Friday, February 22, 2013

Cerbung: Perempuan Setengah Hati 8

ilustrasi by: pesantrenmedia.com


Bagian 8
Untuk Teman
            Bersantai di kamar sambil baca buku adalah yang sangat mengasikkan bagi pemuda satu ini. Alunan musik dari sebuah winamp pun memboyong damainya suasana kamar itu. Lampu di meja itulah yang menjadi saksi.
            Ivan memang gemar membaca, apalagi itu berbau sastra seperti Novel, Cerpen dan Puisi. Kemudian ia beranjak mendekati Tape yang mengumandangkan lagu. Telunjuknya pas di tombol power. Mati. Seketika terasa sepi, namun ia kembali duduk di meja belajar. Lalu ia menjamah
sebuah tas hitam yang berisikan laptop. Begitu laptop itu nyala ia langsung membuka sebuah program. Di sana ia bergelut dengan inspirasi yang membeludak dari otaknya. Sesaat ia terdiam. Jarinya bergerak mengetuk-ngetuk meja, tatapannya kosong kearah ponsel yang bergetar-getar dari tadi. Ia sama sekali tidak menghiraukan.
            ”Ah...Ganggu aja, siapa sih..?” tanpa mendekati ia mengoceh sendiri. Kembali tangannya tepat di kibot laptopnya. Sebuah cerpen ia susun. Baru satu paragraf. Matanya terpaku menatap layar LCD. Sambil membacanya perlahan sesekali ia memegang Mouse. Mentok sepertinya.
            “Lihat SMS dulu ah...Tau... tau ada inspirasi di sana.” dalam hatinya berkata.

            From : Sulfi       19:04:38
     Van, Anto kecelakaan.
Skrng di rmh skt umum
     Lo cptn ksni, tmnin gw. Gw sndrian.

Sangat terkejut sekali ia membacanya buru-buru ia membalas SMS tersebut.

            To   :  Sulfi      18:41:09
     Ok. Gw ksna skrng. Tggu aja.

“sent”

