Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)
“Rani,
bangun udah pagi…!” Seru Ibu untuk membangunkannya dari mimpi yang indah pagi
itu. Sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar. Namun Rani belum juga bangun, ia masih
meneruskan mimpi diatas kasur dengan sepray bergambar boneka Barbie warna
kekuning-kuningan. “Rani, bangun …
Sekolah nggak…!” Kini Ibu sedikit keras.
“Iya….Iya….sebentar.” Sahut Rani sambil
berjalan malas menuju pintu kamar. “Jam berapa Bu ?” Tanyanya dengan suara
lembut dan tangannya sambil mengucek-ngucek mata, sepertinya ia masih ngantuk
sekali.
“Udah jam enam. Langsung mandi, nanti
telat lho.” Ibu beranjak pergi dari hadapannya. Ia pun masuk kekamar kembali
untuk mengambil handuk.
“Cepat
mandinya, jangan pakai berendem.” Seru ibu didapur membuat sarapan pagi.
Cebas-cebus
suara air di kamar mandi.
“Eeeh,…
dingin” Gumamnya menggigil setelah keluar, sambil lari menuju kamar untuk
secepat mungkin memakai pakai seragam sekolah karena Ayah telah menunggu di
meja makan.
“Rani
cepat udah siang entar telat.” Suara itu keluar dari mulut Ayahnya, seperti
tidak sabar untuk menikmati nasi goreng buatan Ibu dengan telur menghiasi
seperti bunga-bunga ditaman. Tak lama Rani keluar dengan menggendong tas. Ibu
berjalan disamping sambil memegang pundaknya.
“Selamat
pagi Sayang..!” Sapa Ayah disertai senyum.
“Pagi
Yah…!” Sahutnya dengan menarik kursi untuk diduduki.
“Ayah,
nanti pulang jam berapa ? Jemput Rani kan.?” Ucap Rani manja, memang Rani
adalah anak satu-satunya. Sebenarnya Rani sering kali mengutarakan keinginannya
untuk pingin punya adik seperti teman-temannya di sekolah. Mereka sering
menceritakan keasikan bermain dan liburan dengan adik-adiknya. Namun kedua
orangtuanya mempunyai fikiran lain sebab mereka berdua tergolong orang-orang
yang sibuk dengan urusan pekerjaan. Mereka takut kalau tidak bisa mengasuh
dengan baik karena anak adalah sebuah titipan dari Allah jika anak berbuat atau
tingkahnya buruk maka orangtualah yang menjadi Background. Artinya Orangtua
akan selalu terbawa-bawa sebagai pendidik dan yang memberi pengarahan, meski
sekolah telah memberikan itu, namun baik buruknya selalu merembet ke Orangtua.
“Yuk
kita berangkat sekarang.” Dengan mobil TAFF 4x4 mereka langsung meluncur menuju
sekolah yang lumayan jauh dari tempat tinggal mereka. Maklum Ibu dan Ayahnya
sangat tahu sekali dimana sekolahan yang baik dan sekolah yang benar-benar bisa
memberi bekal dihidup anaknya nanti.
Sampai
didepan pintu gerbang sekolah, Rani langsung dituntun masuk oleh Pak Satpam
menuju kelasnya. Disana terlihat teman-temannya sedang asik bermain bersama. Ia
langsung melepaskan tangan Pak Satpam dan berlari menuju kerumunan
teman-temanya.
“Rani…
Sini main bareng.” Ujar Fina mengajaknya bermain bareng.
“Ntar,
aku naruh tas dulu.” Jawabnya dengan lari-lari kecil menuju kelas 3 C SD
Selamet Jaya yang terkenal dengan Yayasan terbesar di kota itu. Mulai dari TK,
Play Goup, SD, SMP, SMA, PT, sampai lembaga-lembaga besar.
