Tuesday, March 19, 2013

Cerbung : Perempuan Setengah Hati 15

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)



Bagian 15 
Fens Club
 Majalah besar pastinya ingin dikagumi oleh pembaca dan akan memberikan perubahan baik secara langsung atau tidak langsung, itulah harapan mereka sebagai media. Apalagi media itu adalah media remaja, di mana para anak muda untuk memperoleh informasi tentang model, gaya hidup dan penampilan mereka. Tak hayal jika majalah akan mencari model untuk mengisi pada suatu kolom atau rubliknya adalah seorang model yang disukai dan dikagumi banyak orang.

Hari ini Ivan datang ke lokasi pemotretan kebetulan di pantai background yang di minati oleh fotografernya. Suasana pantai memang sangatlah menarik dengan hempasan ombak. Pasir-pasir putih yang terus melekat pada telapak kaki dan ribuan bintang laut yang terdampar oleh kencangnya terpaan ombak. Bebatuan yang mencerminkan gejala alam, karang yang membuat begitu bervariasinya alam kita. Turis-turis pun tak pernah melupakan pantai-pantai di Indonesia yang pernah mereka datangi. Begitu bangga menjadi warga negara yang mempunyai keindahan alam. Jika kita tak mau merawatnya sangat disayangkan sekali. Namun tidak sedikit pabrik-pabrik membuang limbahnya ke dalam laut.
Ia sampai di lokasi langsung disambut meriah oleh fotografer dan make upnya. Namun ia tak ragu dan tak gerogi sama sekali meski mereka baru saling mengenal, keakraban mereka sudah tak terkalahkan dari yang sudah kenal selama satu tahun. Ivan memang orang yang mudah akrab bila berteman dan dia sangat bisa menghargai lawan bicara atau teman bekerja dan kliennya.
Saat pemotretan berlangsung tawa, canda juga terus mengiringi mereka dari mulai kesalahan dalam berpouse sampai dengan tempat mereka yang tak setrategispun menjadi bahan. Ia terlihat risih selama disana. Oleh prilaku sang make up , sebentar-sebentar ia terus dirapihkan, seperti aktor film.
“Mas jangan sering-sering dong...” tawa renyahnya membuat mereka terundang membuka bibirnya untuk tertawa. Namun logat dan gelagat Make up menjadi ia tak pernah marah, kewanita-wanitaan.
Setelah pemotretan selesai ia ngobrol-ngobrol sebentar untuk menghilangkan kejenuhan dan capek. Mereka saling bertanya latar belakang sampai pengalaman mereka di dunianya masing-masing. Tak salah jika Ivan menceritakan tunggang- langgangnya di dunia model dan perkuliahan. Sedangkan fotografer itupun menceritakan pengalaman dari mulai lahir sampai menjadi sekarang ini, bila saja di tulis maka akan menjadi sebuah biografi yang kurang lebih panjangnya empat sampai lima ratus halaman. Tak mau mengalah Rendi juga menceritakan pengalamannya sehingga gelogatnya seperti wanita.
            Snak dan minuman dingin yang menjadi pengiring obrolan itu. Berkali-kali Ivan menyeruput minuman itu dan mengambil biskuit yang terserak, rokok menjadi penutup. Kebulan asap mengapung dan tertiup oleh kencangnya terpaan angin pantai.
            Ivan pulang bersama-sama mereka, hanya saja Ivan mengendarai motor. Padahal  sebelumnya mereka telah menyuruh Ivan ke studio dulu dan kemudian berangkat bareng kelokasi, Ivan memilih berangkat sendiri ke sana menggunakan motor karena mobil andalannya sedang dirawat di bengkel. Sangat jauh sebenarnya dari rumahnya, sekitar dua jam bila tidak terjebak macet di jalan.
