Saturday, March 2, 2013

Cerbung: Perempuan Setengah Hati 9

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)


Bagian 9
Diary
            Panas matahari siang menyengat, udara juga ikut terbawa masuk kepori-pori tubuh. Begitulah suasana siang itu disebuah pintu Tol Mohammad Toha siang itu. Ivan bersama kedua orang tuanya dari Ciwidey. Sebuah tempat yang sejuk di daerah Jawa Barat, sangat terkenal dengan pemandian atau kolam renang yang berair panas alias pemandian panas. Senganja mereka lewat Tol Mohammad Toha untuk menghindari macet. Jika lewat Kopo hari minggu seperti ini pasti macet, bisa-bisa sampai rumahnya malam. Meski rumahnya lebih dekat dari sana.

            Jalan Sukarno Hatta saat itu sangat ramai sekali dengan kendaraan yang lalu-lalang meski harus berhenti pada setiap lampu merah. Mobil Toyota Avanza itu melesat masuk di kawasan Cibaduyut. Dimana tempat pabrik pembuatan sepatu. Dengan lambang sepatu alias tugu di persimpangan masuk daerah itu. Memang lebih mudah untuk memasuki perumahan Kopo Permai lewat Cibaduyut saja.
            Ivan cengar-cengir, ternyata Cibaduyut sore itu juga macet.
            “Eh....ngindar dari macet malah kejebak.” si ganteng itu merintih kesal. Ayah hanya senyum-senyum tanpa komentar sebab tadi yang nyuruh lewat Cibaduyut dia.
            “Yah...gimana dong..! malem ni aku ada acara,” Ia tak sabar melihat macet yang begitu panjang. Ayah hanya senyum sambil menyulut rokok 234.
            “Jalan kaki aja, lagian udah dekat. Biar Ayah yang nyetir,” tanpa banyak kata ia langsung turun dan meninggalkan Toyota berwarna silver itu.
            “Kemana Van..?” Ibu bertanya. Si ganteng itu sepertinya tak dengar lagi. Ia langsung menyelip-nyelip melewati jarak-jarak padat diantara mobil-mobil mentereng yang nimbrung di sana. Juga banyak sekali yang butut bercampur aduk seperti rujak. Kepulan asappun menambah sesak udara lingkungan kota tersebut.
****
Fotografer Edi telah terlihat sliwar-sliwer di depan lokasi. Entah apa yang sedang ia kerjakan tapi, mereka yang berada di sana tidak ambil pusing, paling-paling juga lagi mencari tempat yang setrategis untuk pemotretan. Salam Gugun yang baru datang.
            “Bukannya jadwal hari ini kosong..?” Tanya Gugun yang terlihat malas hari ini. Semua tidak ada yang jawab karena kami juga tidak mengerti harus jawab apa. Gugun merasa sedikit terpojok dengan tidak ada respon dari kami.
            “Hah..?” Ucap Gugun kembali seraya menegaskan pertanyaannya itu.
            “Nggak tau,..gua juga di hubungi pagi tadi langsung aja gua jemput Ivan.” Irwan yang angkat bicara dengan logat senyumnya. Sedangkan Ivan hanya mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda ia setuju dan membenarkan apa yang dikatakan Irwan. Gugun langsung ambil posisi di depan Feri yang asik dengan sebatang rorok ditangannya.
            ”Fer, elo nggak sekolah...?” tanya Gugun sambil duduk di depannya.
            ”Ya, enggaklah gua ada disini, kalau nggak ada disini kemungkinan gua sekolah.” sambil cengengesan Feri menjawab pertanyaan Gugun. Ia semakin kesal dengan jawaban ngelantur dari mulut Feri.
            ”Gua tanya bener-bener elo jawab gitu.” sambil memalingkan muka.
            ”Iya,....Iya,....Gitu aja ngambek. Lagian elo nanyanya nggak berbobot sih. Gua males sekolah. Kebetulan ada latihan hari ini jadi kebetulan banget.” sambil menghisap rokoknya.
            ”Dasar....elo nggak pernah kasihan ma orang tua lo ya..?  ntar elo baru nyesal. Kalau gua sih ..” ia memutuskan perkataannya seperti habis apa yang akan ia katakan dan ia juga bingung harus ngomong apa jadi ia teruskan dengan senyum. Ivan juga ikut ngumpul di sana. Namun Ivan sepertinya ada maksud tertentu, ia langsung mendekati Feri.
