Tuesday, December 30, 2008

Dilarang Tertawa

Oleh: Moel
Pagi yang sejuk. Sangat tepat sekali untuk melakukan olehraga dan cuci mata. Aku pergi kesebuah taman di pusat kota memakai kostum olahraga dan sepatu cet warna biru. Khusus desain meraton. Tidak licin meski lari kencang-kencang sekalipun. Bukan hanya aku yang memakai kostum seperti ini, tetapi juga banyak orang yang memakai kostum yang sama denganku. Dari wanita, waria sampai pria sekalipun. Memang di kota besar tidak heran jika wanita memakai pakaian yang mengumbar kelentikan tubuhnya. Dan lelaki yang memakai kostum wanita juga sangat tidak asing di mata kita. Sekalipun itu telah menyalahi.
Aku mulai lari-lari pemanasan. Sambil memutar-mutar sekiping melewati bawah kakiku seperti mainan anak kecil yang memakai karet disertai loncat-loncat kecil. Cukup mengasikkan. Di sebelahku terlihat sosok wanita yang asik berjalan memutari lapangan dengan handset menutup telinganya. Aku melihatnya kagum. Pakaiannya seksi dan tubuhnya yang begitu cocok dibalut pakaian seperti itu.
Seorang laki-laki mendekatinya. Seperti mengajak bicara. Lalu aku langsung memulai lari mengelilingi lapangan. Tanpa mengingat cewek yang telah melintas di depanku tadi. Setelah beberapa putaran aku merasa lelah, aku memutuskan untuk istirahat dulu untuk mengatur nafas. Duduk di bawah pohon.
Kembali aku memperhatikan setiap orang yang lewat di depanku. Seorang wanita memakai celana sangat pendek, mungkin 10 jari dari pinggangnya. Wajahnya tidak begitu cantik dengan kulit sedikit hitam dan tidak begitu seksi. Aku ingin sekali tertawa. Aku tahan sampai tertunduk-tunduk. Namun begitu saja dia lewat di depanku. Kembali lagi aku berlari berlawanan arah dari cewek itu.
***
Terus memutari lapangan tanpa melihat kanan kiri. Setelah merasa capek aku berhenti lagi dan membeli sebotol air meneral, duduk di kursi yang telah disediakan oleh pemerintah, tepat di pinggir taman. Sambil meluruskan kedua kakiku supaya tidak keram.
”Kalau habis lari langsung duduk, jongkok, atau melipat kaki, maka aliran darah kita akan berhenti dan bisa keram.” kata orangtuaku dulu, terus kuingat meski ia bukan seorang Tabib atau Dokter. Aku mengangguk-anggukkan kepala seperti paham dengan pikiranku sendiri.
Tidak henti-hentinya orang lewat. Mereka juga sedang beroleh raga. Kemudian lewat pasangan yang paling mesra pagi itu. Dengan tangan merangkul pudak sang wanita terus berjalan hampir melewati hadapanku.
Lelakinya memakai celana dasar dan kemeja kotak-kotak, sedangkan perempuannya memakai baju yang sangat minim sekali dengan rok pendek dan baju yang mencolok. Lebih parahnya lagi baju yang ia pakai mirip baju bintang Dunia Britnay Spears alias pusat diumbar. Aku terus memandanginya dengan menahan tawa. Sesekali aku menunduk untuk melepaskan tawa. Aku kembali memandangi pasangan itu. Di situ juga banyak orang yang memperhatikan dia, tidak jauh tingkahnya sepertiku. Pasti mereka juga ingin tertawa.
Lelaki itu sedikit tua mungkin umurnya sekitar 42 tahunan, dan perempuanya sekitar 20 tahunan. Mereka berjalan sambil canda. Begitu mesra.
Pas di hadapanku. Aku taksadar melepaskan tawa, lelaki itu menatapku garang. Dan langsung mendekatiku.
”Ngapain lo ketawa...? ngetawain gue ...?” sambil menekuk-nekuk tangannya. Aku berusaha menghindar. Ia menangkap bajuku sambil melepaskan hantaman ke mukaku, begitu keras. Buk.....!
”Ampun...Ampun Mas. Saya tadi tidak menertawakan Mas. Aku hanya tertawa sendiri.” Aku mengangkat-angkat tangan pertanda aku meminta maaf.
”Makanya jadi orang jangan resek.” tangannya mendorongku sampai aku tersungkur meringkuk dibawah pohon. Tiada satu orangpun yang menolong atau peduli denganku, yang menertawakanku juga tidak ada. Sepertinya mereka telah tahu kalau tertawa kini telah dilarang.
****

2007


“Telah dimuat di majalah PATRIOT TELKOM”

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.