Suara
bel mengalun keras seperti suara klakson kreta api, pertanda kegiatan belajar
akan segera dimulai. Rani dan teman-temannya berlarian menuju kelasnya dan
langsung duduk dibangku masing-masing namun kebisingan suara masih terus
terdengar karena guru belum masuk. Tak lama dari itu suara sepatu terdengar
dari luar kelas. Mereka mulai sedikit sepi.
“Selamat
pagi anak-anak.” Ucap Ibu guru seraya menyapa. Merekapun serentak menjawab,
“Selamat
pagi Bu..!” Seketika sepi, semua terdiam.
“Mari
kita membaca doa bersama-sama.” Kembali Bu guru memandu. Suara doa sebelum
belajar terdengar nyaring sampai keluar kelas. Namun itu telah biasa disetiap
kali pertama masuk. Setelah selesai Ibu guru menanyakan pekerjaan rumah yang
kemarin ia berikan. Anak-anakpun mulai sibuk membuka tas dan buku untuk
memperlihatkan pada Bu guru.
Tania
langsung lari kedepan untuk mengerjakan di papan tulis setelah Ibu guru memberi
kesempatan pada mereka, siapa yang mau mengerjakan didepan soal matematika itu.
Anak-anak yang lain masih sibuk mengumpulkan tugas mereka ke Bu guru. Sedangkan
Rani belum juga mengumpulkan ia masih sibuk membongkar-bongkar tasnya. Kini ia
semakin cemas buku-buku yang ditasnya semua terserak keluar namun ia tidak juga
menemukan buku yang ia maksud.
“Rani,
kenapa…?” Tanya Eko yang
memperhatikan dari tadi.
“PR ku ketinggalan Ko!” Mukanya memerah terlihat sebegitu cemas. Namun ia tetap mengobrak-ngabrik isi
tasnya.
“Rani,
mana PR kamu.” Kini Ibu guru
yang bertanya padanya. Ia semakin gerogi. Dengan wajah memerah ia berkata
jujur.
“Bu,
PR saya ketinggalan, padahal sudah saya kerjakan tadi malam, saya lupa
memasukkan kedalam tas Bu,” Jelaskan Rani dengan penuh kecemasan dan ketakutan.
“Kamu tidak mengerjakan ya..?” Tanya lagi
Ibu guru seperti memojokkannya. “Kesini”. Suruh Ibu guru dengan suara lembut.
“Saya
sudah kerjakan, tapi saya lupa memasukkan kedalam tas.” Kembali ia menjelaskan.
“Ya,
sudah Ibu percaya sama kamu. Sebagai sangsi karna kamu telah ceroboh, kamu
berdiri di depan sampai istirahat tiba.” Dengan bijak ia memberikan hukuman.
Memang hukuman yang tidak mengerjakan PR adalah berdiri didepan kelas sampai dengan
istirahat. Rani sangat tegar, ia menjalani hukuman sampai jam istirahat tiba.
****
Jam
istirahat telah usai berarti jam bermain juga telah berakhir. Seluruh anak-anak
kembali duduk rapi dibangkunya masing-masing. Ibu guru kembali masuk dengan
menjinjing tas ditangan kanannya. Kini kembali sunyi ruangan tanpa ada yang ngobrol atau bermain.
“Anak-anak, berapa hari lagi Negara kita
mempetingati hari kemerdekaan…?” Ibu guru membuka mulutnya untuk memulai percakapan
setelah istirahat tadi. Seluruh anak-anak terdiam sebentar sepertinya mereka
berhitung terlebih dahulu. Diantara mereka ada yang bertanya hari ini tanggal
berapa, ada juga yang bertanya hari apa 17 agustus itu.
“Tiga
hari lagi Bu” Tania dengan lantang menjawab disusul teman-temannya yang lain
juga.
“Jadi,
dalam merangka hari kemerdekaan Negara kita, sekolahan ini mengadakan berbagai
perlombaan salah satunya menghias kelas masing-masing. Kalian sanggup nggak..?”
Tanpa berpikir panjang seluruh anak-anak langsung menjawab dengan sangat
gembira sekali,
“Sanggup Bu..” Disertai sorakan-sorakan
kecil dari mulut mereka.
