Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)
Bagian 4
Jangan Main Api
Malam yang cerah telah berlalu dengan
gesit. Gemerlap bintang telah sirna tertumbur oleh sorot matahari yang begitu
tajam melesat menembus celah-celah bumi. Bayang-bayangpun terlihat jelas
kembali. Datang dan pergi sepertinya hal yang tak asing begitu kita merasakan
antara malam dan siang. Aktivitas mulai berjalan, begitulah perputaran yang
sebenarnya. Takluput bagi sekelompok maha siswa seperti Ivan dan semuanya.
Suara mobil yang meraung-raung terdengar dari dalam
garasinya.
From : Sari 06:12:28
Mat pagi Van....
Udh Bgn blm..?
Kuliah nggk hri ini.
Muach...
Sambutan pagi telah menyapa. Begitu bahagia
membacanya, apa lagi orang yang sedang dilanda badai cinta seperti
Ivan. Tanpa pikir panjang ia langsung menjawabnya dengan penuh gairah.
Ivan. Tanpa pikir panjang ia langsung menjawabnya dengan penuh gairah.
Setelah
sarapan ia langsung menuju kampus. Sambil menjinjing tas di pundak disertai
kaca mata berwarna hitam untuk menutup deras angin saat mengendara Motor. Ia
membuka jok motornya untuk mengambil sarung tangan supaya tidak keras kulit
telapak tangannya.
Sampai
kampus ia langsung mengabarkan atas keberhasilannya mendapatkan gadis Jakarta.
Mereka tertawa cekikikan setelah Gugun juga menceritakan bagaimana Mbak Popy
yang naksir sama Ivan.
”Ntar
gua deketin dia, terus gua keruk tu duitnya.” Jiwa nakal Ivan sepertinya mulai
keluar saat itu. Namun Gugun juga ikut tertawa, pada hal Gugun adalah tipe
cowok yang tak pernah mau melakukan perbuatan seperti itu. Namun dikalangan
dunia model itu sudah tidak asing lagi.
Getar
ponselnya membuat ia segra beranjak untuk melihat SMS yang masuk.
”Pasti
dari Sari.” Anto dengan tertawa mengatakannya. Teman-teman yang disamping juga
dengan serentak memandang. Ternyata apa yang dikatakan Anto salah. SMS itu
datang dari Mbak Popy yang mengajak ketemu nanti malam disebuah kafe di kawasan
Dago. Tanpa basa-basi ia menyetujui ajakan itu. Namun ia diam saja meski apa
yang di bilang Anto salah. Padahal Syerli lebih dulu menyuruhnya datang
kerumah, sepertinya Syerli telah kalah saing dengan Mbak Popy seorang janda
kaya dan juga design terkenal itu.
Sedikit
gerimis malam itu. Ia sibuk menstarter mobil andalannya untuk menuju tempat
yang telah dijanjikan tadi siang.
”Mau
kemana gerimis-gerimis gini..? Entar sakit lho..” sang Ibu menahan dengan penuh
perhatian dan kasih sayang itu.
”Ada
urusan penting Bu.” jawabnya. Diteruskan dengan injakan gas mobil untuk segra
meluncur. Sang Ibu mendekat di samping mobilnya, lalu ia membuka kaca mobil.
”Hati-hati.”
pesan Ibunya. ”Ia Bu.” Sembari bersalaman dan mencium tangan Ibunya.
Terlihat
di kursi nomor dua pojok seorang wanita dengan baju pesta telah duduk manis
bertemankan segelas minuman.
“Malam
Mbak.” Sapa Ivan disusul ucapan berikutnya,
”Udah
lama nunggunya..? sori ya... telat.” pinta Ivan sambil mengepaskan bokong di kursi
yang berhadapan.
”Nggak
pa-pa lagi. Lagian belum lama kok.” dengan manja Mbak Popy menatapnya. Obrolan
mereka terlihat serius meski bercampur dengan ketawa-ketiwi. Waktu terus
berlalu meski grimispun berangsur reda. Namun keasikan mereka tidak seperti
hujan, mereka bertambah lebat saja jika itu hujan alias makin seru obrolannya.
