Monday, December 3, 2012

Cinta Terjatuhkan

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)

Aku sedang asik membaca sebuah majalah di ruang tamu. Sendirian. Isi majalah beraneka ragam tentunya, dari artikel, kolom, berita, feature, iklan sampai dengan cerpen. Dan sedari tadi aku menghayati cerpen yang mengharukan ini. Mengisahkan sebuah cinta… cinta yang terjatuhkan. Kadang aku tergeleng juga tersenyum sedih…
Cinta… Cinta…. Cinta… siapa yang tak kenal dengan kata yang terdiri dari lima huruf itu. Bahkan sejak TK sudah dikenalkan. Cinta kepada orang tua, teman, saudara, guru, pokonya cinta telah tumbuh sejak lahir sepertinya. Dari zaman kenabianpun telah ada meski mereka tak tahu kalau perasaan itu sekarang diberi nama c-i-n-t-a. Ingat sekali sewaktu kakek mendongengkan kisah anak dari Nabi Adam (Khabil-Khobil) darah manusia yang pertama kali mengalir diakibatkan oleh cinta, yang terus merembet kepada dengki, iri, dan pembunuhan. Ingat pula kisah Nabi Yusuf yang difitnah mau memperkosa sampai dia masuk dalam penjara, dan itu karena cinta juga. Berarti cinta punya banyak mengundang hal-hal negatif, tapi jangan salah… cinta juga dapat mengundang pada hal kebaikan. Karena kita cinta dengan sesama maka ada rasa kasihan dan saling membantu, Iya khan?