“Kalau
kalian sanggup, mulai besok kita akan menghias kelas ini. Kita juga akan
membagi tugas masing-masing, temanya adalah Kelasku, Negaraku.” Terangkan
kembali Ibu guru. Rani dengan ceria langsung mengacungkan tangan dengan wajah
riang.
“Ya.. Ada apa Rani.” Ibu guru meresponnya.
“Saya
siap Bu.” Ucapnya.
“Bagus
kalau begitu” Semakin semangat Ibu guru melihat anak didiknya begitu gembira
menyambut hari kemerdekaan Indonesia kali ini.
“Eko, kamu mau bagian apa..?” Bisik Rani
kepada teman sebangkunya yang dari tadi asik menggambar bendera Indonesia.
“Aku pengen membuat bendera banyak-banyak.
Kalau kamu milih apa..?”
Jawab Eko dengan yakin disertai pertanyaan kembali pada Rani, namun dia hanya
senyum mendengar keinginan temannya itu. Trus ia sambil melihat keatas
langit-langit kelasnya.
“Aku
mau menghias langit-langit itu dengan sebagus mungkin supaya kelas kita menjadi
juara.” Rani begitu semangat
sekali. “Aku juga pengen pasang bunga-bunga seperti dikamarku dan aku pasang
boneka Barbie.” Tambahnya lagi. Kali ini bagian Eko yang tertawa
terbahak-bahak.
“Eko,
ada apa..?” Tegur Bu guru seraya menatapnya dengan teman sebangkunya yang
memang tak bisa diam itu. Ia tidak menjawab sama sekali, hanya menundukkan
kepalanya.
“Bu,
aku merencanakan kalau kami mau menghias kelas ini dengan sebagus mungkin
supaya kelas ini menjadi juara, Bu..!” Jelaskan Rani sambil berdiri ditempat.
Akhirnya Ibu mengangguk-anggukkan kepala sambil berkata,
“Bagus…Bagus.
Ya sudah, jangan terlalu difikirkan. Mari kita belajar lagi.” Sambil berdiri
menuju papan tulis.
****
Mobil
TAFF 4x4 telah parkir dihalaman sekolah. Rani langsung lari menuju kearah mobil
saat jam pulang sekolah. Ia sudah kenal sekali itu pasti mobil Ayahnya.
“Tok…Tok…Tok..!
Yah….!” Panggil Rani sambil mengetuk kaca mobil sebelah kiri. “Ayah, tidur
ya…?” Serunya kembali masih disertai ketukan. Kemudian Ayah bangun juga, ia
langsung tebarkan senyum.
”Dari tadi lo Rani panggil-panggil.” Sambil
bersalaman dan mencium tangan.
“Sory, ayah capek banget. Langsung pulang
saja ya..? Ibu udah nunggu dirumah.” Langsung menyalakan starter mobil dan
meluncur dengan cepat. Namun saat di pintu gerbang terlihat Eko yang masih
menunggu jemputan. Rani membuka jendelanya, ia sepertinya mau menyapa.
“Eko,
besok ya…! Kamu belum dijemput..? Ikut aku aja.” Rani memang baik. Ayah menghentikan mobil sambil mengajak Eko kebetulan lewat rumahnya. Tanpa
berpikir panjang Eko langsung masuk kemobil dari pintu belakang.
“Ran, pokoknya kita buat kelas kita yang
paling bagus ya…!” Seraya meletakkan tasnya disamping.
“Emang
ada acara apaan..?” Sahut Ayah terlihat penasaran dari mukanya yang langsung
menatap anaknya itu.
“Ada
acara lomba menghias kelas pada tujuh belas Agustus nanti, tapi dimulainya
besok, kita harus mulai kerjakan, kata Bu guru.” Eko yang mengiya-iyakan dari
belakang. Ayah juga sepertinya sangat paham. Lalu,
“Oom…Omm..turun disini aja.” Eko
menghentikan. Mereka saling mengangkat tangan sambil berucap “Da….Da…!”. Begitu
pula Ayah.
