Bagian 14
Kontrak
Bajunya lusuh dan kusam, duduk di sebuah
trotoar jalan. Itulah yang ia pandang sore itu setelah pulang dari rumah Yadi.
Tak difikirkan sama sekali, ia langsung saja menyelip dua motor di depannya.
Saat di perjalanan ponselnya bergetar-getar. Entah dari siapa, tak juga
diangkatnya. Setelah sampai dirumah baru ia lihat.
“Dua panggilan tak terjawab dari Mas
Dodi”. Gumamnya pelan. “Gua harus telpon dia kayak penting,” Tombol-tombol di telphon
genggam, itulah sasarannya.
“Halo...Mas Dodi apa kabar...?” suaranya
sangat semangat sekali. “Ada apa Mas tadi kok mis kol- mis kol. Tapi, gua lagi
di jalan jadi nggak sempet ngangkat.” Tanpa ada waktu senggang untuk memberi
peluang bicara pada Mas Dodi.
“Gini Van, kamu jadi kan ..? yang saya
bilang kemarin...?” pelan Mas Dodi jelaskan.
“Iya...Mas jadi...! emang kenapa gitu
Mas..?”
“Cuma ngasih tahu aja kalau besok siang
acaranya,” terlihat serius mukanya mendengar kata demi kata dari Mas Dodi.
“Oh....Gitu,....Ya udah Mas
ya...Da..da...!”
“Yuuuk...”
Ia menekan salah satu tombol lagi untuk menghentikan pembicaraan mereka.
Langsung ia masuk ke kamar.
“Kak...Kak Ivan.. bantu aku dong kerjain
PR...” Resti adiknya sedikit centil tapi manis dan baik.
“Entar,...Mau mandi dulu...” Ivan
membanting pintu kamarnya.
“Janji ya....” seru Resti gembira. Soalnya
ia susah sekali bertemu dengannya.
Gugun siap-siap mau pergi ke rumah Ivan ia
mau mengerjakan tugas kuliahnya. Besok harus dikumpulkan. Dengan sarung tangan
dan helm menutup kepalanya ia langsung meluncur deras menembus sel-sel angin
yang terbentang diseluruh alam. Benturan-benturan angin dinginpun bukan lagi
halangan baginya untuk sampai di rumah Ivan secepat mungkin.
Setiap kali lampu merah ia berhenti dan
kembali menekan gasnya jika lampu telah mulai berwarna kuning dan kemudian
hijau. Jaketnya melambai-lambai bagaikan sayap malaikat yang sedang terbang
mengontrol semua kegiatan manusia di bumi. Tak hayal hanya setengah jam ia
sampai di rumah Ivan.
Tangannya langsung menekan Bell yang
tersedia diatas kiri pintu. Buru-buru Adiknya membukakan pintu setelah
diperintah oleh Ivan.
“Mau kesiapa Mas...?” tanya adiknya
tenang.
“Ivan ada...?” tatapan langsung kearah
kamar Ivan yang terlihat dari luar terang.
“Ada tapi, ...dia sedang ngerjain PR
aku...” ucapnya lugu dan jujur sekali. Ia sepertinya sangat takut sekali kalau PR
yang dikasih oleh Bu guru tak terselesaikan.
“Siapa....?” teriak Ivan dari kamar.
“Temen Kakak.” Sahut Resti keras.
“Suruh masuk...” kemudian Adiknya
mempersilahkan Gugun masuk dan duduk di sofa.
“Tunggu sebentar ya bang...mau minum
apa...?” Adiknya bersikap sopan sekali. Tidak seperti biasa, bila menerima
tamu-tamu Kakaknya.
“Apa aja deh...!” jawab Gugun sambil
meletakkan pantatnya pelan-pelan di atas Sofa warna cream. Empuk sekali.
“Eh ...elo Gun...Tumben Nih bisa nyampek
sini...?” tawa wereka berdua mengumbar diseluruh sela-sela rumah sampai
kesudut-sudut ruangan sekalipun.
“Gua belum ngerjain tugas Bro’, elo udah
belum...?” tegang sekali wajah Gugun saat itu.
“Udah lah....gua rajin, jadi lo mau minta
failnya ..nih...?” tersenyum-senyum Gugun atas tebakan Ivan yang tak meleset
sedikit pun.
“Tadinya sih mau ngerjain bareng-bareng
tapi, kalau elo udah gua ngopi aja. Biar nanti gua edit.”
“Yuk kita ke kamar aja...” ajak Ivan sambil
mengangkat minuman yang di buatkan oleh adiknya tadi.
“Kak...udah selesai belum PRku...?”
“Udah..Udah. ambil tu di meja...” sambil
menuju kamar yang terpenuhi oleh poster-poster.
“Kamar lo kacau gini Van.” Caci Gugun
melihat kotor dan penuh sekar asli dari rokoknya setiap hari. Gugun adalah
cowok rajin dan pembersih sangat heran kalau dunia Ivan yang modis ternyata
jorok.
“Ah..biasa cowok ..” jawabnya santai tanpa
ada rasa malu. Mereka terus ngobrol dan Gugun terbiasa curhat dengannya sejak
dulu. Sampai jam 11 mereka masih bercakap-cakap.
“Tidur sini aja Gun...” Ivan menawari.
Namun Gugun terlihat memikirkan atas tawaran Ivan itu. “Udah malem. Ngapain
juga, istri juga belum punya.” Tambah Ivan meledek. Gugun tersenyum-senyum
seperti setuju.
