Thursday, January 3, 2013

Sepucuk Bunga di Tengah Laut

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)




Siapa sangka kehidupan seorang paranormal itu cuma berakhir disini. Ia yang dulu sibuk dengan berbagai tugas menyembuhkan penyakit kronis dengan bantuan sesajen yang terus berasap kemenyan di pojok kamarnya yang redup remang. Hilir mudik pasien dengan membawa sesyaratan datang memohon dan menghamba. Sulista itu mati dengan tragis di bawah pohon dekat rumahnya. Semua orang terkejut mendengar berita kematian itu, namun Darwoto adik kandungnya sendiri hanya masam muka.
            Darwoto terkenal tak pernah mempercayai hasil kerja Kakaknya, ia malah bilang ”Tak ada yang maha penyembuh
selain Tuhan”. Menurutnya mempercayai Dukun sama halnya tunduk dan patuh, lalu pekerjaan menyembah Tuhan hanya sia-sia belaka bila masih percaya kepada paranormal. Darwoto memang sarjana biasa yang lulus lebih lama dibanding teman-temannya yang sesuai target. Ia lulus S-1 dengan bidang kajian ilmu kimia di universitas murahan hampir dua belas semester dan hingga sekarang ia masih mejadi pengangguran.
            Saat ini kepolisian sedang menyelidiki kematian paranormal tersebut. Sebuah kematian tak wajar membuat semua orang bertanya, dan mantan-mantan pasiennya mengeluhkan kematian tak wajar tersebut. Dengan leher membekas memar, lidah tergigit dan darah mengalir dari ujung lidah. Salah seorang tetangga mengatakan, sebelum di temukan mayat pada pukul tujuh, sebuah teriakan keras melengking dari belakang rumah Sulista, pas pada malam harinya ada seorang lelaki yang diduga pasiennya datang sekitar pukul 10 malam, dan tidak tahu kapan pasien tersebut pulang. Namun salah seorang mantan pasien yang terkenal sering berobat kesana mengatakan, seseorang tersebut adalah kekasih Sulista yang telah berkeluarga.
            Darwoto mengakui, kakaknya pernah bilang ingin menikah dengan salah seorang yang telah berkeluarga. Ia tidak berkomentar, karena Darwoto lebih suka melihat kakaknya berkeluarga dari pada hidup sendiri dengan berteman kemenyan dan bunga-bunga dikamarnya. Semuanya mengungkapkan kesaksian mengenai Sulista akibat berondongan pertanyaan dari salah seorang wartawan yang meliput kejadian tersebut.  Namun kepolisian sepertinya juga telah mengejar kekasih korban untuk diintogasi habis-habisan.
            Berita kematian mulai terbit  diberbagai media, ada salah satu judul yang di baca  Darwoto, ’Dukun Perawan Mati Mengenaskan, Setelah Digagahi Kekasihnya’, ”Darimana wartawan ini mendapatkan informasi?” gumamnya, karena dalam berita tersebut tertulis, ’setelah lelaki yang berinisial TG (kekasihnya) menggagahi dukun tersebut, lalu ia membunuhnya’
            ”Hebat benar wartawan ini membuat isu,” ujarnya sambil menutup helaian koran dan menuruhnya di ruang tamu rumahnya.
***
            Seminggu setelah kejadian mengenaskan itu, Tegar di tangkap, dan ia tidak mengakui kalau membunuh korban, ia hanya memutuskan hubungan.
            ”Demi Tuhan kalau saya sampai memperkosa, kita sering melakukan hubungan, tetapi saya tidak pernah memaksa. Kita suka sama suka. Dan pada malam itu kita tidak melakukan hubungan intim sama sekali, kita hanya ribut mulut. Saya memutuskan hubungan karena istri saya tahu kalau saya selingkuh.” pengakuan tersebut yang didapat polisi. Lalu siapa yang membunuh? Kenapa? Tapi sepertinya polisi masih tidak percaya.
            Hasil autopsi juga sudah keluar, dan menghasilkan Sulis dibunuh dengan dicekik lehernya, dan sebelumnya ia diperkosa. Semakin kuat pula tuduhan terhadap Tegar. Meski belum tentu Tegar yang melukukan karena hasil penyidikan Polisi belum lengkap untuk di serahkan kepengadilan.