Selama diperjalanan Rani terus bercerita
tentang disekolah tadi mulai dari ia dihukum, terus di tegur sama Ibu guru saat
mereka ngobrol dengan Eko. Terkadang Ayahnya juga menasehati terkadang ia juga
tertawa melihat anaknya yang terus ngomong tak ada hentinya.
Rani
memang tidak begitu manja dengan Ibunya, tapi dengan Ayahnyalah, sebab ia minta
apa saja selalu dituruti selagi itu terjangkau. Bukan memanjakan tapi, bisa
dibilang anak kesayangan. Sedangkan Rani sendiri sering jengkel pada Ibunya
karena Ibunya sering cerewet dan memarahi, meski terkadang Bi Ani menjadi
tempat mengadunya. Bi Ani yang mengasuhnya dari kecil, jadi seperti Ibunya
sendiri.
Pagar warna coklat telah terlihat dari
jauh. Itu berarti rumahnya sudah dekat. Rani diam sejenak seperti memikirkan
sesuatu dalam benaknya.
“Ada
apa sayang…?” Ayah memandang wajah Rani yang terlihat murung.
“Yah, Rani belum beli bahan untuk besok.” Kembali ia membuka-buka tasnya
seperti ada yang ketinggalan. “Buku Rani ada yang ketinggalan dikelas Yah.”
Bingung sekali sepertinya ia saat itu, sebab disana ada PR untuk besok. “Wah,
besok aku bisa dihukum lagi sama Bu guru.” Gumamnya lirih.
“Coba
cari lagi.” Ujar Ayah.
“Nggak ada Yah. Balik lagi kesekolah yuk.”
Ajak Rani memaksa sambil memegang lengan Ayah dan menggoyang-goyangkannya.
“Entar aja, kita pulang dulu makan, kalau
sudah makan baru kita kesekolah lagi sambil cari bahan untuk besok.” Dengan
santai Ayah memberi solusi pada anaknya. Rani pun seketika diam dan merasa
kalau kecerobohannya itu akan menyengsarakan dia dan orang lain. Ia juga
berfikir kalau sampai Ibu tahu pasti akan di marahi.
“Yah,
jangan bilang sama Ibu kalau aku tadi dihukum terus buku Rani ketinggalan di
sekolah juga ya..!” Bujuk Rani dengan manja. Namun Ayahnya sama sekali tak
menjawab ia langsung membuka pintu mobil karena telah sampai didepan rumah.
Ayah langsung menuju pintu rumah sambil menggandeng tangan Rani. Terlihat Ibu
buru-buru keluar untuk menyambut kedua orang yang sangat ia sayangi.
****
Hujan
rintik-rintik mengguyur wilayah itu. Mereka kini telah selesai makan siang, Rani
pun menagih janji untuk segera kembali kesekolahan dan membeli peralatan dan
bahan yang akan digunakan besok. Namun Ayah masih megulur-ngulur waktu, yang
jelas capek dan malas pasti ada dalam pikiran dan tubuhnya. Jarak Rumahnya dan
Sekolah sangat jauh. Akhirnya sang Ayah mengabulkan pinta dari anaknya itu. Ibu
juga mendesak ingin ikut, padahal Rani sangat menghindari agar tidak diketahui
atas kecerobohannya. Berbagai alasan telah terkeluar dari Ayah dan Rani tapi,
Ibu tetap saja ingin ikut katanya ia mau sekalian belanja untuk peralatan
kantor. Maklum Ibu seorang sekretaris disalah satu kantor jasa.
Desakan
Ibu juga terkabulkan dan disana pula mulai tercium kecerobohan yang dilakukan oleh
Rani. Didalam mobilpun Ibu terus menceramahinya terus.
“Setiap
hari Ibu selalu bilang yang teliti kalau mengerjakan sesuatu. Kalau kamu
selamanya seperti itu kamu sendiri yang akan menjadi tak tentu dan kacau.” Ibu
terus saja ngomel meski semua hanya diam apa lagi Rani.