****
Sinar matahari siang telah tepecah-pecah
dan terpantul menembus kamarnya yang berhadapan pas dengan arah terbitnya.
Gugun terbangun dan langsung menuju kamar mandi namun Ivan masih begitu nyenyak
tidurnya. Tadi malam ia didepan layar LCDnya sampai jam tiga sedangkan Gugun
tak sanggup mengikuti mata Ivan.
Setelah Gugun keluar dari kamar mandi
tangannya basah dan ia menciprat-cipratkan kemuka Ivan. Ia terbangun dengan
muka kusut dan mata yang merah.
“Jam berapa Gun...?” tanya Ivan malas.
“Jam sembilan.” Dengan singkat gugun
menjawab. “kuliah nggak lo...? jam sepuluh masuk Van...” teruskan Gugun seraya
memberi tahu alias mengingatkan. Ivan pun langsung bangkit dan menarik handuk.
“Elo nggak mandi Gun..” Gugun tetap di depan
cermin memperhatikan mukanya sendiri. Ia seakan-akan bosan melihat dirinya
sendiri.
“Entar ah....” kemudian ia memakai bajunya
yang tersampir di atas tumpukan baju Ivan lainnya. Ia langsung menyalakan musik
dari winamp. Tidak keras namun jelas itu lagu ROLLING STONES bait-bait
lagunya seperti ini,
................
As
I sit by the fire
Of your warm desire
I've got the blues for you, yeah
Of your warm desire
I've got the blues for you, yeah
Every
night you've been away
I've sat down and I have prayed
That you're safe in the arms of a guy
Who will bring you alive
Won't drag you down with abuse
I've sat down and I have prayed
That you're safe in the arms of a guy
Who will bring you alive
Won't drag you down with abuse
……………
Lagu ini pernah mengingatkan Gugun saat ia berada
dirumah Pacarnya mau putus. Dari kamar kakak pacarnya terdengat lagu ini.
“Elo dapet undangan show hari ini nggak
Gun...?” sambil mengeringkan rambutnya yang baru saja di kramas.
“Dari Mas Dodi kan..?” Ivan
mengangguk-anggukkan kepala. “Dapet.” Gugun duduk di Kasur sambil memegan
sebuah novel debutan.
****
Setelah pulang kuliah ia langsung pulang
ke rumah dan menyusun peralatan untuk show nanti malam. Begitu sibuk ia
mempersiapkan semuanya, biasanya ia kerjakan semuanya malam sebelum acara namun
tadi malam ia lupa karena ada gugun dan ia juga sangat asik dengan laptopnya.
Sangat beda sekali minggu terakhir ini, ia menjadi begitu mencintai Laptop.
Setiap waktu luangnya ia curahkan terhadap laptop alias Note Book.
“Ah ada yang ketinggalan lagi.” Setelah ia
sampai di pintu.
Sesampainya di lokasi, di sana Cuma dia
yang ditunggu, semuanya telah duduk manis di depan cermin. Begitu ia datang
semua tercengang melihat tampangnya yang berantakan.
“Elo udah mandi apa belom...?” ledek
Gugun.
“Brengsek lo..emang gua kambing.” Ia duduk
di dekat Dian dan teman-temannya di kursi hias.
“Cepetan keruang ganti acara sebentar lagi
di mulai.” Kata Ronal sebagai make up hari itu.
Show telah dimulai dengan lenggokan dan
cara mereka saat parade, catwolk, pouse,
saat melakukan steep. Sangat indah sekali. Tepuk tangan mengiringi mereka kilat
bliz kamera juga menjadi suguhan mereka. Para designer terus menyeleksi dan
melirik kanan kiri dari mereka yang terjejer di pentas. Mereka orang-orang yang
cocok untuk menjadi model mereka setelah mereka mempunyai rancangan-rancangan
baru. Tidak hanya designer saja namun para lelaki pengusaha yang masih mencari
pasangan hidup juga lirik sana lirik sini. Cewek-cewek ABG yang teriak-teriak
tak karuan juga membuat semakin semangat saat berpouse.
Setelah selesai acara mereka langsung
menuju keruang ganti. Cewek-cewek begitu ribut. Ivan menelusup masuk dan keluar
dengan hati-hati. Tiba-tiba Tante Rine memanggilnya kencang
“Van, sini dulu....!” Ivan terputar
kepalanya mencari arah dan asal muasal suara panggilan namanya itu.
“Iya..ada apa tante...?” berbalik ia
menuju ke sana.
“Gini kami sedang mencari model untuk
kafer majalah, kamu bisa kan...?” dengan sopan sekali ia berkata.
“Oh bisa...bisa...” ujar Ivan
berkali-kali. “kapan pemotretannya
Tante...?” tanyanya kembali seperti mengharapkan.
“Nanti kita atur. Kita bicara di ruangan
sana aja. Disini bising banget,” Berjalan beriringan seperti anak dan Ibu.
“Disana pihak majalahnya udah nungguin. Kalau cocok kita langsung tanda tangan
kontrak.” Perjelas kembali ucapan-ucapannya yang tadi terlihat semrawut.
Di sana duduk seorang perempuan seumuran
Tante Rine.
“Kenalin ini Ivan.” Tante Rine
memberitahukan kepada Tante Jesca sedang duduk tersipu. Anggun sekali. Ivan
terlihat kikuk di depan perempuan itu.
“Oke...saya setuju,” Dan diteruskan dengan
perjanjian dan kesepakatan kontrak yang menjadi acuan atau landasan atas
kerjasama mereka nanti.
**BERSAMBUNG**
No comments:
Post a Comment