Bagian 13
Biarkan Memilih
“Van, tolongin Ibu…” pinta Ibu saat keluar
dari mobil membawa banyak belanja. Sudah terbiasa bila awal bulan mereka
selalu belanja untuk persediaan. Ivan tak langsung merespon. Ia masih termangu
dengan laptop dan buku catatan kecil yang selalu ia bawa kemanapun.
“Ivan,…”
seru kembali ibunya.
“Iya
Bu…” sambil lari ia memakai kaos oblong warna putih dengan tulisan di punggungnya
“COOL!!”.
“Tolong
bawain yang di dalam sangkek di jok belakang,” Tunjuk Ibu berusaha memberi
tahu. Kemudian ia berjalan masuk beriringan. Jinjingannya kanan-kiri sekitar 25
kg.
Ia kembali ke kamar meneruskan
beberapa ketikannya tadi. Ia teringat Emma, Debi, Sari, Heni dan
pacar-pacarnya dulu. Sepertinya inspirasi dari berbagai cerita dan
puisinya. Seketika pula ia ingat
perkataan Yadi yang pedih “Aku suka kalau ternyata bekasku masih ada yang mau,”
muak sekali ia dengan kata-kata itu.
Setidaknya ia akan tahu kalau ternyata
dunianya kini telah diketahui oleh banyak teman dan sahabatnya. Ia juga ingat
kalau profesi modelnya itu hanya sementara, jika ia nanti sudah melampaui batas
umur maka ia takkan mendapat kontrak atau job lagi. Begitu pula kisah
asmaranya.
From : Mas Dodi 17:36:04
Van, ada Job mau ga..? tgl 19 mggu dpn.
Loncing produk. Bls skrng
Tersenyum manis ia membaca SMS dari mantan
manajernya dulu. Ia sangat baik sekali namun ia sedikit kewanita-wanitaan. Dari
sikap, gaya jalan dan kesukaan.
To :Mas Dodi 17:40:16
Boleh....Gw lg nyantai. Atur aja.
”Sent”
Beberapa minggu terakhir ini ia sangat
luang sekali. Jobnya sangat
sepi dan adapun ia sering menolak karena bentrok dengan kuliah. Ia rajin kuliah
baginya semua itu hanya sampingan dan yang paling utama kuliah kecuali itu
mendukung repotasinya nanti. Ia sering mengatakan pada teman-temanya “Kuliah
itu nomor satu, kalau yang lain itu hanya sebagai pengisi waktu luang.”
****
Beberapa
hari ia tidak pernah jumpa dengan Emma. Ia sibuk dan Ivan pun sering bercumbu
pada laptopnya. Ia ingin buktikan apa yang dikatakan seseorang saat diskusi.
Malam ini ia ada janji dengan anak-anak di tempat biasa nongkrong. Mereka ingin
kumpul bareng.
Yadi
menemui Emma sepertinya mereka masih saling cinta hanya kegoisan yang membuat
mereka seperti itu. Mereka saling menyudutkan satu sama lain, tak hanya Yadi.
“Gua
sayang banget ma elo, tapi ngapain lo begitu tega nyakitin perasaan gua dengan
cara lo yang seperti itu.” Ucapannya begitu lemah. Emma hanya bisa menangis dan
tak sanggup ia memberi alasan apapun. Ia juga sangat sayang. Namun ia juga
sakit hati karena ia diputuskan tanpa alasan yang jelas.
“Yad,
coba kamu pikir. kamu putusin aku tak jelas alasannya. Aku tak pernah buat kamu
sakit hati atau aku selingkuh. Aku berbuat seperti ini, hanya ingin kamu sadar.
Aku juga begitu sayang dengan kamu.” Mereka semua luluh seketika dan mereka
kembali terlarut. Namun setatus mereka tak jelas.Ivan sedang minum Bir disebuah
kafe dengan teman-temannya. Ia juga kesal dengan dirinya sendiri.
