
By. Moel
“Hidup tanpa karya adalah mati.”
“Apa setiap penulis dan orang
yang telah sukses oleh karyanya
juga merasakan hal yang sama?....
Dikucilkan?... Atau diberi semangat?...”
Zeptian Tauziek adalah seorang remaja yang ingin berkarya lewat dunia kepenulisan. Ia mulai menulis cerpen, essay sampai dengan novel yang tak selesai-selesai ia garap. Ia merangkap pula menjadi seorang mahasiswa disalah satu PTS yang letaknya di pinggirang kota Bandung. Namun, kendalanya ialah teman-temannya sendiri yang selalu membutanya tak semangat menulis lagi, bukan membuatnya menjadi lebih bersemangat.
“Awas! Ada penulis, n’tar kita jadi bahan tulisan atau bisa jadi bahan inspirasinya yang tidak karuan atau tentang kekacauan kita, maklumlah sang penulis, cerpenis, kolumis, novelis yang ‘nggak jadi! Ha...ha...,” itulah perkataan sahabatnya yang telah terukir dalam di memorinya. Tak hanya itu saja, ketika mereka bercanda juga tak pernah luput untuk menyinggung dan meledek.
Coba kita berpikir sejenak. Mereka melakukan itu ada beberapa faktor kemungkinan, yang pertama, sebenarnya teman-teman kita itu ingin memberi semangat agar kita terbakar untuk berkarya lebih bagus lagi dan lebih banyak . Kedua, mereka merasa iri atau dengki karena mereka tak bisa berkarya seperti kita atau bisa saja ia juga seorang penulis yang takut tersaingi. Ketiga, itu adalah cobaan, apakah kita sanggup untuk berkarya terus atau kita cukup sampai disitu saja? Keempat,mereka ingin menghentikan perbuatan kita.
Ketika seseorang berkarya namun dikucilkan maka, banyak orang yang akan mempertimbangkan untuk berkarya dan menggali bakat. Zeptian sempat berpikir,
“Apa setiap penulis dan orang yang telah sukses oleh karyanya juga merasakan hal yang sama?.... Dikucilkan?... Atau diberi semangat?...” ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tak tahu. Salah seorang gurunya dulu pernah memberi pembakar padanya,
“Hidup tanpa karya adalah mati.” Zeptian akhirnya duduk sendiri disebuah kantin depan kampusnya. Ia masih merenung.
Pramoedya Ananta Toer penulis beberapa buku, novel, roman, dan masih banyak yang lainnya. Dia disebut-sebut sebagai sejarawan karna novel dan roman-nya yang terus mengalir tentang sejarah. Namun, dia hampir menghabiskan hidupnya di trali besi alias penjara karna karyanya. Yang masih teringat “Lebih baik diasingkan dari pada menganut kepada kemunafikan,” itulah yang tertulis disalah satu bukunya. Dan Khairil Anwar yang mengatakan dalam bait puisinya “Sekali berarti setelah itu mati,” apa itu juga bisa dibilang jalan hidupnya karena ia telah berarti dengan karyanya lalu ia meninggal? Atau tokoh yang lain seperti Che Guivara yang dikenang setelah ia mati. Dan dalam film Veronica. G, setelah ia tiada di atas buni, baru terlihat perubahan itu? Ah....!
Ketika Zeptian merenung tiba-tiba ia ingat bahwasanya seorang filosofi Yunani rela di hukum pancung karena teorinya. “Apa aku harus menyerah?”
Zeptian pun pulang ke rumah untuk menulis lagi. Baginya perkataan Pram itu adalah perkataan untuk dirinya. Sebenarnya dia bukanlah penulis hebat seperti Pram namun nasibnya kini sama. DIKUCILKAN !.
No comments:
Post a Comment