            Sampai rumah sekitar jam tujuh malam. Ia langsung mandi dan kemudian tidur. Capeknya tidak kepalang. Ia tidak ingat kalau ia ada janji dengan teman-temanya untuk ngumpul di kawasan Dago pusat kota. Deru-deru mempi menjelma, mengusik dan meradang disetiap detik di mimpinya.
****
            Pagi yang ceria. Embun dan angin yang sejuk menusuk dan menepis disetiap eroni-eroni. Ia bangun dan menekuk-nekuk tubuhnya. Serasa pegal-pegal di seluruh persendian dan tulangnya. Kemarin ia begitu penat sehingga badannya menjadi sasaran utama. Tertunduk pulas di hadapan cermin menatap raut mukanya yang asli. Tanpa make up. Kemudian ia berjalan menuju wastafel untuk mencuci muka dan sikat gigi. Tidak mandi. Biasa ia mandi bila ia akan berangkat kesuatu tempat atau ke pesta saja tapi, kalau dirumah ia bisa sampai tengah hari.
            Kopi hitam dan sepotong roti panggang menemaninya di teras samping kamar. Sebungkus rokok dan korek api itulah pembangun semangat pagi baginya. Kemudian ia berdiri dan bersandar di tiang kayu penyangga genteng. Melamun. Sepertinya ia telah terbawa oleh arus para seniman dan sastrawan yang kebanyakan dari mereka melamun dan berkarya. Inspirasi itulah yang mereka cari dan mereka akan mengorek sedalam-dalam mungkin jika menemukannya. Ia membalikkan badan, masuk ke kamar. Laptop yang duduk rapi diatas mejanya menjadi tujuan utama. Kemudian ia memboyong keteras bersama carger dan kabel-kabel. Ia mendapat Inspirasi.
Menusun kabel dan mencolok-colokan ke terminal listrik itu adalah kerjaannya setiap waktu. Di kosan temen di kelas dan membaca di perpustakaanpun itu yang ia kerjakan. Tak salah jika di bilang sebagai kutu laptop. Ia pernah membaca sebuah sebuah buku tentang kebebasan (Road to the freedom) mengatakan, “Jika kita terikat pada sesuatu alat elektronik itu berarti kita bisa dibilang telah tidak mempunyai kebebasan lagi,” Ia tidak peduli rupanya.
“Jika perbuatan itu menimbulkan karya dan kita tidak merasa kehilangan atau tertindas itulah kebebasan,” Mengerutu saat ia teringat akan buku itu. Padal Ivan sangat banyak mengeruk pengetahuan dari buku itu. Dari mulai kebebasan berfikir, kebebasan berpendapat dan sebagainya.
Kini ia telah menyalakan laptopnya. Dan menulis kata-kata yang tergambar semua di dalam pikirannya. Ia ingat kalau tiga hari lagi foto-fotonya kemarin akan terbit. Ia tersenyum sendiri mengingat saat di pantai kemarin ada sekerumun pemuda yang sedang memainkan gitar dan menyanyikan lagu Jamrud “Telat tiga bulan” begitu sesuai dengan suasana pantai dan pasirnya.
Gugun datang bersama pacarnya Nania. Pasangan itu sungguh awet sekali.
“Wah...lagi sibuk Van....” Gugun sekarang sudah biasa dirumah Ivan. Ia langsung masuk dan menemui Ivan diteras. Sebelumnya ia tanya dengan pembantu Ivan dan menunjukkan kalau Ivan ada di sana.
“Gimana pemotretan kemarin...? Asik nggak...?” Nania tersenyum-senyum melihat pacarnya. Rambutnya acak-acakan memang hasil rebonding tapi kalau acak-acakan seperti  banguntidur. Jadi  tidak rapi juga.
“Lumayan, elo ada perlu apa kesini, biasanya ada tugas nih...?” tebak Ivan sambil menyulut rokok.
“Nggak...mau main aja, asik dong honoriumnya. Gede ya...?” tawa Gugun meledek.
“Mudah-mudahan aja nggak ngecewain.” Mereka terus terlarut dengan obrolan-obrolannya tentang pemotretan, fashion, dan seputar dunia model.