Dentingan musik terus mengalun dengan tembang-tembang yang romantis. Tak lama
dari itu pula terdengar suara ajakan untuk berdansa dari mulut Mbak Popy,
”Van,
kita dansa yuk.?” Ivan sepertiya sangat enggan untuk menurutinya. Mungkin ia
malu atau ia tidak bisa berdansa. Namun ajakan itu berulang-ulang kali
terdengar, meski Ivan terus menolak. Alasan demi alasanpun tak mampu untuk
mengelabui ajakan si wanita genit itu. Dengan sangat terpaksa Ivan kemudian
menuruti tapi dengan satu janji, ”Sebentar”. Begitu gembira Mbak Popy
mendengarnya. Kalau ia adalah urusan penting seperti dia bilang dengan Ibunya,
inilah puncak kepentingan itu......
*****
Kesunyian
kini menerpa Ivan setelah pulang dari kencannya. Begitu hancur kehidupannya
sekarang ini. Bukan hanya Bliz kamera saja yang menyilaukan matanya, sepertinya
uang juga sanggup menyilaukan. Begitulah harapannya mendekati Mbak Popy. Ivan
mungkin masih bisa dikatakan biasa-biasa saja karna hubungannya masih lain
jenis. Teman-teman Ivan yang seprovesi dengannya banyak sekali yang telah salah
menggunakan ketampanannya. Mereka malah banyak yang menjualnya dengan kaum
laki-laki pula alias kaum Gay. Materi.....Materi ... sepertinya itu yang selalu
dikejar oleh orang.
Oleh
karena itu dunia model selalu dipandang sebelah mata oleh para masyarakat awam.
Kaum wanitanya juga tidak jauh berbeda dengan kredibilitas Ivan sekarang ini.
Terbaring
sejenak ia memikirkan perbuatannya yang sangat akan membuat malu sendiri dan
keluarganya. Ia juga teringat pesan Ayah. Kemudian ia membaca SMS dari Sari
yang menyuruhnya ke Jakarta. Paling-paling juga rindu. Sebelumnya Ivan
berencana kalau hari sabtu ini ia akan ke sana namun belum positif, tetapi
setelah mendengar ada suruhan itu ia langsung membulatkan nekad. Disamping
untuk menghindari Mbak Popy.
Ivan
nyesal mendekati Mbak Popy karena akan menimbulkan efek yang sangat buruk
sekali bagi kehidupannya sekarang dan natinya. Itu juga setelah ia mendengarkan
dari beberapa sobat baiknya.
****
Gemerlap
dunia Jakarta sepertinya telah menyapanya. Mereka melepas rindu disebuah taman
di halaman rumah Sari. Mereka berdua terhanyut dengan desusan angin malam.
Ciuman yang menempel tepat di pipi Ivan membangkitkan gairahnya untuk segra
mencumbu bidadari yang sedang terbuka hatinya untuk ia belai dengan lembut.
Lumatan bibir berkali-kali ia ulangi. Sepertinya Sari juga sangat memaknai
pertemuan kali ini, begitu pula Ivan yang jauh dari Bandung. Sari juga menyuguhi
tamu istimewa itu dengan hidangan istimewa pula.
”Van,
I love you” bisik Sari di telinga Ivan saat terlepas dari bibirnya. Dengan
senyum manis ia juga menjawab,
”I
love you to” sembari mengecup keningnya. Begitu bahagia pasangan yang duduk
disebuah batu dengan cahaya yang langsung dari sinar bulan meski tidak bulat.
Mereka berpelukan erat seperti film telenovella, begitu romantis sekali.
Malam
pun terus berlalu dan mereka berpisah kembali untuk sesaat. Esok mereka berdua
akan jalan untuk menyusuri indahnya kota Metropolitan.
Hampir
disetiap malam hari sabtu Ivan pergi ke Jakarta untuk menemui sang kekasih
tercita. Selain itu ia masih takut dengan Mbak Popy. Yang selalu menanyakan,
“Van,
kamu malam minggu ini kemana….?” seperti menghatui otaknya. Namun di kampus
Ivan juga mempunyai pacar. Sekedar iseng. Hanya untuk mewarnai kehidupan kampus
saja. Tapi sepertinya itu tidak berjalan lama sebab sanga ceweklah yang naksir
berat dengannya. Namanya Heni. Sungguh malang nasib Heni yang dipermainkan oleh
Buaya seperti Ivan.
**BERSAMBUNG**
No comments:
Post a Comment