Friday, November 30, 2012

Untuk Kelasku & Negaraku



 Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)
            “Rani, bangun udah pagi…!” Seru Ibu untuk membangunkannya dari mimpi yang indah pagi itu. Sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar. Namun Rani belum juga bangun, ia masih meneruskan mimpi diatas kasur dengan sepray bergambar boneka Barbie warna kekuning-kuningan.  “Rani, bangun … Sekolah nggak…!” Kini Ibu sedikit keras.
            “Iya….Iya….sebentar.” Sahut Rani sambil berjalan malas menuju pintu kamar. “Jam berapa Bu ?” Tanyanya dengan suara lembut dan tangannya sambil mengucek-ngucek mata, sepertinya ia masih ngantuk sekali.
            “Udah jam enam. Langsung mandi, nanti telat lho.” Ibu beranjak pergi dari hadapannya. Ia pun masuk kekamar kembali untuk mengambil handuk. 
            “Cepat mandinya, jangan pakai berendem.” Seru ibu didapur membuat sarapan pagi.
            Cebas-cebus suara air di kamar mandi.
            “Eeeh,… dingin” Gumamnya menggigil setelah keluar, sambil lari menuju kamar untuk secepat mungkin memakai pakai seragam sekolah karena Ayah telah menunggu di meja makan.
            “Rani cepat udah siang entar telat.” Suara itu keluar dari mulut Ayahnya, seperti tidak sabar untuk menikmati nasi goreng buatan Ibu dengan telur menghiasi seperti bunga-bunga ditaman. Tak lama Rani keluar dengan menggendong tas. Ibu berjalan disamping sambil memegang pundaknya.
            “Selamat pagi Sayang..!” Sapa Ayah disertai senyum.
            “Pagi Yah…!” Sahutnya dengan menarik kursi untuk diduduki.
            “Ayah, nanti pulang jam berapa ? Jemput Rani kan.?” Ucap Rani manja, memang Rani adalah anak satu-satunya. Sebenarnya Rani sering kali mengutarakan keinginannya untuk pingin punya adik seperti teman-temannya di sekolah. Mereka sering menceritakan keasikan bermain dan liburan dengan adik-adiknya. Namun kedua orangtuanya mempunyai fikiran lain sebab mereka berdua tergolong orang-orang yang sibuk dengan urusan pekerjaan. Mereka takut kalau tidak bisa mengasuh dengan baik karena anak adalah sebuah titipan dari Allah jika anak berbuat atau tingkahnya buruk maka orangtualah yang menjadi Background. Artinya Orangtua akan selalu terbawa-bawa sebagai pendidik dan yang memberi pengarahan, meski sekolah telah memberikan itu, namun baik buruknya selalu merembet ke Orangtua.
            “Yuk kita berangkat sekarang.” Dengan mobil TAFF 4x4 mereka langsung meluncur menuju sekolah yang lumayan jauh dari tempat tinggal mereka. Maklum Ibu dan Ayahnya sangat tahu sekali dimana sekolahan yang baik dan sekolah yang benar-benar bisa memberi bekal dihidup anaknya nanti.
****
            Sampai didepan pintu gerbang sekolah, Rani langsung dituntun masuk oleh Pak Satpam menuju kelasnya. Disana terlihat teman-temannya sedang asik bermain bersama. Ia langsung melepaskan tangan Pak Satpam dan berlari menuju kerumunan teman-temanya.
            “Rani… Sini main bareng.” Ujar Fina mengajaknya bermain bareng.
            “Ntar, aku naruh tas dulu.” Jawabnya dengan lari-lari kecil menuju kelas 3 C SD Selamet Jaya yang terkenal dengan Yayasan terbesar di kota itu. Mulai dari TK, Play Goup, SD, SMP, SMA, PT, sampai lembaga-lembaga besar.
