Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)
Siapa
sangka kehidupan seorang paranormal itu cuma berakhir disini. Ia yang dulu
sibuk dengan berbagai tugas menyembuhkan penyakit kronis dengan bantuan sesajen
yang terus berasap kemenyan di pojok kamarnya yang redup remang. Hilir mudik pasien dengan membawa sesyaratan
datang memohon dan menghamba. Sulista itu mati dengan tragis di bawah pohon
dekat rumahnya. Semua orang terkejut mendengar berita kematian itu, namun
Darwoto adik kandungnya sendiri hanya masam muka.
Darwoto
terkenal tak pernah mempercayai hasil kerja Kakaknya, ia malah bilang ”Tak ada yang maha penyembuh
selain Tuhan”. Menurutnya mempercayai Dukun sama halnya tunduk dan patuh, lalu pekerjaan menyembah Tuhan hanya sia-sia belaka bila masih percaya kepada paranormal. Darwoto memang sarjana biasa yang lulus lebih lama dibanding teman-temannya yang sesuai target. Ia lulus S-1 dengan bidang kajian ilmu kimia di universitas murahan hampir dua belas semester dan hingga sekarang ia masih mejadi pengangguran.
selain Tuhan”. Menurutnya mempercayai Dukun sama halnya tunduk dan patuh, lalu pekerjaan menyembah Tuhan hanya sia-sia belaka bila masih percaya kepada paranormal. Darwoto memang sarjana biasa yang lulus lebih lama dibanding teman-temannya yang sesuai target. Ia lulus S-1 dengan bidang kajian ilmu kimia di universitas murahan hampir dua belas semester dan hingga sekarang ia masih mejadi pengangguran.
Saat ini kepolisian sedang menyelidiki
kematian paranormal tersebut. Sebuah kematian tak wajar membuat semua orang
bertanya, dan mantan-mantan pasiennya mengeluhkan kematian tak wajar tersebut. Dengan leher membekas memar, lidah
tergigit dan darah mengalir dari ujung lidah. Salah seorang tetangga
mengatakan, sebelum di temukan mayat pada pukul tujuh, sebuah teriakan keras
melengking dari belakang rumah Sulista, pas pada malam harinya ada seorang
lelaki yang diduga pasiennya datang sekitar pukul 10 malam, dan tidak tahu
kapan pasien tersebut pulang. Namun salah seorang mantan pasien yang terkenal
sering berobat kesana mengatakan, seseorang tersebut adalah kekasih Sulista
yang telah berkeluarga.
Darwoto
mengakui, kakaknya pernah bilang ingin menikah dengan salah seorang yang telah
berkeluarga. Ia tidak berkomentar, karena Darwoto lebih suka melihat kakaknya
berkeluarga dari pada hidup sendiri dengan berteman kemenyan dan bunga-bunga
dikamarnya. Semuanya mengungkapkan kesaksian mengenai Sulista akibat
berondongan pertanyaan dari salah seorang wartawan yang meliput kejadian
tersebut. Namun kepolisian sepertinya
juga telah mengejar kekasih korban untuk diintogasi habis-habisan.
Berita
kematian mulai terbit diberbagai media,
ada salah satu judul yang di baca
Darwoto, ’Dukun Perawan Mati Mengenaskan, Setelah Digagahi Kekasihnya’, ”Darimana wartawan ini mendapatkan
informasi?” gumamnya, karena dalam berita tersebut tertulis, ’setelah
lelaki yang berinisial TG (kekasihnya) menggagahi dukun tersebut, lalu ia
membunuhnya’
”Hebat
benar wartawan ini membuat isu,” ujarnya sambil menutup helaian koran dan
menuruhnya di ruang tamu rumahnya.
***
Seminggu
setelah kejadian mengenaskan itu, Tegar di tangkap, dan ia tidak mengakui kalau
membunuh korban, ia hanya memutuskan hubungan.
”Demi
Tuhan kalau saya sampai memperkosa, kita sering melakukan hubungan, tetapi saya
tidak pernah memaksa. Kita suka sama suka. Dan pada malam itu kita tidak melakukan hubungan
intim sama sekali, kita hanya ribut mulut. Saya memutuskan hubungan karena istri
saya tahu kalau saya selingkuh.” pengakuan tersebut yang didapat polisi. Lalu
siapa yang membunuh? Kenapa? Tapi sepertinya polisi masih tidak percaya.
Hasil
autopsi juga sudah keluar, dan menghasilkan Sulis dibunuh dengan dicekik lehernya,
dan sebelumnya ia diperkosa. Semakin kuat pula tuduhan terhadap Tegar. Meski
belum tentu Tegar yang melukukan karena hasil penyidikan Polisi belum lengkap
untuk di serahkan kepengadilan.