***
            Sulistia memang terkenal cantik alami, ia hidup dengan gaya tidak logika karena mempercayai hal-hal yang tidak masuk akal, menjadikan kecantikannya bukan hasil salon. Ia tidak pernah sepakat dan sependapat dengan adik kandungnya. Sulis berkepercayaan dengan roh-roh, dan Darwoto terlihat religius. Mereka hidup bersebelahan, alias bertetangga dengan rumah yang sama-sama peninggalan Ayahnya.
            Darwoto dipanggil polisi untuk menjadi saksi, ia menjawab pertanyaan petugas dengan jawaban seperti tidak tau-menau. Ia seperti acuh dengan kematian Kakaknya. Dan ia malah mengatakan, ”Saya sebagai ahliwaris telah mengikhlaskan kepergiannya. Artinya sudahi saja penyelidikan ini, toh hasilnya tak akan bisa menghidupkan kembali Kakak saya.” ujarnya ketus kepada petugas. Yang masih belum puas dengan penyelidikan ini adalah Ibunya. ”Saya masih tidak puas, sebelum pelaku yang membunuh anak saya dihukum sama dengan anak saya. Pokonya harus duhukum mati.” Ini membuat petugas terheran. Dua ahliwaris berbeda.
            Wartawan semakin gairah untuk terus menaikan isu tersebut, meski tidak menjadi hadline, namun dikolom-kolom kecil masih terus tercetak setiap ada perkembangan mengenai berita tersebut. Di koran lokal terbit dengan judul ’Ahliwaris Beda Pendapat Untuk Usut Kasus Sulistia’ ada pula yang berjudul  ’Darwoto, Ingin Kasus Kakaknya di Sudahi’ dan lain sebagainya.
            Kepolisian terus mengusut siapa pelaku sebenarnya, esok sidang pertama Tegar karena berkas sudah lengkap untuk mencerat Tegar dalam kasus pembunuhan. Namun pihak Tegar mempunyai saksi kuat. Saksi tersebut adalah ojek yang mengantar Tegar pulang dari rumah Sulistia. Dalam kesaksiannya,
            ”Saya yang mengantarkan Mas Tegar pulang dari rumah Mbak Sulis pada jam 10 malam itu. Dan saya ada di pos ojek di depan simpang jalan menonton bola sampai pagi. Saya tidak melihat Mas Tegar datang lagi ke rumah Mbak Sulis.”
            Simpang jalan dimana tempat pangkalan ojek tersebut adalah satu-satunya jalan untuk masuk ke wilayah tersebut. Karena wilayah tersebut wilayah padat dan tak ada jalan lain yang dapat menembus kearah manapun. Buntu.
            Istri Tegar juga ikut sebagai saksi,
            ”Dari jam 11, Mas Tegar ada dirumah dan bahkan sampai pagi dia tidur sekamar bersama saya dan anak saya yang paling kecil.”
            Petugas semakin kebingungan untuk mencari siapa pembunuh sebenarnya, petugas hanya mengira seperti kasus yang kebanyakan dan sering terjadi yaitu pembunuhan seperti ini biasanya diakibatkan oleh si pasangan minta kawin lalu dibunuh. Namun ini sepertinya memang beda. Jalan buntu mulai terlihat. Sidang dituda.
            Bebarapa minggu kasus ini mulai lenyap di media. Tak ada lagi yang mengangkat berita tersebut, disebabkan belum adanya perkembangan.
***
            Setelah berjarak seminggu lebih, persidanganpun kembali digelar dengan agenda masih saksi dari pihak korban, saksi tersebut yaitu yang menemukan jasad. Namun tak ada titik terang untuk untuk memutuskan siapa yang salah. Sedangkan dari pihak Tegar makin kuat karena dari hasil autopsi pun, kejadian pembunuhan sekitar pukul lima pagi dan pemerkisaan sesaat sebelum di bunuh. Padahal saat itu Tegar sedang tidur bersama keluarganya di rumah.
            Polisi kembali menyelidiki kasus ini, dan salah seorang saksi kembali dimintai keterangan, ia adalah seorang penyapu jalan. Tukang sapu jalan memang keluar untuk membersihkan jalan pagi-pagi buta sebelum rutinitas penduduk kota dimulai. Kemungkinan besar ia akan mengetahui siapa yang datang kerumah Sulistia subuh itu.