            Suara bel mengalun keras seperti suara klakson kreta api, pertanda kegiatan belajar akan segera dimulai. Rani dan teman-temannya berlarian menuju kelasnya dan langsung duduk dibangku masing-masing namun kebisingan suara masih terus terdengar karena guru belum masuk. Tak lama dari itu suara sepatu terdengar dari luar kelas. Mereka mulai sedikit sepi.
            “Selamat pagi anak-anak.” Ucap Ibu guru seraya menyapa. Merekapun serentak menjawab,
            “Selamat pagi Bu..!” Seketika sepi, semua terdiam.
            “Mari kita membaca doa bersama-sama.” Kembali Bu guru memandu. Suara doa sebelum belajar terdengar nyaring sampai keluar kelas. Namun itu telah biasa disetiap kali pertama masuk. Setelah selesai Ibu guru menanyakan pekerjaan rumah yang kemarin ia berikan. Anak-anakpun mulai sibuk membuka tas dan buku untuk memperlihatkan pada Bu guru.
            Tania langsung lari kedepan untuk mengerjakan di papan tulis setelah Ibu guru memberi kesempatan pada mereka, siapa yang mau mengerjakan didepan soal matematika itu. Anak-anak yang lain masih sibuk mengumpulkan tugas mereka ke Bu guru. Sedangkan Rani belum juga mengumpulkan ia masih sibuk membongkar-bongkar tasnya. Kini ia semakin cemas buku-buku yang ditasnya semua terserak keluar namun ia tidak juga menemukan buku yang ia maksud.
            “Rani, kenapa…?” Tanya Eko yang memperhatikan dari tadi.
            “PR ku ketinggalan Ko!” Mukanya memerah terlihat sebegitu cemas. Namun ia tetap mengobrak-ngabrik isi tasnya.
            “Rani, mana PR kamu.” Kini Ibu guru yang bertanya padanya. Ia semakin gerogi. Dengan wajah memerah ia berkata jujur.
            “Bu, PR saya ketinggalan, padahal sudah saya kerjakan tadi malam, saya lupa memasukkan kedalam tas Bu,” Jelaskan Rani dengan penuh kecemasan dan ketakutan.
“Kamu tidak mengerjakan ya..?” Tanya lagi Ibu guru seperti memojokkannya. “Kesini”. Suruh Ibu guru dengan suara lembut.
            “Saya sudah kerjakan, tapi saya lupa memasukkan kedalam tas.” Kembali ia menjelaskan.
            “Ya, sudah Ibu percaya sama kamu. Sebagai sangsi karna kamu telah ceroboh, kamu berdiri di depan sampai istirahat tiba.” Dengan bijak ia memberikan hukuman. Memang hukuman yang tidak mengerjakan PR adalah berdiri didepan kelas sampai dengan istirahat. Rani sangat tegar, ia menjalani hukuman sampai jam istirahat tiba.
****
            Jam istirahat telah usai berarti jam bermain juga telah berakhir. Seluruh anak-anak kembali duduk rapi dibangkunya masing-masing. Ibu guru kembali masuk dengan menjinjing tas ditangan kanannya. Kini kembali sunyi ruangan tanpa ada yang ngobrol atau bermain.
            “Anak-anak, berapa hari lagi Negara kita mempetingati hari kemerdekaan…?” Ibu guru membuka mulutnya untuk memulai percakapan setelah istirahat tadi. Seluruh anak-anak terdiam sebentar sepertinya mereka berhitung terlebih dahulu. Diantara mereka ada yang bertanya hari ini tanggal berapa, ada juga yang bertanya hari apa 17 agustus itu.
            “Tiga hari lagi Bu” Tania dengan lantang menjawab disusul teman-temannya yang lain juga.
            “Jadi, dalam merangka hari kemerdekaan Negara kita, sekolahan ini mengadakan berbagai perlombaan salah satunya menghias kelas masing-masing. Kalian sanggup nggak..?” Tanpa berpikir panjang seluruh anak-anak langsung menjawab dengan sangat gembira sekali,
            “Sanggup Bu..” Disertai sorakan-sorakan kecil dari mulut mereka.
