapa ia bisa di hotel dan bajunya terbuka, terus Allin tidur di pelukannya.
**BERSAMBUNG**

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.