Malam datang dengan sentuhan kesejukan,
kegelapan juga telah menjadi bayangan semua orang setiap mendengar kata malam.
Rani masih terus asik mengerjakan pernak-pernik yang akan ia pasang besok
dikelas. Kertas berserakan dari mulai berbentuk huruf sampai dengan
hiasan-hiasan yang dibantu oleh Ibunya. Jari letiknya terus bergerak
menggunting, memotong dan melipat-lipat, ada bunga, dan gambar-gambar yang
lain.
Malam
semakin larut namun Rani masih terus mengerjakan itu. Beberapa kali ia menguap
pertanda kalau sebenarnya sudah sangat ngantuk sekali. Jam sepuluh sekarang, Ibu beberapa kali
menyuruhnya tidur namun ia masih tak mendengarkan nasehat ibunya.
“Rani,
Tidur udah malem besok kamu dibangunkan susah, kalau susah bangun ibu tinggal
aja biar dirumah sendirian.” Ibu masih seperti biasa.
Rani
menuruti apa yang dikatakan Ibu. Ia mulai menarik selimutnya. Namun fikirannya
masih saja menerawang kemana-mana dengan berbagai hayalan tentang kelasnya yang
menjadi juara dalam perlombaan kali ini. Sepertinya ia sudah tidak sabar lagi menunggu
besok, ia masih baliksana-balik sini tidak bisa tidur.
****
Apa
yang dikatakan Ibu tadi malam aseperti tidak meleset. Rani sangat susah sekali
dibangunkan sampai akhirnya digendong dan langsung dimandikan meski masih
seperti mimpi-mimpi. Namun setelah ia ingat kalau hari ini harus sekolah untuk
menghias kelas, ia langsung semangat.
Eko
terlihat turun dari mobil BMW 3.50i. Ia langsung turun dan mennyapa Rani yang
masih dalam Mobil bersama kedua orang tuanya.
“Gimana Ran, udah siap belum..?” Eko
seperti menantangnya. Ia melihat Eko berdiri diluar, dengan segera ia membuka
pintu mobil dan langsung turun mendekati Eko.
“Siap..!”
Sambil ia memperlihatkan kantong plastic yang ia jinjing. Disana penuh dengan
bahan dan peralatan yang siap dipasang.
“Ayah pergi dulu ya sayang…!” Ucap Ayah sambil memutar balikan mobilnya.
Eko
dan Rani berjalan beriringan menuju kelas. Didalam kelas teman-temannya sudah
sibuk mengeluarkan apa yang dibawanya meski tak selengkap Rani dan Eko.
“Ran, kamu bawa apa…?” Tania menyapa
seketika melihat Rani yang membawa kantong plastic. Ia hanya memperlihatkan
benda-benda yang tersusun didalamnya.
“Wah…..banyak
banget..!” Seperti keheran-heranan ia melihat.
“Selamat
pagi anak-anak.” Sapaan yang biasa Ibu guru alunkan setiap kali masuk.
Anak-anakpun dengan serentak penuh semangat menjawabnya. Seperti biasa Ibu guru
menyuruh mereka berdoa sebelum belajar. Namun setelah selesai Ibu guru langsung
menanyakan apa yang dibawa oleh mereka saat ini.
Setelah
Ibu guru melihat apa yang dibawa oleh Rani ia sangat kagum karena begitu
lengkap dan pastinya tidak menghabiskan uang sedikit untuk membeli semua ini.
Ibu guru juga menanyakan PR yang ia berikan kemarin. Rani dengan semangat
mengumpulkan pekerjaannya.
“Tidak ketinggalan lagi Ran..?” Dengan
sedikit senyuman ibu meledek anak didiknya itu.
“Nggak
Bu..!” Begitu pula Rani yang menanggapi dengan senyuman pula. Kemudian ia
langsung berlari-lari kecil menuju kebangkunya lagi.