            “Kalau kalian sanggup, mulai besok kita akan menghias kelas ini. Kita juga akan membagi tugas masing-masing, temanya adalah Kelasku, Negaraku.” Terangkan kembali Ibu guru. Rani dengan ceria langsung mengacungkan tangan dengan wajah riang.
            “Ya.. Ada apa Rani.” Ibu guru meresponnya.
            “Saya siap Bu.” Ucapnya.
            “Bagus kalau begitu” Semakin semangat Ibu guru melihat anak didiknya begitu gembira menyambut hari kemerdekaan Indonesia kali ini.
            “Eko, kamu mau bagian apa..?” Bisik Rani kepada teman sebangkunya yang dari tadi asik menggambar bendera Indonesia.
            “Aku pengen membuat bendera banyak-banyak. Kalau kamu milih apa..?” Jawab Eko dengan yakin disertai pertanyaan kembali pada Rani, namun dia hanya senyum mendengar keinginan temannya itu. Trus ia sambil melihat keatas langit-langit kelasnya.
            “Aku mau menghias langit-langit itu dengan sebagus mungkin supaya kelas kita menjadi juara.” Rani begitu semangat sekali. “Aku juga pengen pasang bunga-bunga seperti dikamarku dan aku pasang boneka Barbie.” Tambahnya lagi. Kali ini bagian Eko yang tertawa terbahak-bahak.
            “Eko, ada apa..?” Tegur Bu guru seraya menatapnya dengan teman sebangkunya yang memang tak bisa diam itu. Ia tidak menjawab sama sekali, hanya menundukkan kepalanya.
            “Bu, aku merencanakan kalau kami mau menghias kelas ini dengan sebagus mungkin supaya kelas ini menjadi juara, Bu..!” Jelaskan Rani sambil berdiri ditempat. Akhirnya Ibu mengangguk-anggukkan kepala sambil berkata,
            “Bagus…Bagus. Ya sudah, jangan terlalu difikirkan. Mari kita belajar lagi.” Sambil berdiri menuju papan tulis.
****
            Mobil TAFF 4x4 telah parkir dihalaman sekolah. Rani langsung lari menuju kearah mobil saat jam pulang sekolah. Ia sudah kenal sekali itu pasti mobil Ayahnya.
            “Tok…Tok…Tok..! Yah….!” Panggil Rani sambil mengetuk kaca mobil sebelah kiri. “Ayah, tidur ya…?” Serunya kembali masih disertai ketukan. Kemudian Ayah bangun juga, ia langsung tebarkan senyum.
”Dari tadi lo Rani panggil-panggil.” Sambil bersalaman dan mencium tangan.
            “Sory, ayah capek banget. Langsung pulang saja ya..? Ibu udah nunggu dirumah.” Langsung menyalakan starter mobil dan meluncur dengan cepat. Namun saat di pintu gerbang terlihat Eko yang masih menunggu jemputan. Rani membuka jendelanya, ia sepertinya mau menyapa.
            “Eko, besok ya…! Kamu belum dijemput..? Ikut aku aja.” Rani memang baik. Ayah menghentikan mobil sambil mengajak Eko kebetulan lewat rumahnya. Tanpa berpikir panjang Eko langsung masuk kemobil dari pintu belakang.
            “Ran, pokoknya kita buat kelas kita yang paling bagus ya…!” Seraya meletakkan tasnya disamping.
            “Emang ada acara apaan..?” Sahut Ayah terlihat penasaran dari mukanya yang langsung menatap anaknya itu.
            “Ada acara lomba menghias kelas pada tujuh belas Agustus nanti, tapi dimulainya besok, kita harus mulai kerjakan, kata Bu guru.” Eko yang mengiya-iyakan dari belakang. Ayah juga sepertinya sangat paham. Lalu,
“Oom…Omm..turun disini aja.” Eko menghentikan. Mereka saling mengangkat tangan sambil berucap “Da….Da…!”. Begitu pula Ayah.