***
Sulistia
memang terkenal cantik alami, ia hidup dengan gaya tidak logika karena
mempercayai hal-hal yang tidak masuk akal, menjadikan kecantikannya bukan hasil
salon. Ia tidak pernah sepakat dan sependapat dengan adik kandungnya. Sulis
berkepercayaan dengan roh-roh, dan Darwoto terlihat religius. Mereka hidup
bersebelahan, alias bertetangga dengan rumah yang sama-sama peninggalan Ayahnya.
Darwoto
dipanggil polisi untuk menjadi saksi, ia menjawab pertanyaan petugas dengan
jawaban seperti tidak tau-menau. Ia seperti acuh dengan kematian Kakaknya. Dan
ia malah mengatakan, ”Saya sebagai ahliwaris telah mengikhlaskan kepergiannya.
Artinya sudahi saja penyelidikan ini, toh hasilnya tak akan bisa menghidupkan
kembali Kakak saya.” ujarnya ketus kepada petugas. Yang masih belum puas dengan
penyelidikan ini adalah Ibunya. ”Saya masih tidak puas, sebelum pelaku yang
membunuh anak saya dihukum sama dengan anak saya. Pokonya harus duhukum mati.”
Ini membuat petugas terheran. Dua ahliwaris berbeda.
Wartawan
semakin gairah untuk terus menaikan isu tersebut, meski tidak menjadi hadline, namun dikolom-kolom kecil masih
terus tercetak setiap ada perkembangan mengenai berita tersebut. Di koran lokal
terbit dengan judul ’Ahliwaris Beda Pendapat Untuk Usut Kasus Sulistia’ ada
pula yang berjudul ’Darwoto, Ingin Kasus
Kakaknya di Sudahi’ dan lain sebagainya.
Kepolisian
terus mengusut siapa pelaku sebenarnya, esok sidang pertama Tegar karena berkas
sudah lengkap untuk mencerat Tegar dalam kasus pembunuhan. Namun pihak Tegar
mempunyai saksi kuat. Saksi tersebut adalah ojek yang mengantar Tegar pulang dari
rumah Sulistia. Dalam kesaksiannya,
”Saya
yang mengantarkan Mas Tegar pulang dari rumah Mbak Sulis pada jam 10 malam itu.
Dan saya ada di pos ojek di
depan simpang jalan menonton bola sampai pagi. Saya tidak melihat Mas Tegar datang lagi ke rumah
Mbak Sulis.”
Simpang
jalan dimana tempat pangkalan ojek tersebut adalah satu-satunya jalan untuk
masuk ke wilayah tersebut. Karena wilayah tersebut wilayah padat dan tak ada
jalan lain yang dapat menembus kearah manapun. Buntu.
Istri
Tegar juga ikut sebagai saksi,
”Dari
jam 11, Mas Tegar ada dirumah dan bahkan sampai pagi dia tidur sekamar bersama
saya dan anak saya yang paling kecil.”
Petugas
semakin kebingungan untuk mencari siapa pembunuh sebenarnya, petugas hanya
mengira seperti kasus yang kebanyakan dan sering terjadi yaitu pembunuhan
seperti ini biasanya diakibatkan oleh si pasangan minta kawin lalu dibunuh.
Namun ini sepertinya memang beda. Jalan buntu mulai terlihat. Sidang dituda.
Bebarapa minggu kasus ini mulai lenyap di
media. Tak ada lagi yang
mengangkat berita tersebut, disebabkan belum adanya perkembangan.
***
Setelah
berjarak seminggu lebih, persidanganpun kembali digelar dengan agenda masih
saksi dari pihak korban, saksi tersebut yaitu yang menemukan jasad. Namun tak
ada titik terang untuk untuk memutuskan siapa yang salah. Sedangkan dari pihak
Tegar makin kuat karena dari hasil autopsi pun, kejadian pembunuhan sekitar
pukul lima pagi dan pemerkisaan sesaat sebelum di bunuh. Padahal saat itu Tegar
sedang tidur bersama keluarganya di rumah.
Polisi
kembali menyelidiki kasus ini, dan salah seorang saksi kembali dimintai
keterangan, ia adalah seorang penyapu jalan. Tukang sapu jalan memang keluar
untuk membersihkan jalan pagi-pagi buta sebelum rutinitas penduduk kota
dimulai. Kemungkinan besar ia akan mengetahui siapa yang datang kerumah
Sulistia subuh itu.