Sungguh
menakjubkan. Yadi adalah cowok yang sangat pantang diduakan namun kini terlihat
beda sekali. Emma kekasih Ivan juga kekasihnya yang tak jelas hubungan mereka.
Namun Ivan sendiri tak mengetahui persis. Namun ia terus jalan dengan Heni, Heni
sebenarnya perempuan yang tabah dengan perbuatan Ivan yang semaunya. Beberapa
kali ia telah diledek dan disakiti laki-laki buaya itu.
“Van,
kamu bisa nggak hanya mencintai aku.” Itulah harapan Heni selama ia berhubungan
dengan Ivan. Ia hanya pelampiasan kegelisahan Ivan. Tak hayal jika Heni juga
berusaha untuk mencari cowok yang lebih bisa menghargainya. Ia terlalu
mencintai Ivan.
Sabtu
malam ia jalan-jalan dengan Heni utuk mengintari kota dan sebagai pengisi
weekendnya. Ia sengaja tidak jalan dengan Emma karena dia yang meminta. Katanya
dia ingin pergi kerumah saudaranya bersama orangtuanya. “Entahlah.” Hati Ivan
membantah kaku. Mereka berhenti disebuah rumah makan padang tempat diasa ia
makan. Diparkiran ia melihat mobil dengan plat D 1403 CW.ia kenal sekali mobil
itu. Ia tidak jadi turun dari mobil. Sepertinya ia menunggu pemilik mobil itu.
“Kenapa
kita nggak turun Van,..?” Heni penasaran. Ivan hanya diam saja, malah menyulut
rokok. Heni semakin tidak mengerti.
“Entar
dulu. Kalau udah rada sepi.” Tutupinya. Namun dari gelagatnya sangat kelihatan
sekali kalau ia sedang menunggu sesuatu.
Ternyata.....!
Yadi tengah menggandeng seorang wanita dengan mesra. “Dia Emma..” teriak dalam
hati Ivan. Namun ia langsung menutup kaca mobilnya. Setelah semua lenyap ia
mengajak Heni turun. Sambil makan ia begitu kesal. Sangat kesal. Langsung ia
mengirim SMS,
To : Emma 20:07:10
Acara kel. Nya
dmna sih..? udh slsai blm...? kpn plang nya. Ksh tau ya...? lz
“Sent”
ia teruskan kembali makan. Heni seperti sangat
merasakan keganjalan cowok disampingnya itu.
“Ada
apa sih ... kok terlihat gelisah gitu... kamu sakit ya..?” Hani menunjukkan kalau
ia adalah perempuan yang sangat perhatian. Benaknya yang tak karuan. Ia masih
menimang-nimang telphon genggamnya. Dan tangan kanannya masih memegang sendok.
Tatapan Heni begitu tajam menembus relung kalbu Ivan. ia tahu kalau cowoknya
sedang menyimpan sesuatu tetang yang lain darinya.
From : Emma 20:14:06
Di Garut. Blm
slsai. Mungkin bsok ak plang. Kangen ya...tahan dong sayang...! ak jg kngen.
Langsung dibalasnya SMs dari Emma,
To :
Emma 20:16:18
Gw tau lo
bohong. Lo skrang lg sm Yadi, iya kan..? jgn bhongi ak. Brengsek...!
“Sent”
Ia langsung mengantar Heni pulang setelah
selesai makan. Ia sangat kacau pikirannya. Namun beberapa kali SMS masuk dari
Emma tak ia balas sampai telpon darinya juga tak pernah ia angkat.
Sesampainya di rumah ia langsung masuk ke kamar
dan menyalakan laptop. Pasti ia akan lebih seru menulisnya karna telah mendapat
inspirasi yang banyak. Tapi, malah bengong menatap layar LCD. Entah apa yang
sedang ia fikirkan. Pasti tak jauh dari Emma dan Heni. Lalu ia langsung
menggapai ponselnya dan melihat SMS berbagai alasan dari Emma. Namun semuanya
jelas.