Selama diperjalanan Rani terus bercerita tentang disekolah tadi mulai dari ia dihukum, terus di tegur sama Ibu guru saat mereka ngobrol dengan Eko. Terkadang Ayahnya juga menasehati terkadang ia juga tertawa melihat anaknya yang terus ngomong tak ada hentinya.
            Rani memang tidak begitu manja dengan Ibunya, tapi dengan Ayahnyalah, sebab ia minta apa saja selalu dituruti selagi itu terjangkau. Bukan memanjakan tapi, bisa dibilang anak kesayangan. Sedangkan Rani sendiri sering jengkel pada Ibunya karena Ibunya sering cerewet dan memarahi, meski terkadang Bi Ani menjadi tempat mengadunya. Bi Ani yang mengasuhnya dari kecil, jadi seperti Ibunya sendiri.
            Pagar warna coklat telah terlihat dari jauh. Itu berarti rumahnya sudah dekat. Rani diam sejenak seperti memikirkan sesuatu dalam benaknya.
            “Ada apa sayang…?” Ayah memandang wajah Rani yang terlihat murung.
            “Yah, Rani belum beli bahan untuk besok.” Kembali ia membuka-buka tasnya seperti ada yang ketinggalan. “Buku Rani ada yang ketinggalan dikelas Yah.” Bingung sekali sepertinya ia saat itu, sebab disana ada PR untuk besok. “Wah, besok aku bisa dihukum lagi sama Bu guru.” Gumamnya lirih.
            “Coba cari lagi.” Ujar Ayah.
“Nggak ada Yah. Balik lagi kesekolah yuk.” Ajak Rani memaksa sambil memegang lengan Ayah dan menggoyang-goyangkannya.
“Entar aja, kita pulang dulu makan, kalau sudah makan baru kita kesekolah lagi sambil cari bahan untuk besok.” Dengan santai Ayah memberi solusi pada anaknya. Rani pun seketika diam dan merasa kalau kecerobohannya itu akan menyengsarakan dia dan orang lain. Ia juga berfikir kalau sampai Ibu tahu pasti akan di marahi.
            “Yah, jangan bilang sama Ibu kalau aku tadi dihukum terus buku Rani ketinggalan di sekolah juga ya..!” Bujuk Rani dengan manja. Namun Ayahnya sama sekali tak menjawab ia langsung membuka pintu mobil karena telah sampai didepan rumah. Ayah langsung menuju pintu rumah sambil menggandeng tangan Rani. Terlihat Ibu buru-buru keluar untuk menyambut kedua orang yang sangat ia sayangi.
****
            Hujan rintik-rintik mengguyur wilayah itu. Mereka kini telah selesai makan siang, Rani pun menagih janji untuk segera kembali kesekolahan dan membeli peralatan dan bahan yang akan digunakan besok. Namun Ayah masih megulur-ngulur waktu, yang jelas capek dan malas pasti ada dalam pikiran dan tubuhnya. Jarak Rumahnya dan Sekolah sangat jauh. Akhirnya sang Ayah mengabulkan pinta dari anaknya itu. Ibu juga mendesak ingin ikut, padahal Rani sangat menghindari agar tidak diketahui atas kecerobohannya. Berbagai alasan telah terkeluar dari Ayah dan Rani tapi, Ibu tetap saja ingin ikut katanya ia mau sekalian belanja untuk peralatan kantor. Maklum Ibu seorang sekretaris disalah satu kantor jasa.
            Desakan Ibu juga terkabulkan dan disana pula mulai tercium kecerobohan yang dilakukan oleh Rani. Didalam mobilpun Ibu terus menceramahinya terus.
            “Setiap hari Ibu selalu bilang yang teliti kalau mengerjakan sesuatu. Kalau kamu selamanya seperti itu kamu sendiri yang akan menjadi tak tentu dan kacau.” Ibu terus saja ngomel meski semua hanya diam apa lagi Rani.