****
Kelas
yang berisi tiga puluh lima siswa itu kini menjadi gaduh saat Ibu
mempersilahkan untuk menghias kelas sebagus mungkin. Terutama Eko dan Rani yang
langsung membongkar apa yang mereka bawa untuk segera dipasang pada
tempat-tempat yang menurut ia setrategis.
Rani
ingin memasang pernak-pernik di dek alias langit-langit kelas. Sedangkan Eko
yang pertama ia pasang ialah bendera yang telah ia janjikan kepada Rani.
Bendera itu dari kertas yang berukuran kecil namun telah ia susun di benang,
jadi ia tinggal mengikat disetiap sudut maka akan terlihat bagus dan setiap
tertiup angin atau tergoyang maka bendera-bendera itu akan berkibar-kibar kecil
.
Tania
membawa selembar kertas karton dengan tulisan ”HUT RI Ke 62”.dan masih banyak lagi teman-teman
mereka yang membawa tulisan dan hiasan. Setelah semua terpasang mereka semua
berkonsentrasi membuat sesuatu lagi yang bisa mereka letak atau mereka tempel
disetiap lokasi diruang kelas 3 C itu.
Ronal
akhirnya punya ide untuk membuat gapura dikunsen pintu masuk kelas. Meski hanya
dengan kertas tetapi, sangat terlihat bagus dari jauh. Riuh dan gaduh belum
berakhir juga. Ibu guru hanya mengarah-arahkan mereka namun ide-ide tetap bebas
dari masing-masing siswa.
“Sekarang
sudah jam dua belas siang, kita sudahi dulu kerjaan kita. Besok kita lihat
kelas mana yang paling bagus.” Kata Ibu guru sambil berdiri dihadapan
siswa-siawinya.
“Yah…..!!!”
Seluruh siswa dan siswi terlihat kesal karena pekerjaan mereka belum selesai.
“Bu…kok
udah sih, kita masih punya ide untuk menghias bangku-bangku kita supaya
terlihat manis.” Ucap Tania sembari menggunting kertas dan sesekali
mencolek-colek lem yang tersusun didepannya.
“Iya Bu…” Tambah Rani dengan keras. “Bu
kalau kelas ini yang dapet juara kan Ibu juga yang bangga.” Tanpa berfikir lagi
rani nyeplos, karena ia juga kesal atas keputusan Ibu guru.
“Ya
sudah Ibu kasih waktu satu jam lagi.” Bu guru sepertinya telah berfikir matang.
Padahal jadwal pulang adalah jam dua belas dan itu sudah peraturan dari Kepala
sekolah. Namun Ibu guru tentunya tidak mau mengecewakan Anak muridnya saat itu.
Para
orang tua yang menjemput terlihat sudah menunggu dari tadi dihalaman parkir dan
diruang tunggu. Ibu guru keluar untuk memberitahukan kepada para penjemput
bahwa mereka sedang asik menghias ruang kelas. Kelas-kelas lain sudah pada pulang
namun setiap yang melewati kelas 3C pasti terkagum-kagum dan merasa sangat
menarik sekali kelas itu.
Rani
masih terus sibuk. Ibu guru sangat kagum melihat semangatnya yang tak pernah
habis. Seperti para pahlawan yang melawan penjajah dulu. Kini selesai juga ia
mendekor ruangan itu. Mereka mulai siap-siap untuk pulang dengan membersihkan
kelas dan menyusun peralatan.
Rani keluar dari kelas dan melihat dari
jauh.
“Wah...
indah sekali kelasku.” Gumamnya sendiri sambil berhayal kalau kelasnya yang
menjadi juara pada tahun ini. Kemudian
ia bersandar dipintu dan bola matanya terus berputar melihat sekeliling kelas
yang sangat indah. Dari bangku yang berhias dengan renda-renda disamping ruang
kelas yang dihiasi bendera Indonesia, gambar bunga, Bambu runcing dan
hiasan-langit dengan bentuk dan ala pesta ulang tahun.