To : Emma 20:59:41
Elo pilih gua
atau Yadi. Kau jangan jadi pelacur cinta.
“Sent”
Sungguh singkat tapi pedih.
Malam itu jam setengah sebelas, Yadi
menelponnya.
“Van, gua minta maaf, bukan maksud gua
untuk ngelakuin ini semua. Tapi ini hanya karena kehilafan,” Yadi terlihat
gugup.
“Yad, lo jangan jadi seperti itu
dong...nyantai aja lagi. Gua pacaran dengan dia juga nggak serius. Lagian dia
kan masih milik bersama,” tewa-tawa kecil mengiringi setiap kata yang terkeluar
dari mulutnya. “Pokoknya kita hajar aja tu cewek,” Tambah lagi Ivan. Namun
dalam hati kecilnya tetap pedih.
“Anak orang tu..Boy..” tumbur Yadi juga
tertawa terbahak-bahak. Hubungan ponsel mereka terputus dan Ivan langsung melanjutkan
ketikannya.
Kemudian Mbak Popy kembali menelpon ia
menawarkan pada Ivan untuk menjadi modelnya dalam Fashion Show. Kali ini
Rancangan terbaru Mbak Popy. Ragu Ivan menjawab, soalnya ia pernah punya kisah
buruk dengan Mbak Popy dulu. Namun ia juga tidak mau mengecewakan tawaran itu,
lagi pula ia punya waktu banyak untuk bisa menampilkan kebolehannya di atas
panggung dan kilau Bliz kamera.
Ia terbaring dan menatap lampu kecil yang
berputar terus, ia juga sesekali menatap fotonya berukuran besar saat cat walk.
Dan poster Rolling Stons berhadapan dengan Gun N’ Roses. Sungguh sangar sekali
pistol dan bunga. Setelah mengintari semua sudut kamar, ia melihat foto di atas
meja dengan bingkai kayu yang diukir-ukir, siapa disana yang terpampang...?
fotonya saat masih kecil. Umur satu tahun setengah, dan di sampingnya Umur tiga
tahun dan foto keluarga. Ia tersenyum-senyum lalu ia mengusap-usapnya dengan
tisue. Berdebu.
****
Emma. Dia sangat bingung atas tawaran Ivan
pilih dia atau Yadi yang telah menemani hidupnya lama. Kebingungan. Memilih
Yadi ia sangat tidak enak hati dengan Ivan karena kebaikan dan telah membuatnya
tegar. Namun jika ia memilih Ivan, ia belum tahu banyak tetangnya dan ia benar
mencintainya atau ia hanya memanfaatkan dia saja. Atau tak kupilih diantara
mereka “Berarti aku jomblo dong,” Tersenyum kecut di depan cermin. “Kalau aku pilih salah satu diantara mereka,
sama saja aku menghancurkan hubungan persahabatan mereka,” Tak hanya itu
yang ia fikirkan.
Saat sore menjelang ia sengaja lewat rumah
Yadi. Kebetulan rumah mereka tidak terlalu jauh hanya melewati perempatan jalan
terus lurus sekitar dua kilo meter sudah ketemu. Didepan rumah Yadi ada mobil Ivan
parkir disana, ia tercengang apa yang mereka lakukan...? tanda tanya yang cukup
menakjubkan.
“Apa mereka bertengkar ya...?” gumamnya
dalam hati. “Ah tapi tak mungkin, paling ia menyelesaikan kesalah pahaman
mereka,” Ia tersenyum sendiri. Suara tawa dan canda terdengar nyaring sekali.
Tawa Ivan ngakak dan Yadi juga begitu. Bingung Emma dibuatnya. “Sepertinya
mereka gembira sekali,” Penasaran Emma dibuatnya, ia mencari sumber suara yang
masih samar-samar terdengar.
Di teras rupanya. Ivan duduk tepat
berhadapan dengan Yadi. Dan di meja terdapat gelas minuman warna hijau-hijau
keputihan seperti warna daun muda. Mereka asik menikmati rokok dan Yadi
memutar-mutar ponselnya. Emma sengaja turun dari mobil untuk mendengar apa yang
mereka rencanakan. Ia masuk pekarangan tetangga Yadi. Namun tak terdengar juga
terhalang tembok.