            Inilah genderang itu mulai muncul, dan titik terang mulai terpancar. Menurut Tukang sapu itu, ada seseorang yang memakai jaket tertutup kepala menghampiri rumah Sulistia, namun suasana pada pagi itu masih cukup gelap sekitar pukul empat subuh. Lelaki pemakai jaket tertutup kepala tersebut melenggang masuk ke pagar dan kemudian masuk kerumah Sulistia, sebelumnya lelaki itu mengetuk-ngetuk pintu, dan beberapa saat dibuka oleh seorang Gadis yaitu Suliastia. Lelaki itu terlihat akrab namun tak ada nada bercanda. Ciri-ciri lelaki tersebut yaitu yaitu, bertubuh tinggi sekitar 170 cm dan kurus, namun terlihat tegap. Celakanya ia sama sekali tak memperhatikan wajah lelaki itu, dan tak dapat memahami siapakah lelaki tinggi, tegap, kurus tersebut ditambah ia tak mengetahui dari mana asal mula lelaki itu mucul. Sepengetahuannya lelaki itu sudah ada di depan pagar Sulistia.
            Sejak saat itu pula petugas mulai mendapat kejelasan dan mulai mereka-reka postur tubuh pembunuh, dan itu bertolak belakang keras dengan bentuk tubuh Tegar yang pendek gemuk dan perutnya buncit. Beberapa hari berikutnya pemuda dan lelaki disekitar rumah Sulistia dikumpulkan untuk dicocokkan dengan penglihatan tukang sapu jalan. Dan disana ia tidak melihat bentuk tubuh seperti ia lihat pagi itu.
            Sepulang dari pemilihan aktor berjaket dan tinggi namun tanpa hasil tersebut, tukang sapu melihat seorang yang mirip, pada saat ia berjalan pulang dengan segerombol polisi, dan ternyata orang sepostur tinggi pilihan tukang sapu tersebut adalah Darwoto. Yap! Darwoto.         
            Mobil petugas pun terhenti seketika, dan memanggil Darwoto.
            Tak salah lagi menurut tukang sapu, inilah orang yang ia tatap pada subuh itu. Inilah lelaki berjaket tertutup kepalanya.. Dan inilah si tubuh kurus, tegap, 170 cm. Kuatlah dugaannya. Namun polisi kembali membuka berkas lama, dan berbimbang-bimbang karena adik kandung sendiri seperti tak mungkin untuk memperkosa kakak kandung kemudian membunuhnya dengan tragis.
            Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap Darwoto terus berlangsung, namun Darwoto dengan santai dan tak ada sama sekali bau yang tercium bahwa ia pelaku perbuatan keji itu. Hanya satu saksi yang mengatakan. Hal ini tentu tak cukup, dan sama sekali tak ada barang bukti untuk memberatkan Darwoto. Namun ada salah satu koran lokal yang mengangkat lagi dengan judul ’Diduga Pembunuh Sulistia Adalah Adik Sendiri’
            Petugas akhirnya menggeledah rumah Darwoto untuk mencari barang bukti. Tetap tak ada barang bukti yang ditemukan. Jalan buntu terlihat. Petugas kembali memeriksa hasil autopsi, dan disana ada suatu bukti. Sulistia sempat mencakar pelaku dengan kukunya dengan kuat, karena di kukunya tertinggal seperti kelopekan kulit. Dan bekas itu tak ada di tubuh Sulistia sendiri. Petugas pun kembali mencari siapa yang terdapat cakaran.
            Jelas kini bekas guratan kuku sebanyak empat garis itu ada di pinggung adik kandungnya sendiri. Darwoto pembunuhnya. Darwoto. Berakhirlah kisah pencarian itu.
            ’Pembunuh Sulistia Adik Sendiri’ itu judul yang ekanyakan ada di koran, namun ada wartawan yang menulis dalam bentuk sastra, judulnya ’Sepucuk Bunga di Tengah Laut’ di sebuah media Nasional.
Di lead pertama, ’sesuatu yang tak mungkin bisa saja terjadi, seperti bunga yang tumbuh di tengah lautan, dengan ombak kencang dan juga badai. Memang tak mungkin, namun bisa saja terjadi’
”Pagi itu aku gusar, aku lupa, aku bingung, aku ingin meminjam uang pada Mbak Sulis, ia baru bangun tidur dengan menggunakan baju tipis dan kain selimut yang terbuntal, namun saat ia mau mengambilkan uang kainnya tersangkut gagang pintu dan terbuka. Aku.....”
***
Bandung, 2010

1 comment:

Anonymous said...

Thankfulness to my father who shared with me regarding this
website, this website is in fact awesome.
My web blog ... Read More

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.