            ”Fer, mana rokoknya lagi...? ngrokok sendirian aja.” tertawa kecil Gugun melihat tingkah temannya. ”Gitu dong...!” ujar Ivan lagi. Ia langsung menariknya dari bungkus yang bermerek Star Mild. Dihisapnya dalam-dalam.
            ”Wah... Enak juga rokok lo, kirain kayak orangnya, asem gitu.” seloroh Ivan. Feri telah terbiasa dengan canda-canda dari Ivan.
            ”Ayo kita mulai sekarang... entar keburu panas.” ujar Bang Anton yang siap mendidik dalam dunia fashion.
            Pada saat latihan canda tawa tak pernah lepas dari mereka meski pelatih itu sedikit kewanita-wanitaan. Biasa dipanggil Ce’.
            ”Ce’ gua harus jalannya kayak gitu..? gua nggak bisa.” sengkal Gugun alias memprotes jalan dengan bokong yang lenggak-lenggok.
            ”Iya....itu kan jalannya cewek.” tambah Feri yang begitu kesal bila diatur. Yang lainnya hanya senyum-senyum seperti setuju apa yang dikatakan dua cowok itu. Namun bagi cewek-ceweknya asik-asik aja.
            ”Elo...mau diajarin nggak..? kalau nggak, ya udah. Gue pulang aja. Gue juga udah males ngajarin pembangkang kayak elo-elo semua.” Mas Anton kali ini benar-benar marah. Langsung meninggalkan lokasi. Namun Gugun dan Feri begitu gembira. Sedangkan yang lain diam saja. Ada yang kesal.
            “Kamu ini masih mau tampil nggak..?” manajer keluar langsung angkat bicara. Mereka semua terdiam. Di sana lebih tidak enaknya punya manajer. Selain diatur potongan pada setiap kali tampil juga besar, dari 30 sampai 40% dari honorium yang diterima. Tapi kalau mengingat free lance lebih mendingan. Free lance sangat susah sekali mencari job, jika tak up date mencari informasi maka takkan pernah mendapat job. Enaknya pada saat menerima honorium, satu persenpun tak ada yang memotong kecuali pajak.
****
            Setelah semua selesai Ivan langsung beranjak ke sekolah Syerli untuk menjemputnya. Ia tahu kalau Syerli pasti banyak yang akan di bicarakan dengannya. Sesampainya di sana terlihat dia sedang berjalan dengan dua temannya di depan taman samping sekolah mereka.
            “Apa kabar Syer..?” sambil ia acungkan tangan untuk memberi selamat. Namun dia tidak menjawab hanya menarik Ivan duduk di bawah pohon. Ia tidak banyak bicara hanya memberikan sebuah Diary yang selalu didekapnya setiap saat. Ia langsung pamitan. Ia mau kerja kelompok bersama teman-temannya.
            Sambil berjalan menuju rumah, difikaran Ivan terlintas-litas keadaan Syerli, jika posisinya itu terlimpah padanya pasti ia tidak sanggup menjalani tikungan selanjutnya. Seketika murung. Tapi ia langsung mengubah fikirannya, seperti punya garapan pemikiran yang lebih dahsyat daripada kisah Syerli itu. Di dalam diary itu ia membaca secarik puisi,
            Menari-nari di matamu
            Aku memunguti segala embun dilangkah pagi
            Meneguk racun itu
            Mengoleksi setiap henti nafas itu
            Menyayati detik-detik pergulatan itu
            Lalu terukir dalam-dalam
Di serpihan benak yang kelam
Ivan langsung mengerti apa maksud dari puisinya itu. Namun, ia hanya menggelengkan kapala sambil terus berjalan mengarungi aspal dan terik mentari.
            Sampai di rumah ia coba untuk menenangkan pikiran yang rancu selama siang ini. Kembali terlarut dalam lamunan dan juga angan yang terlalu emosi untuk mengungkap kejenuhan alam sekitar dan realita kehidupan.
            “Ah…percuma sepertinya.” bantah benak Ivan sendiri. Merasa tidak puas dengan ide bodoh itu.
**BERSAMBUNG**

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.