Namun samar-samar ia mendengar sedang
membicarakannya. Ia tertawa kecil.
“Rupanya
cowok itu telah termakan oleh biusku,” Ucap Emma dalam hati. Begitu konsentrasi, ia
nguping di sana, sama sekali tidak takut kalau dikira maling atau yang lainnya.
Ia santai saja.
“Bodoh...bodoh...!! ha..ha..ha....”
kencang sekali suara itu terdengar. Ia penasaran yang dibilang bodoh oleh
mereka itu siapa...? apa Emma. Itulah penasaran yang bisa membuat orang yang
telah mati bangkit lagi. Arwah penasaran.
“Tapi
tak ada orang mati yang jadi hantu.” Bantah hatinya sendiri. Ia curiga
kalau yang dibilang bodoh itu dirinya. Lebih konsentrasi lagi.
“Dasar cewek.... mereka itu tidak mikir
kalau kita sebenarnya hanya manfaatin,” Diserang tawa kedua insan yang sedang
bahagia itu. Berantakan tak karuan hatinya. Ia benar-benar kecewa dengan kedua
cowok yang pernah bercumbu padanya itu. Ia langsung berlari menuju mobilnya dan
di dalam mobil ia teriak-teriak tak karuan.
“Brengsek.....brengsek...!!” ia
memukul-mukul setir dan pahanya sendiri. Tak sadar ia memukul klakson dengan
kencang.
“Thiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiitttttt”
kencang sekali terdengar ia sama sekali tak sadar kalau itu akan mengundang
orang untuk melihat.
Yadi langsung lari karena ia ingat
mobilnya didepan dengan bunyi alarm seperti itu. Ivan juga menyusul karena
mobilnya tak dikunci ganda. Setelah sampai pintu pagar meluncur mobil dengan nomor
polisi D 1403 CW warna biru dongker.
“Deg....
itu kan mobil Emma,”
dalam hati Yadi. “Nggapain dia disini
terus Cuma ngelakson doang...apa untungny,.” Ngerutu-ngerutu tak tentu.
“Siapa Yad,... nggak tau mobilnya sih
mobil Emma tapi nggak tau siapa...” terangkan Yadi.
“Hah,....Emma ngapain dia kesini Cuma
pamer klakson,” Asal nyeplos saja mulut
Ivan. “klakson baru apa...?” tawa mereka riang. “Yad coba lo telpon dia,” Ucap
Ivan saat berjalan menuju tempat duduknya tadi. Yadi tanpa banyak tanya dan
komentar ia langsung menekan nomor tujuan.
Beberapa kali tak diangkat oleh Emma.
Sampai mereka bosan.
“Dia tahu mungkin rencana kita. Dan gua
ada di rumah elo.” Tumbur Yadi.
“Mungkin, dia tadi mau mampir tapi ada
elo, jadi dia terlanjur malu.” Tawa kecil dari Ivan.
****
Tujuh kali pusing kepala Emma saat ini.
Rupanya kedua cowok yang ia segani dan ia selalu merasa gerogi kalau di depan
mereka itu adalah cowok-cowok penggombal semua,
fikirnya keras.
“Ya Tuhan apa yang harus aku lakukan...?”
rintih Emma sambil meremas-remas rambutnya. Kepalanya seperti mau meledak. Granat
di dalamnya. Dalam hatinya habis-habisan memaki Ivan dan Yadi, sangat kecewa
sekali ia padanya.
“Benar apa yang aku pikirkan kemarin. Aku
harus memilih jomblo, mereka semua brengsek.” Tertunduk dan langsung masuk keakamar,
bersandar di kursi. Menatar langit-langit kamar dengan hiasan bintang-bintang
dari plestik made in Cina.
**BERSAMBUNG**
No comments:
Post a Comment