Inilah
genderang itu mulai muncul, dan titik terang mulai terpancar. Menurut Tukang
sapu itu, ada seseorang yang memakai jaket tertutup kepala menghampiri rumah
Sulistia, namun suasana pada pagi itu masih cukup gelap sekitar pukul empat
subuh. Lelaki pemakai jaket tertutup kepala tersebut melenggang masuk ke pagar
dan kemudian masuk kerumah Sulistia, sebelumnya lelaki itu mengetuk-ngetuk
pintu, dan beberapa saat dibuka oleh seorang Gadis yaitu Suliastia. Lelaki itu
terlihat akrab namun tak ada nada bercanda. Ciri-ciri lelaki tersebut yaitu yaitu,
bertubuh tinggi sekitar 170 cm dan kurus, namun terlihat tegap. Celakanya ia
sama sekali tak memperhatikan wajah lelaki itu, dan tak dapat memahami siapakah
lelaki tinggi, tegap, kurus tersebut ditambah ia tak mengetahui dari mana asal
mula lelaki itu mucul. Sepengetahuannya lelaki itu sudah ada di depan pagar
Sulistia.
Sejak
saat itu pula petugas mulai mendapat kejelasan dan mulai mereka-reka postur
tubuh pembunuh, dan itu bertolak belakang keras dengan bentuk tubuh Tegar yang
pendek gemuk dan perutnya buncit. Beberapa hari berikutnya pemuda dan lelaki
disekitar rumah Sulistia dikumpulkan untuk dicocokkan dengan penglihatan tukang
sapu jalan. Dan disana ia tidak melihat bentuk tubuh seperti ia lihat pagi itu.
Sepulang
dari pemilihan aktor berjaket dan tinggi namun tanpa hasil tersebut, tukang
sapu melihat seorang yang mirip, pada saat ia berjalan pulang dengan segerombol
polisi, dan ternyata orang sepostur tinggi pilihan tukang sapu tersebut adalah
Darwoto. Yap! Darwoto.
Mobil
petugas pun terhenti seketika, dan memanggil Darwoto.
Tak
salah lagi menurut tukang sapu, inilah orang yang ia tatap pada subuh itu.
Inilah lelaki berjaket tertutup kepalanya.. Dan inilah si tubuh kurus, tegap,
170 cm. Kuatlah dugaannya. Namun polisi kembali membuka berkas lama, dan
berbimbang-bimbang karena adik kandung sendiri seperti tak mungkin untuk
memperkosa kakak kandung kemudian membunuhnya dengan tragis.
Penyelidikan
dan pemeriksaan terhadap Darwoto terus berlangsung, namun Darwoto dengan santai
dan tak ada sama sekali bau yang tercium bahwa ia pelaku perbuatan keji itu. Hanya satu saksi yang mengatakan. Hal ini tentu tak cukup, dan sama sekali
tak ada barang bukti untuk memberatkan Darwoto. Namun ada salah satu koran
lokal yang mengangkat lagi dengan judul ’Diduga Pembunuh Sulistia Adalah Adik
Sendiri’
Petugas
akhirnya menggeledah rumah Darwoto untuk mencari barang bukti. Tetap tak ada
barang bukti yang ditemukan. Jalan buntu terlihat. Petugas kembali memeriksa
hasil autopsi, dan disana ada suatu bukti. Sulistia sempat mencakar pelaku
dengan kukunya dengan kuat, karena di kukunya tertinggal seperti kelopekan
kulit. Dan bekas itu tak ada di tubuh Sulistia sendiri. Petugas pun kembali
mencari siapa yang terdapat cakaran.
Jelas
kini bekas guratan kuku sebanyak empat garis itu ada di pinggung adik
kandungnya sendiri. Darwoto pembunuhnya. Darwoto. Berakhirlah kisah pencarian
itu.
’Pembunuh
Sulistia Adik Sendiri’ itu judul yang ekanyakan ada di koran, namun ada
wartawan yang menulis dalam bentuk sastra, judulnya ’Sepucuk Bunga di Tengah
Laut’ di sebuah media Nasional.
Di lead
pertama, ’sesuatu yang tak mungkin bisa saja terjadi, seperti bunga yang tumbuh
di tengah lautan, dengan ombak kencang dan juga badai. Memang tak mungkin,
namun bisa saja terjadi’
”Pagi itu aku gusar, aku lupa, aku
bingung, aku ingin meminjam uang pada Mbak Sulis, ia baru bangun tidur dengan
menggunakan baju tipis dan kain selimut yang terbuntal, namun saat ia mau
mengambilkan uang kainnya tersangkut gagang pintu dan terbuka. Aku.....”
***
Bandung, 2010
1 comment:
Thankfulness to my father who shared with me regarding this
website, this website is in fact awesome.
My web blog ... Read More
Post a Comment