            Setelah itu ia langsung ganti pakaian dan beranjak keluar dengan buru-buru. Namun Ibu menyegatnya di pintu.
            ”Mau kemana malam-malam begini.” sambil berjalan menuju pintu juga Ibu.           ”Mau ke rumah sakit, Bu.” dengan memakai sendal ia menjawab pertanyaan Ibu. Muka Ibu menjadi seribu kerutan.
            ”Siapa yang sakit...?” Ibu bertanya kembali dengan penasaran yang menguak.        ”Anto, kecelakaan.” Sesingkat mungkin ia menjawab. Namun Ibu semakin penuh tanda tanya.
            ”Bu, aku berangkat.” ucap si ganteng sambil meluncur ke garasi.
            ”Hati-Hati, ntar malah kamu lagi yang minta ditunggu juga.” Pesan ibu dengan muka yang semakin kasihan.
            ”Iya, Bu.” Sambil mengeluarkan kendaraan andalannya. Ibu terus menatap anak tersayangnya sampai tikungan menelan habis sorot lampu mobil Ivan.
****
            Sesampainya di rumah sakit ia kembali kebingungan mencari kamar yang di beritahukan Sulfi tadi. Bolak-balik ia melewati ruang gawat darurat di sana. Seorang satpam mulai tertarik untuk menanyakan pada pemuda yang berpenampilan keren itu.
            ”Mas...Mas...lagi nyariin apa.” tanya satpam sambil mendekatinya.
            ”Ini Pak mau cari teman saya di kamar 139 B. Mana ya Pak...?” sangat kacau pikirannya sehingga ia tampak seperti gemetar saat berbicara.
            ”Oh...ruangan ini ada di lantai Tiga Mas...” jawab satpam itu sambil tersenyum. Namun Ivan tanpa mengucap terima kasih, langsung meluncur cepat menuju lif. Pak satpam hanya menggelengkan kepala sambil bergumam lirih,
            ”Pasti, pacarnya yang sakit. Kalau temannya nggak mungkin sampai segitunya.” kembali satpam itu tersenyum, sambil menuju loket.
            Langsung masuk saja tanpa ia mengucapkan salam. Anto terlihat lemas dan di tangannya terlihat selang menuju ke botol yang tergantung disamping. Hidungnya juga tertutup. Majahnya penuh perban dan bercak merah darah di kain putih itu. Silfi langsung merangkul Ivan. Sambil menangis terisak-isak. Ia mencoba menenangkan perempuan yang berkulit kecoklat-coklatan dan hidungnya mancung.
            ”Van. Gimana dong ....?”  dengan terputus-putus dia berbicara.
            ”Pasti Anto nggak kenapa-kenapa.” Ivan sambil mengelus-ngelus pundaknya.
Ivan makin penasaran kecelaan bagaimana yang dialami temannya  sehingga keadaannya sebegitu parah.
            ”Tadi kan, kami jalan-jalan, terus lewat jalan Kiara Condong. Pas di jembatan layang Anto ngebut sambil canda ma gua, dari samping ada seseorang pakai motor ngebut, nyenggol kami. Anto langsung tergoyang kesamping dan dari depan truk kontainer sangat laju menabrak bagian depan motor kami. Sampai disana gua nggak ingat lagi. Setelah ingat gua udah di kerumunin banyak orang, gua tidak parah hanya luka-luka sedikit. Sedangkan dia terplanting sekitar 10 meter dari sana. Kata orang-orang ia terseret di aspal.” ia menghentikan sejenak ceritanya. Namun Ivan terus mendesak.
            “Terus...terus,” sangat serius sekali ia menanggapi.
            “Anto tak sadar sampai sekarang. Kami langsung dibawa kesini oleh seseorang. Tapi, yang brengseknya truk itu langsung saja ngebut. Tak bertanggung jawab,” dengan sedikit air mata mengalir memebasahi pipi mulus. “Sebenarnya Truk itu nggak salah, yang sakah orang yang nyenggol kami itu,” kembali ia terdiam menunduk seperti ada sesuatu yang sangat ia sesali.
            “Salah gua. Semuanya itu salah gua Van,” semakin kencang ia menangis. Tak sampai hati Ivan langsung mengelus-ngelus pundaknya.
            “Semua itu udah takdir Fi. Kalau kalian nggak jalan-jalan pasti ada tragedi juga,” ujar Ivan menegarkan.
            “Tapi Van, kalau gua nggak ngajak dia jalan-jalan pasti nggak seperti ini. Terus gua juga yang ngajak dia canda di jalan,” semakin ia merasa bersalah.
            “Sudah... semua itu sudah terjadi,” Ivan juga menunduk kali ini, ia merasa kehabisan kata.
            “Orangtuanya udah di kasih tau belum..?,” Ia mengalihkan pembicaraan. Namun Silfi masih menjawabnya dengan suara tangisan,
            “Udah, tapi orangtuanya masih di luar kota. Mungkin besok pagi mereka datang,” terangkan Silfi bercampur air mata.
            Tiba-tiba suasana langsung berubah ketika seorang Suster masuk didampingi seorang Dokter. Mereka membawa sebuah tas dijinjing dan langsung mendekati Anto, pastinya ia mau memeriksa bagaimana keadaannya setelah dua jam terakhir ini. Ivan langsung keluar dari kamar itu. Sesampainya di luar ia terus berjalan melewati lorong-lorong, naik lif terus berjalan. Area Smoking. Ia menyulut rokok sambil bersandar di pagar. Ia seperti bingung melihat Realita sekarang ini. Lalu ia mengeluarkan ponsel dari kantong depannya. Ia membaca sebuah SMS dari ibu. Ia tanya apa anak ganteng itu nginap di rumah sakit..?
******
            Jam dua dini hari suasana begitu sepi lampu putih yang terus nyala, suara orang berjalan bolak balik sepertinya itu sebuah hal yang tidak aneh, namun suara keributan tiada lagi. Ivan tertidur di kursi samping meja tempat menaruh barang-barang atau makanan, begitu pula Silfi juga tertidur di samping Anto.
            Anto mulai siuman setelah mereka semua tertidur. Tiada yang mengetahui, sebenarnya itulah yang ditunggu. Anto langsung menatap orang-orang yang telah begitu setia mendampingi dan menunggu sampai saat sekarang ini. Tangan sebelah kirinya memegang kepala Silfi yang tertidur pulas. Dalam hati Anto, “Pasti mereka semua kecapean,” Silfi langsung terkejut.
“To..!” sangat gembira sekali Silfi memandang pujangganya telah sadar. Mereka langsung berpelukan erat seperti lama tidak ketemu.
            “To, aku bangunkan Ivan ya..?” Silfi ingin segra memberi tahu Ivan saat itu untuk menyatakan kegembiraannya. Anto melarangnya, karna ia kasihan pasti Ivan sangat capek.
            Sekitar jam empat lebih, suara sepatu yang terburu-buru tepat berhenti di depan kamar 139 B.Silfi langsung menoleh kearah pintu. Terlihat dari kaca kecil seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian Silfi langsung menuju kesana,
            “Apa ini kamar Pasien yang bernama HerAnto ..?” tanya lelaki itu. Silfi mengangguk-anggukkan kepala. Mereka langsung menumbur. Semakin heran Silfi melihat mereka, ia tak sadar kalau itu kedua orangtua Anto. Namun setelah mereka semua mendekati termasuk Ivan yang terbangun seketika, terjawablah apa yang ada di benak Silfi, Ivan telah mengenal kedua orang tua Anto semenjak mereka duduk di bangku SMP. Anto kembali tertidur.
***
            Mereka saling bercerita tentang bagaimana semua itu bisa terjadi. Ivan sedikit menutupi apa yang dikatakan Silfi, ia bercerita seakan-akan kesalahan itu di buat oleh motor yang menumbur dari belakang dan truk yang menumburnya dari depan. Silfi terlihat diam saja ia hanya gerogi menghadapi kedua orang tua Anto.
            “Kalian kalau mau tidur...tidur aja... Fi, tidur gi, pasti ngantuk, kamu juga Van, biar Ibu dan Bapak yang tunggu.” Tapi kedua remaja itu menolaknya.
            Ivan terus ngobrol dengan kedua orang yang banyak menasehatinya dari tadi. Ia tak tidur sampai pagi. Silfi kemudian tertidur karena ia tidak begitu nyambung dengan semua obrolan mereka. Ibu Anto menceritakan masa kecil Anto yang pendiam tidak nakal dan jarang mau tertawa.
            “Bu...sepertinya sifat itu masih dibawa sampai sekarang ya...?” canda Ivan supaya mereka tidak terlarut dengan suasana rumah sakit. Tahu sendiri jarang sekali rumah sakit sebagai ajang tawa dan ceria, mungkin pada bagian melahirkan. Pasti sang Ayah akan gembira bila anak yang didambakannya telah keluar sesuai yang ia harapkan.
            Akhirnya mereka tersenyum. Ibunya mengeluarkan banyak makanan, oleh-oleh asal Jogja. Anto asli kelahiran Jogja namun ia besar di Bandung setelah orang tuanya pindah kerja ke Bandung. Namun Orang tuanya sering kali pulang ke Jogja untuk menjenguk kampung dan keluarga di sana.
**BERSAMBUNG**

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.