Jangan pernah berharap kalau sekarang perasaan seperti itu akan hilang begitu saja. Ferri adalah seorang karyawan bawahan di sebuah perusahaan garmen besar, ia mencintai Nayla seorang kasir supermarket dekat kontrakan dimana Ferri bernaung. Mereka saling mencintai tepatnya. Hubungan mereka berdua telah berjalan empat tahun setengah lebih. Ferri hidup dikota itu sebagai pemuda asing yang tak mengenal lingkungan luar selain temannya bekerja di perusahaan. Ia berasal dari pulau seberang yang bermodalkan nekat. Sedangkan Nayla adalah seorang wanita yang tak mempunyai keluarga lagi. Dulu ia tinggal dengan Neneknya, namun orang yang menjadi rujukan dan tempat curahannya itu meninggal. Lalu ia menjadi anak kost sejati.
Ia tak punya keluarga lagi, kedua orang tuanya telah bercerai dan sekarang tak tahu dimana lagi mereka. Ia termasuk 10 wanita tertegar di dunia bila ada nominasinya. Mereka berdua benar-benar senasib dan seperjuangan yang terikat dalam kata CINTA. Sungguh enak didengar.
Mereka mempunyai cita-cita yang besar. Akan membangun keluarga. Entah apa lagi yang mereka tunggu. Sepertinya mereka masih ingin menikmati suka cita berpacaran. Atau mereka punya komitmen tertentu yang membuat sebegitu tahan menjalin hubungan. Entahlah… karena cinta itu tak dapat ditentang dengan berbagai teori.
“Ney….. Ney sayang…” tangan Ferri mengetuk-ngetuk daun pintu sambil menggoyang-goyang gagangnya. Namun tak juga di sambut oleh kekasihnya.
“Neyla sayang…. Buka dong, sorry deh kalau kamu marah dengan omonganku kemarin.” Masih tak ada jawaban. Mata Ferri menelusup masuk melalui lubang kunci. Kosan itu melompong tak ada isinya alias Neyla tidak ada.
Hati Ferri mulai deg-degan, setahunya ia tak kerja kalau jumat pagi seperti ini sampai nanti jam satu siang. Pembagian jam kerja yang menyuruhnya begitu (Part Time). Lalu ia ke kamar sebelahnya, terkenal sebagai teman yang bisa ditanyai kemana perginya Nayla. Tapi juga kosong. Lulu ia memburu berangkat kerja, sebentar lagi jarum jam telah menunjukkan pukul delapan.
“Fer…Fer…” Ibu kost keluar terburu-buru ketika menatap jejak Ferri.
“Iya… Ada apa Bu?”
“Tadi malam Neyla di bawa ke rumah sakit. Nggak tahu kenapa tiba-tiba saja dia sakit perut terus pingsan-pingsan.” Ferri menumbur perkataan,
“Sekarang dia dirumah sakit mana Bu?”
“Di rumah sakit umum.”
“Terima kasih Bu.” Begitu ia tahu, langsung meloncat dan menghentikan angkot.
Ada rasa cemas yang teramat besar dalam hati. Ada rasa gundah yang tak terbaca oleh seisi angkot. Tak ada juga yang tahu kenapa dia tak masuk kerja hari ini selain Ibu Kost. Tidak ada yang tahu juga apa yang terjadi ketika Ferri sampai dirumah sakit nanti.  Benar-benar tak kutahu…
***
            Pintu kaca, kursi panjang, dan beberapa orang tersenyum-senyum sepanjang duduk disana (receptionist), keramik putih terhampar. Nah, seperti itulah wajah rumah sakit. Ferri terburu-buru menuju ruang yang diberi tahu oleh ibu kost tadi. Dan di dalam sana tergeletak sosok yang selama ini menjadi penyejuk batinnya.
            Sampai siang datang, Ferri masih tertunduk menunggui kekasihnya yang lemas tertutup oleh selimut bercorak hitam putih. Dan beberapa kali pula Ferri memenuhi panggilan pihak rumah sakit sebagai penanggung jawab karena harus di oprasi. Neyla menderita usus buntu dan harus di oprasi.
            Ferri tak berpikir panjang untuk membongkar semua tabungannya sebagai biaya operasi. Baginya nyawa lebih dari semuanya dan harta hanya kemakmuran sesaat yang tak berguna sama sekali bila tak bernyawa. Proses oprasi hingga penyembuhan bukan hal sebentar dan tidak makan biaya sedikit, padahal dia harus kerja setiap hari. Namun, semua ia tinggalkan demi kekasihnya yang sedang terbaring lunglai. Sampai suatu ketika ia mendapat surat pemberhentian dari pihak perusahaan karena dianggap telah kabur dari tanggung jawab. Telah hampir setengah bulan ia tak munculkan tampang ke tempatnya kerja. Wajar sebab ia pegawai rendahan… Ini benar-benar sudah jatuh tertimpa tangga. Kegaduhan dalam benak makin bertambah. Hanya Nayla yang masih bisa membuatnya senyum…
***
             Pagi itu ia pulang ke kontrakannya untuk mengerjakan yang telah lama tidak ia kerjakan. Ya… seperti nyuci pakaian dan beres-beres kamar karena Nayla telah dapat ditinggalkan bahkan beberapa hari lagi telah bisa keluar dari rumah sakit. Namun Ferri kini telah menjadi beban Negara dengan menyandang setatus pengangguran. Dan pesangon yang diberikan oleh perusahaan tinggal beberapa lagi, biaya sehari-hari dan biaya rumah sakit yang tak kecil.
            Ia juga ke kosan Nayla untuk mengambilkan pakaian-pakaiannya. Mirip sekali telah berkeluarga. Benar. Setelah semua lengkap ia langsung pergi ke rumah sakit kembali dengan membawakan beberapa butir buah-buhan untuk Nayla tercinta tentunya. Sesampainya di rumah sakit dengan santai ia masuk keruang kelas tiga dengan berderet beberapa tempat tidur.
            Ia begitu terperajat ketika tempat tidur kekasihnya telah kosong melompong begitu saja. Ia langsung mengejar seorang Suster yang sedang memeriksa salah satu pasien diruangan itu.
            “Sus, Nayla kemana?”
            “Oh…Tadi sewaktu Mas pergi Tantenya Nayla datang dan membawa pulang, katanya mau dirawat dirumah. Memang Mas tidak diberitahu?”
            “Hah…. Dia itu tidak punya keluarga lagi selain saya Sus…” mata Ferri semakin banyak menggambarkan sebuah ketidak fahaman.
            “Tapi Mas… Nayla sendiri juga mengatakan kalau itu saudaranya. Dan Nayla juga nurut saja…”
            “Saya masih tidak paham Sus… kok Tantenya tahu? Kan selama ini yang tahu kalau Nayla sakit cuma saya… terus kata Nayla juga, dia tak punya keluarga lagi…” gaduh…! Ferri kini benar-benar gaduh.
            “Gini ceritanya Mas, Tante itu sebenarnya hanya memeriksakan kandungannya saja… ketika dia lewat ruangan ini ia melihat Nayla yang sedang terbaring. Dan mereka berpeluk-pelukan gitu sampai akhirnya mereka memutuskan keluar dari rumah sakit ini.” Suster itu dengan cermat dan sabar bercerita…
            “Nanti kalau sudah pulih pasti dia cari Mas…” Suster itu senyum menenangkan dan berbalik badan menuju pasien berikutnya.
            “Sudah lama Sus?”
            “Ya…kira-kira dua jam yang lalu.”
Ferri dengan lesu menuju kontrakan sambil membawa koran untuk mencari info kerja.
***
            Setahun berlalu semenjak peristiwa itu. Kini Ferri telah menjadi pengangguran yang benar-benar pengangguran. Ia anak jalanan, tak punya tempat tinggal sebab telah di usir oleh pemilik kontrakan. Satu-satunya jabatan yang bisa diduduki ialah pengamen. Profesi yang tak mengenal batas. Hanya tak ramah lingkungan. Sedangkan Nayla tak tahu lagi apa ceritanya. Ia pernah menyempatkan datang kekontrakan Ferri tapi tak terjumpai.
            Ferri telah menggeluti profesinya di sebuah simpang jalan. Setiap lampu merah menyala maka ia akan langsung memburu mobil yang terhenti.  Suatu ketika ia menyinggahi sebuah mobil dan menyanyikan sebuah lagu bersama temannya. Tentu kebanyakan mobil menggunakan kaca film yang tak bakalan ketrawang sosok didalamnya. Dan apakah menyangka kalau didalamnya itu orang yang membuatnya menjadi seperti itu?
            Ya…Nayla yang dia hibur siang itu. Dia bersama Tantenya…. Alangkah terkejutnya Nayla setelah memperhatikan lelaki bertopi diluar bernyanyi riang, berjemur diterik matahari, kumal tak terurus. Padahal orang itu yang membiayainya hingga ia terselamatkan dari gempuran jiwa… dia Ferri. Habis-habisan menolong nyawanya demi cinta. Demi cinta yang tertinggalkan…
            Nayla seakan ingin meloncat keluar dan memeluk pengamen kucel yang hancur kehidupannya deminya… ia ingin keluar… keluar dari mobil yang memisahkan dia… yang punya mobil itulah pemisahnya. Cinta mereka buyar. Tapi apa artinya cinta… sedangkan Ferri tak tahu bila kekasihnya juga bicara dengan cinta di dalam mobil yang sebentar lagi meluncur…. Ferri tak tahu menahu bila tangan lembut kekasihnya yang terkeluar mengalungkan uang dari sela-sela jendela…
            “Aku mau turun.” Nayla merasa ragu.
            “Mau ngapain?” tatapan Tante telah menembus keluar sana….
Lampu merah telah tergantikan…. Menjadi hijau….
***
Bandung, 2008

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.