            Malam datang dengan sentuhan kesejukan, kegelapan juga telah menjadi bayangan semua orang setiap mendengar kata malam. Rani masih terus asik mengerjakan pernak-pernik yang akan ia pasang besok dikelas. Kertas berserakan dari mulai berbentuk huruf sampai dengan hiasan-hiasan yang dibantu oleh Ibunya. Jari letiknya terus bergerak menggunting, memotong dan melipat-lipat, ada bunga, dan gambar-gambar yang lain.
            Malam semakin larut namun Rani masih terus mengerjakan itu. Beberapa kali ia menguap pertanda kalau sebenarnya sudah sangat ngantuk sekali. Jam sepuluh sekarang, Ibu beberapa kali menyuruhnya tidur namun ia masih tak mendengarkan nasehat ibunya.
            “Rani, Tidur udah malem besok kamu dibangunkan susah, kalau susah bangun ibu tinggal aja biar dirumah sendirian.” Ibu masih seperti biasa.
            Rani menuruti apa yang dikatakan Ibu. Ia mulai menarik selimutnya. Namun fikirannya masih saja menerawang kemana-mana dengan berbagai hayalan tentang kelasnya yang menjadi juara dalam perlombaan kali ini. Sepertinya ia sudah tidak sabar lagi menunggu besok, ia masih baliksana-balik sini tidak bisa tidur.
****
            Apa yang dikatakan Ibu tadi malam aseperti tidak meleset. Rani sangat susah sekali dibangunkan sampai akhirnya digendong dan langsung dimandikan meski masih seperti mimpi-mimpi. Namun setelah ia ingat kalau hari ini harus sekolah untuk menghias kelas, ia langsung semangat.
            Eko terlihat turun dari mobil BMW 3.50i. Ia langsung turun dan mennyapa Rani yang masih dalam Mobil bersama kedua orang tuanya.
            “Gimana Ran, udah siap belum..?” Eko seperti menantangnya. Ia melihat Eko berdiri diluar, dengan segera ia membuka pintu mobil dan langsung turun mendekati Eko.
            “Siap..!” Sambil ia memperlihatkan kantong plastic yang ia jinjing. Disana penuh dengan bahan dan peralatan yang siap dipasang.
            “Ayah pergi dulu ya sayang…!” Ucap Ayah sambil memutar balikan mobilnya.
            Eko dan Rani berjalan beriringan menuju kelas. Didalam kelas teman-temannya sudah sibuk mengeluarkan apa yang dibawanya meski tak selengkap Rani dan Eko.
            “Ran, kamu bawa apa…?” Tania menyapa seketika melihat Rani yang membawa kantong plastic. Ia hanya memperlihatkan benda-benda yang tersusun didalamnya.
            “Wah…..banyak banget..!” Seperti keheran-heranan ia melihat.
            “Selamat pagi anak-anak.” Sapaan yang biasa Ibu guru alunkan setiap kali masuk. Anak-anakpun dengan serentak penuh semangat menjawabnya. Seperti biasa Ibu guru menyuruh mereka berdoa sebelum belajar. Namun setelah selesai Ibu guru langsung menanyakan apa yang dibawa oleh mereka saat ini.
            Setelah Ibu guru melihat apa yang dibawa oleh Rani ia sangat kagum karena begitu lengkap dan pastinya tidak menghabiskan uang sedikit untuk membeli semua ini. Ibu guru juga menanyakan PR yang ia berikan kemarin. Rani dengan semangat mengumpulkan pekerjaannya.
“Tidak ketinggalan lagi Ran..?” Dengan sedikit senyuman ibu meledek anak didiknya itu.
            “Nggak Bu..!” Begitu pula Rani yang menanggapi dengan senyuman pula. Kemudian ia langsung berlari-lari kecil menuju kebangkunya lagi.
