Friday, March 22, 2013

Cerbung : Perempuan Setengah Hati 16

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)

Bagian 16
Fivety – Fivety

Hari ini kosong blong, tak ada kuliah dan kegiatan. Jadwal show sedang sepi, dia kurang informasi,. Mungkin karena dia seorang model Free Lance, jadi harus benar-benar peka terhadap informasi dan mengejarnya jika ada suara-suara tentang dunia model atau slentang-slenting dari teman-temannya. Entah itu acara fashion atau lounching atau pameran suatu produk.
Dulu dia pernah terikat dengan sebuah Ijensi namun ia keluar karena potongan dari pihak Ijensi sangat besar. Honor yang tidak seberapa dipotong hingga tiga puluh sampai dengan lima puluh persen. Siapa yang tidak kecewa. Ada juga segi positifnya, kalau di ijensi, tak pernah sibuk mencari informasi atau mengejar dan mendaftarkan diri, atau mencari lowongan. Cukup di rumah menunggu panggilan dari pihak Ijensi, mereka yang mencari dan menawarkan. Dalam kehidupan ini tentu ada dua pilihan dan dua sifat. Positif dan negatif. Enak dan susah. Rugi dan untung.

Bila tidak tergabung di Ijensi maka, kita akan mendapat keuntungan. Tidak terkena potongan paling-paling hanya pajak.itu adalah hal yang wajib bagi WNI yang mempunyai penghasilan untuk menambah kesehteraan dalam pembangunan negara tentunya. Hanya berkisar antara lima persen kebawah. Sepenuhnya honor itu milik kita. Sebagai kebalikan dari Ijensi, bila free lance harus jeli dan peka terhadap info model. Mencari sendiri.
Ivan sedang memikirkan tawaran dari salah satu Ijensi yang menghubunginya kemarin. Ijensi itu tertarik setelah ia melihat Ivan menjadi model dalam majalah ternama. Ia belum menjawab atas tawarannya, perlu berpikir panjang untuk menimbang dan memilih.
Ia juga tidak punya manajer. Semua urusan ia selesaikan sendiri, dari jadwal, honor sampai dengan tetek bengeknya.banyak keuntungan yang bisa didapat. Mungkin dari kesiapan sampai kesanggupan dan tawar-menawarharga.
****
Ijensi baginya hanya sebagai batu lompatan untuk mengenal para disigner dan teman-teman seprofesi. Karena dia lebih suka bebas. Banyak temannya yang memberi solusi,
“Udah...dari pada elo pusing-pusing mendingan lo kayak gue, ikut dan tergabung di Ijensi. Mudah Van.” Deni yang mempunyai usul seperti itu. Namun Gugun lain halnya ia malah setuju kalau free lance. Karna ia juga free lance,
“Van, enakan free len, nggak banyak tetek bengek.”
Ivan masih saja terdiam jika temannya memberi usulan dan tanggapan atau saran sekalipun.
“Ah, Ijensi atau free len sama aja. Sama-sama ada untungnya dan ada ruginya.” Santai sekali ucapannya. Tak terlihat memihak sama sekali. Kebetulan ia juga banyak kenal dengan disegner. Kemarin saja Mbak Novi sudah memesannya,
“Kalau ntar desain-desainanku sudah layak dipromosikan, elo modelnya ya...?” tangannya merangkul-rangkul pundaknya. Mbak Novi memang seperti kakanya sendiri. Dialah yang memberi pengarahan dan jalan hidup sebagai model. Tak salah lagi kalau Mbak Novi sebagai pahlawannya dambaannya. Ia sering memberi nasehat dan pengarahan.
Ivan minta pertimbangan kepadanya tentang Ijensi. Namun dia tidak memberi keputusan yang jelas. Menyuruh atau melarang, dia hanya memberikan pengertian bahwa diantara Ijensi dan free lance itu sama saja fivety-fivety. Ivan manggut-manggut paham.  
Sedikit yang Ivan simpulkan, yaitu ia masuk disebuah Ijensi. Ia tak lagi memikirkan materi yang ia dapat. Melainkan popularitas. Di ijensi itu juga menyalurkan bakat akting alias main flim. Itulah harapannya yang terpendam.
**BERSAMBUNG**

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.