“Rani, yuk kita pulang.” Ajak Bu guru
dengan lembut. Ia langsung masuk dan memakai tasnya yang bergambar Barbie.
Terlihat diluar sana Ayah telah menunggu didalam mobil.
“Pasti
Ayah tertidur.” Rani bercakap lirih sambil mendekat ke mobil.
“Udah selesai sayang…?” Rupanya tebakan
Rani salah.
“Eh…Ayah,
Udah. Kok nggak tidur..? biasanya
kan tidur…” Disertai ketawa. Ayah juga ketawa dan membukakan pintu sambil menyuruh
Rani segra masuk.
“Baru bangun. Kamu kan keluarnya lama jadi
sempet puas tidurnya. Habisnya Ayah laper.” Seraya menutup kembali pintu. “Kita langsung pulang kan…?” Dibalas
anggukan dari Anak tercintanya itu. Sebelum Ayah menyalakan mobil ia kembali menanyakan pada Rani, “Nggak ada
yang ketinggalan.” Rani langsung memukul pundak Ayahnya. Merasa kalau Ayah
meledeknya.
“Yah,
Rani capek. Rani pengen tidur ya..!” Tak heran jika memang ia benar-benar capek
karena ia begitu aktiv dikelas tadi. Ayah hanya mengelus kepala Rani, namun
pandangannya masih tetap fokus kejalan karena ia sedang menyetir.
Sesampainya dirumah ia langsung masuk kekamar tanpa banyak bicara lagi. Ia
ingin meneruskan mimpinya yang sempat terputus sejenak. Kebetulan Ibu tidak
menyuruhnya makan, biasanya yang membuat ribut dirumah saat waktu makan tiba,
sebab Rani sangat susah sekali disuruh makan. Sepertinya Ibu juga tau kalau
anak kesayangannya itu sedang capek.
****
Rani
bangun sekitar Jam tiga sore. Ia teriak-teriak memanggil Ibu, sudah menjadi kebiasaannya
setiap bangun tidur. Bi Ani langsung datang.
”Bi Ibu sama Ayah kemana..?” Tanya Rani
dengan wajah kusut, rambut acak-acakan, dan matanya berkaca-kaca.
”Ibu sama Ayah ke kantor.” Bi Ani duduk
disamping Rani sambil mengelus-ngelus pundaknya. ”Mandi ya... Biar seger.” Tanpa
bicara apa-apa Rani langsung menuju kamar mandi. Setelah mandi ia didandani Bi
Ani dengan rambut di kipang dua dan memakai baju terusan seperti piama.
Mereka
duduk didepan TV. Rani mulai
bercerita tentang bagaimana kegiatannya di sekolah tadi. Dan ia juga cerita
kalau kemarin malam ia juga tidur lambat jadi ia bangunnya telat. Bibi hanya
tertawa mendengar cerita-ceritanya. Televisi dihadapan mereka sama sekali tak
dilihat mereka terus asik cerita sampai Ayah pulang membawakan sebuah hadiah
yang sangat ia sukai. Apa
lagi kalau bukan boneka Barbie. Ia langsung tertawa melihat Bearby yang masih
terbungkus oleh kotak.
”Ibu,
beliin Rani apa..?” Sambil membuka kotak bungkus boneka, ia menatap Ibu. Namun
Ibu langsung masuk tanpa sepatah katapun.
”Ini hadiah dari Ibu sama Ayah.” Sahut
Ayah lembut. Rani mengangguk-anggukkan kepala.
Malam datang dengan sorot bulan dan
bintang-bintang yang bertaburan dilangit. Rani kini telah terlelap dengan dekapan angan
yang besar. Ayah dan Ibu masih nonton TV
diruang keluarga sedangkan Bibi pulang kerumahnya. Memang tidak jauh dari situ.