****
            Kelas yang berisi tiga puluh lima siswa itu kini menjadi gaduh saat Ibu mempersilahkan untuk menghias kelas sebagus mungkin. Terutama Eko dan Rani yang langsung membongkar apa yang mereka bawa untuk segera dipasang pada tempat-tempat yang menurut ia setrategis.
            Rani ingin memasang pernak-pernik di dek alias langit-langit kelas. Sedangkan Eko yang pertama ia pasang ialah bendera yang telah ia janjikan kepada Rani. Bendera itu dari kertas yang berukuran kecil namun telah ia susun di benang, jadi ia tinggal mengikat disetiap sudut maka akan terlihat bagus dan setiap tertiup angin atau tergoyang maka bendera-bendera itu akan berkibar-kibar kecil .
            Tania membawa selembar kertas karton dengan tulisan ”HUT RI  Ke 62”.dan masih banyak lagi teman-teman mereka yang membawa tulisan dan hiasan. Setelah semua terpasang mereka semua berkonsentrasi membuat sesuatu lagi yang bisa mereka letak atau mereka tempel disetiap lokasi diruang kelas 3 C itu.
            Ronal akhirnya punya ide untuk membuat gapura dikunsen pintu masuk kelas. Meski hanya dengan kertas tetapi, sangat terlihat bagus dari jauh. Riuh dan gaduh belum berakhir juga. Ibu guru hanya mengarah-arahkan mereka namun ide-ide tetap bebas dari masing-masing siswa.
            “Sekarang sudah jam dua belas siang, kita sudahi dulu kerjaan kita. Besok kita lihat kelas mana yang paling bagus.” Kata Ibu guru sambil berdiri dihadapan siswa-siawinya.
            “Yah…..!!!” Seluruh siswa dan siswi terlihat kesal karena pekerjaan mereka belum selesai.
            “Bu…kok udah sih, kita masih punya ide untuk menghias bangku-bangku kita supaya terlihat manis.” Ucap Tania sembari menggunting kertas dan sesekali mencolek-colek lem yang tersusun didepannya.
            “Iya Bu…” Tambah Rani dengan keras. “Bu kalau kelas ini yang dapet juara kan Ibu juga yang bangga.” Tanpa berfikir lagi rani nyeplos, karena ia juga kesal atas keputusan Ibu guru.
            “Ya sudah Ibu kasih waktu satu jam lagi.” Bu guru sepertinya telah berfikir matang. Padahal jadwal pulang adalah jam dua belas dan itu sudah peraturan dari Kepala sekolah. Namun Ibu guru tentunya tidak mau mengecewakan Anak muridnya saat itu.
            Para orang tua yang menjemput terlihat sudah menunggu dari tadi dihalaman parkir dan diruang tunggu. Ibu guru keluar untuk memberitahukan kepada para penjemput bahwa mereka sedang asik menghias ruang kelas. Kelas-kelas lain sudah pada pulang namun setiap yang melewati kelas 3C pasti terkagum-kagum dan merasa sangat menarik sekali kelas itu.
            Rani masih terus sibuk. Ibu guru sangat kagum melihat semangatnya yang tak pernah habis. Seperti para pahlawan yang melawan penjajah dulu. Kini selesai juga ia mendekor ruangan itu. Mereka mulai siap-siap untuk pulang dengan membersihkan kelas dan menyusun peralatan.
            Rani keluar dari kelas dan melihat dari jauh.
            “Wah... indah sekali kelasku.” Gumamnya sendiri sambil berhayal kalau kelasnya yang menjadi juara pada tahun ini.  Kemudian ia bersandar dipintu dan bola matanya terus berputar melihat sekeliling kelas yang sangat indah. Dari bangku yang berhias dengan renda-renda disamping ruang kelas yang dihiasi bendera Indonesia, gambar bunga, Bambu runcing dan hiasan-langit dengan bentuk dan ala pesta ulang tahun.