****
Ivan permisi keluar saat perkuliahan.
“Halo...” padahal ia paling tidak suka ada orang yang menelponnya saat jam pelajaran alias jam kuliah.
“Ini siapa...?” singkat saja.
“Nanti telpon lagi aja aku masih kuliah.” tumbur saja saat penelpon tak dikenal itu mulai bergerak untuk bicara. Dalam hatinya ngomel-ngomel “Kirain penting nggak taunya iseng. Pantes dari tadi mis col-mis col terus,”
Ia sama sekali tidak ingat kalau hari ini majalah itu terbit. Di sana identitasnya semua dicantumkan dari mulai nomor Hand Phone sampai dengan kesukaan dan cita-cita dicantumkan. Biasanya tertulis kalau mau menghubungi dipersilahkan.
Sepulang kuliah ia mampir di perpustakaan dan menyalakan laptop. Disana jaringan internet gratis tersedia. Cuma tinggal menyambungkan saja. Meskipun loudingnya lama tapi justru mengasikkan. Saat ia membuka e-mail, bertumpuk-tumpuk pesan yang belum di baca. Ada yang menanyakan setatus percintaan, sampai dengan mengajak ketemu, dan makan. Ia masih heran sendiri.
“Kok banyak banget sih yang kirim imel ke gua, dari mana mereka dapat alamat emailnya. Terus, yang mis kol ke Hp gua juga banyak banget. Resek ...” hatinya jengkel sekali.
Kemudian ia menerima telpon,
“Halo...Tante Jesca...ada apa..nih...?.” kemudian ia berjalan keluar dari perpustakaan. Di dalam perpustakaan dilarang berisik apa lagi menerima telpon. Nada dering saja harus di pelankan kalau perlu hanya getaran. Mengganggu bagi mereka yang sedang konsentrasi membaca. Itulah alasan utamanya.
“Van udah saya kirim honornya ke nomor rekening kamu. Dan majalahnya sudah dikirim lewat pos, ke alamat rumah kamu.” Jelaskannya.
“Udah terbit ya..? pantesan dari tadi, banyak banget yang miskol gua, terus imel gua juga penuh.” tumbur Ivan ceria. Tante Jesca pun diam saja dan langsung mengakhiri pembicaran singkat mereka.
Syerly juga turut mengirim e-mail dengan ucapan-ucapan kekaguman dan memuji. Lalu Ivan membalasnya dengan satu jawaban ke seluruh alamat e-mail yang masuk. Sangat singkat sekali tulisan di di kolom e-mailnya “Terima kasih atas pujian, dukungan, komentar, saran dan partisipasi kalian semua. Saya sangat bangga sekali bisa mengenal kalian meski hanya lewat e-mail. Saya hanya kasih saran “Buat aja fens club.” Ha...ha...” tulisnya dengan ramah. Ia juga tersenyum-senyum sendiri.  
Ivan juga membalas bagi yang kirim SMS namun lebih singkat lagi. “Kalau mau puas lewat e-mail.” Dan yang menelpon ia menganjurkan membuat fens club. Para fensnya semua tertawa cekikikan saat membaca e-mail, SMS dan mendengar jawaban melalui telpon.
Satu jam ia di perpustakaan. Kemudian ia beranjak pergi meninggalkan termpat penuh ilmu itu dan menuju ketempat tongkrongan mereka biasa. Kantin. Tapi di sana hanya ada Anto, Sonni dan dua temannya yang lain.
“Gugun mana...To’...?” sangat khas sekali saat ia memanggil nama Anto. Dengan akhiran seperti mentok. To’. Bukan huruf K.
“Biasa. Gugun pemalas banget. Katanya sih sibuk. Tapi yang jelas dia males kuliah Van,” mereka semua tertawa cekakakan seperti mendengar atau sedang menonton pelawak. Ivan duduk di sebelah Sonni,
“Dian gimana kabarnya Son...?” basa-basinya sungguh membuat orang teringat masa lalu. Padahal ia tahu kalau mereka sedang ada masalah. Merekapun ngobrol dan saling menanyakan satu sama lain.
**BERSAMBUNG**

 

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.