****
Tidak seperti biasa. Rani kali ini bangun
sendiri tanpa disuruh, sepertinya ia semangat sekali hari ini. Dimana hari
pengumuman kelas terbaik tahun ini di SD itu. Disambut oleh senyuman Ayah dan
Ibu yang masih asik membuat sarapan di dapur. Setelah mereka sarapan Rani
langsung mengajak Ayah mengantarnya sesegera mungkin, ia sudah tidak sabar
untuk melihat lagi kelas.
Pintu
gerbang sekolah telah menganga. Anak-anak yang lain pasti sudah banyak yang
datang. Rani langsung turun dan langsung berlari menuju kelasnya. Dari jauh
terlihat disana Ronal dan Tania tengah mengamati hasil karyanya dan
teman-temannya.
”Hai....Ran..!”
Sapa Tania melihat Rani langsung ikut melihat dan mengamati disana. ”Entar jam
sembilan kata Bu guru acara pengumuman pemenangnya.” Tania langsung menyampaikan apa yang dikatakan Bu
guru padanya. Rani tersenyum riang mendengar kata-kata itu. Lalu Rani masuk kekelas melihat yang didalam.
Ronal menguntuti dibelakang.
Bu
guru masuk mendekati Rani yang merapi-rapikan hiasan.
”Sebentar lagi para dewanjuri akan
memeriksa sebaiknya kita diluar saja.” Sambil
menatap tajam mata Rani yang manis. Kemudian seluruh anak-anak berdiri
bersandar dipagar depan kelas mereka. Tiga orang Guru masuk sambil membawa
buku, dialah dewanjurinya. Rani berdiri tepat dibelakang mereka. Para dewanjuri
saling berunding sambil berbisik-bisik. Kemudian mereka pergi setelah menulis
sesuatu di buku yang mereka bawa.
****
Acara pembagian hadiah telah dimulai
dengan MC dari seorang anak dari kelas enam. Mengumumkan berbagai macam lomba,
mulai dari cerdas cermat, lomba baca puisi dan masih banyak yang lainnya.
Dak...dik...duk... jantung anak-anak kelas 3 C menunggu pengumuman yang mereka
tunggu-tunggu.
”Kini tinggal satu perlombaan besar, yaitu
perlombaan kelas terbaik dua ribu tujuh SD Selamet Jaya. Dengan tema Kelasku, Negaraku.”
Dengan semangat dan teriakan bercampur tepuk tangan suara itu mengalun. ”Yang
dimenangkan oleh...” Mc itu sengaja memutus-mutuskan perkataannya supaya mereka
semua lebih penasaran lagi. ”Jura tiga diraih oleh kelaaaaaaas limaaaaaa..... Geeee....!”
Suara sorak riang terdengar
dari sudut kiri. Mereka pasti anak-anak kelas lima.
”Dan juara kedua diraih oleeeeh kelas enaaaaam.....
Bee...!” Seluruh siswa kelas 6 B tentunya sangat riang sekali mendengarnya.
”Kini untuk juara satu yang akan
dimenangkan oleeeeh.” Berhenti lagi MC. Rani terlihat murung mukanya setelah
dua juara tak memanggil kelasnya. ”Tiga Ceee...!.” Rina dan seluruh temannya
langsung teriak dan saling loncat-loncat mereka sangat gembira sekali karena
semua yang mereka lakukan tidak sia-sia rupanya.
”Masing-masing perwakilan kelas harap naik
keatas pentas.” MC memberi himbauan. Bu guru langsung mendekat, menyuruh Rani,
Eko, Tania, dan Ronal untuk naik keatas pentas mewakili kelas mereka untuk
menerima penghargaan, didamping Bu guru tentunya. Tanpa ragu Rani langsung
berdiri dan melangkah dengan tegap menuju pentas, disusul temannya yang telah
ditunjuk Bu guru.
”Semua pekerjaan jika kita sungguh-sungguh
mengerjakannya, maka akan menuai hasil dengan memuaskan.” Itulah sambutan dari Wali
kelas 3 C, yang bisa di tangkap oleh Rani dalam suasana kegembiraan.
BANDUNG,
2007-08-09 19:33
No comments:
Post a Comment