            “Rani, yuk kita pulang.” Ajak Bu guru dengan lembut. Ia langsung masuk dan memakai tasnya yang bergambar Barbie. Terlihat diluar sana Ayah telah menunggu didalam mobil.
            “Pasti Ayah tertidur.” Rani bercakap lirih sambil mendekat ke mobil.
            “Udah selesai sayang…?” Rupanya tebakan Rani salah.
            “Eh…Ayah, Udah. Kok nggak tidur..? biasanya kan tidur…” Disertai ketawa. Ayah juga ketawa dan membukakan pintu sambil menyuruh Rani segra masuk.
            “Baru bangun. Kamu kan keluarnya lama jadi sempet puas tidurnya. Habisnya Ayah laper.” Seraya menutup kembali pintu. “Kita langsung pulang kan…?” Dibalas anggukan dari Anak tercintanya itu. Sebelum Ayah menyalakan mobil ia kembali menanyakan pada Rani, “Nggak ada yang ketinggalan.” Rani langsung memukul pundak Ayahnya. Merasa kalau Ayah meledeknya.
            “Yah, Rani capek. Rani pengen tidur ya..!” Tak heran jika memang ia benar-benar capek karena ia begitu aktiv dikelas tadi. Ayah hanya mengelus kepala Rani, namun pandangannya masih tetap fokus kejalan karena ia sedang menyetir.
            Sesampainya dirumah ia langsung masuk kekamar tanpa banyak bicara lagi. Ia ingin meneruskan mimpinya yang sempat terputus sejenak. Kebetulan Ibu tidak menyuruhnya makan, biasanya yang membuat ribut dirumah saat waktu makan tiba, sebab Rani sangat susah sekali disuruh makan. Sepertinya Ibu juga tau kalau anak kesayangannya itu sedang capek.
****
            Rani bangun sekitar Jam tiga sore. Ia teriak-teriak memanggil Ibu, sudah menjadi kebiasaannya setiap bangun tidur. Bi Ani langsung datang.
            ”Bi Ibu sama Ayah kemana..?” Tanya Rani dengan wajah kusut, rambut acak-acakan, dan matanya berkaca-kaca.
            ”Ibu sama Ayah ke kantor.” Bi Ani duduk disamping Rani sambil mengelus-ngelus pundaknya. ”Mandi ya... Biar seger.” Tanpa bicara apa-apa Rani langsung menuju kamar mandi. Setelah mandi ia didandani Bi Ani dengan rambut di kipang dua dan memakai baju terusan seperti piama.
            Mereka duduk didepan TV. Rani mulai bercerita tentang bagaimana kegiatannya di sekolah tadi. Dan ia juga cerita kalau kemarin malam ia juga tidur lambat jadi ia bangunnya telat. Bibi hanya tertawa mendengar cerita-ceritanya. Televisi dihadapan mereka sama sekali tak dilihat mereka terus asik cerita sampai Ayah pulang membawakan sebuah hadiah yang sangat ia sukai. Apa lagi kalau bukan boneka Barbie. Ia langsung tertawa melihat Bearby yang masih terbungkus oleh kotak.
            ”Ibu, beliin Rani apa..?” Sambil membuka kotak bungkus boneka, ia menatap Ibu. Namun Ibu langsung masuk tanpa sepatah katapun.
            ”Ini hadiah dari Ibu sama Ayah.” Sahut Ayah lembut. Rani mengangguk-anggukkan kepala. 
            Malam datang dengan sorot bulan dan bintang-bintang yang bertaburan dilangit.  Rani kini telah terlelap dengan dekapan angan yang besar.  Ayah dan Ibu masih nonton TV diruang keluarga sedangkan Bibi pulang kerumahnya. Memang tidak jauh dari situ.
****
            Tidak seperti biasa. Rani kali ini bangun sendiri tanpa disuruh, sepertinya ia semangat sekali hari ini. Dimana hari pengumuman kelas terbaik tahun ini di SD itu. Disambut oleh senyuman Ayah dan Ibu yang masih asik membuat sarapan di dapur. Setelah mereka sarapan Rani langsung mengajak Ayah mengantarnya sesegera mungkin, ia sudah tidak sabar untuk melihat lagi kelas.
            Pintu gerbang sekolah telah menganga. Anak-anak yang lain pasti sudah banyak yang datang. Rani langsung turun dan langsung berlari menuju kelasnya. Dari jauh terlihat disana Ronal dan Tania tengah mengamati hasil karyanya dan teman-temannya.
            ”Hai....Ran..!” Sapa Tania melihat Rani langsung ikut melihat dan mengamati disana. ”Entar jam sembilan kata Bu guru acara pengumuman pemenangnya.” Tania langsung menyampaikan apa yang dikatakan Bu guru padanya. Rani tersenyum riang mendengar kata-kata itu.  Lalu Rani masuk kekelas melihat yang didalam. Ronal menguntuti dibelakang.
            Bu guru masuk mendekati Rani yang merapi-rapikan hiasan.
”Sebentar lagi para dewanjuri akan memeriksa sebaiknya kita diluar  saja.” Sambil menatap tajam mata Rani yang manis. Kemudian seluruh anak-anak berdiri bersandar dipagar depan kelas mereka. Tiga orang Guru masuk sambil membawa buku, dialah dewanjurinya. Rani berdiri tepat dibelakang mereka. Para dewanjuri saling berunding sambil berbisik-bisik. Kemudian mereka pergi setelah menulis sesuatu di buku yang mereka bawa.
****
Acara pembagian hadiah telah dimulai dengan MC dari seorang anak dari kelas enam. Mengumumkan berbagai macam lomba, mulai dari cerdas cermat, lomba baca puisi dan masih banyak yang lainnya. Dak...dik...duk... jantung anak-anak kelas 3 C menunggu pengumuman yang mereka tunggu-tunggu.
”Kini tinggal satu perlombaan besar, yaitu perlombaan kelas terbaik dua ribu tujuh SD Selamet Jaya. Dengan tema Kelasku, Negaraku.” Dengan semangat dan teriakan bercampur tepuk tangan suara itu mengalun. ”Yang dimenangkan oleh...” Mc itu sengaja memutus-mutuskan perkataannya supaya mereka semua lebih penasaran lagi. ”Jura tiga diraih oleh kelaaaaaaas limaaaaaa..... Geeee....!” Suara sorak riang terdengar dari sudut kiri. Mereka pasti anak-anak kelas lima.
”Dan juara kedua diraih oleeeeh kelas enaaaaam..... Bee...!” Seluruh siswa kelas 6 B tentunya sangat riang sekali mendengarnya.
”Kini untuk juara satu yang akan dimenangkan oleeeeh.” Berhenti lagi MC. Rani terlihat murung mukanya setelah dua juara tak memanggil kelasnya. ”Tiga Ceee...!.” Rina dan seluruh temannya langsung teriak dan saling loncat-loncat mereka sangat gembira sekali karena semua yang mereka lakukan tidak sia-sia rupanya.
”Masing-masing perwakilan kelas harap naik keatas pentas.” MC memberi himbauan. Bu guru langsung mendekat, menyuruh Rani, Eko, Tania, dan Ronal untuk naik keatas pentas mewakili kelas mereka untuk menerima penghargaan, didamping Bu guru tentunya. Tanpa ragu Rani langsung berdiri dan melangkah dengan tegap menuju pentas, disusul temannya yang telah ditunjuk Bu guru.
”Semua pekerjaan jika kita sungguh-sungguh mengerjakannya, maka akan menuai hasil dengan memuaskan.” Itulah sambutan dari Wali kelas 3 C, yang bisa di tangkap oleh Rani dalam suasana kegembiraan.


BANDUNG, 2007-08-09 19:33



No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.