Tuesday, January 29, 2013

Cerbung: Perempuan Setengah Hati 1

hafshaher.blogspot.com
    Bagian 1
 Jejak
“Van, elo yang bener dong.... kita temenan bukan sekarang-sekarang aja, dari dulu Van...! gua nggak seneng dengan cara elo ngomong,” Ucap Andi setelah jengkel karena ia merasa diremehkan Ivan. Mulutnya telah kecut untuk memuntahkan kata-kata panas itu. Harga diri bukan bagaimana orang menginjak harkat martabat saja, tapi juga bagaimana orang meremehkan kita seakan-akan kita seorang yang menerima keajaiban alam untuk menolong. Mustahil. Tuhan memang Maha Penyayang, tapi ia takkan menurunkan pertolongan dari langit seperti jaman dahulu. Mukjizat katanya.
            “An...An....elo jangan sensitif gitu dong...Gua cuma canda lagi...” cengkal Ivan membela dirinya.
      “Ah...Gua bosen ngomong ma elo....” Andi seraya pergi meninggalkan Ivan begitu saja. Ivan menarik-narik tangannya namun ia malah menampik dan diperlihatkan kejengkelannya. Raut mukanya sangar.
          “Ah....resek elo
...” ia menggenjot motornya kemudian memutar dan melaju meninggalkan Ivan. Ia hanya bengong sambil menatap sekitar. Otaknya berotasi kencang seperti rotasi roda motor saat gas menekan keras kebawah. Entahlah. Bayangan damai sesaat hilang diterpa kabut bisu. Berarak-arakan dilangit yang tak terhitung jumlahnya, terbawa angin seperti hewan peliharaan yang digiring menuju kandang saat malam tiba oleh tuannya.Tangannya mengacak-acak rambutnya. Kusut dibuatnya.
            Permasalahan sangat sepele sekali sebenarnya. Andi hanya tersinggung atas perkataan Ivan, baginya itu melecehkannya. Tongkrongan itu seraya sepi seketika. Ivan masih duduk di atas mesin mobil Taff tuanya, warnanya biru-biru tua, banyak catnya yang terkelupas akibat benturan-benturan kecil. Mungkin saja saat lampu merah di persimpangan jalan, ia menumbur kendaraan didepannya atau kendaraan di belakangnya justru yang menumbur.
Ia masih tertegun. “Emang ngomong itu harus bener-bener dijaga,”  Benar Van... “lida kita itu ibarat pedang.” Kata pepatah Arab. Namun, di negara kita lebih di kenal dengan pepatah “mulutmu harimaumu.”
Kambali ia termenung sendiri sebelum ia memutuskan untuk pergi dari tempat perseteruan itu.
            Andi kecewa karena Ivan mengatakan kalau pacarnya itu tak level dengannya,
            “Pacar elo itu jelek... cari kek yang cantik...” sebenarnya semua itu hanya canda tapi, dia begitu tersinggung. “Kalau gua punya pacar kayak gitu udah gua putusin dari dulu...” mulutnya mencla-mencle terlihat sekali mengejek. Kemudian Andi langsung berdiri dan langsung marah-marah tak terkontrol lagi.
            Sejak itu pula Andi tak mau lagi menghubungi atau berteman dengan Ivan. baginya Ivan tak pernah bisa menghargai seseorang. Itulah perasaan Andi saat itu.
            “Kurang apa gua dengan dengan dia, dia nggak ngerjain tugas kuliah gua kasih referensinya. Gua begitu menjaga persahabatan ini. Keparat Ivan...” ngomel-ngomel sendiri saat ia termenung di kamarnya.
*****
Sepatu berdebu alias dekil  dan kusam terlihat di kaki Ivan malam itu. Seharian sepatunya bergelut dengan aspal dan debu, tapi itulah profesi alas kaki. Bau menyengatpun terkeluar dari kaos kakinya. Ia masuk ke kamar sambil membuka baju dan kaos dalam. Terasa dingin dengan keringat yang pernah membasahi seperti halnya sepatu. Ia keluar lagi dari kamar untuk mengambil air minum yang tersedia di dispenser.
Memang Ivan terlihat sedikit jorok dan malas. Sebenarnya ia seorang model yang tak wajar bila seperti itu. Namun itu sepertinya telah terbawa dari mulai ia lahir. Dalam penampilan tidak terlihat sama sekali kalau sebenarnya dia jorok. Selalu necis selayaknya anak muda yang terus terlibat dengan arus mode pakaian sekarang ini.
            Ia kembali ke kamar, dengan senyum menatap kebulan asap rokok dari mulutnya.
            “Van nggak makan dulu..?” Tanya Ibu terlihat sangat sayang sekali padanya dan sangat tahu pasti ia belum makan jika pulang malam seperti ini.
            “Belum laper Bu.” Jawab Ivan dengan nada sedikit tegas supaya Ibu tidak terlalu memaksakan kehendak. meski Ibu sangat sayang padanya tapi dia tidak pernah memaksa kepada Ivan, tidak seperti Ibu-Ibu yang lain terus memaksa anaknya dengan alasan yang sudah tidak asing lagi “Karena Ibu sayang dengan kamu, maka Ibu nyuruh, itu tandanya masih perhatian.” dengan demikian Ivan pun sadar kalau Ibu juga sangat sayang dan perhatian padanya. Lalu ia tertidur pulas.
            Spertinya Debi kekasihnya sehari ini tak melihat Ivan dan tak juga ia menelpon atau SMS. Ivan sibuk,  sehingga ia tak cukup waktu untuk memberi kabar. Padahal beberapa kali Debi SMS tapi tak juga ia balas. Yang pertama alasannya ia pas Jam belajar dan sewaktu ia nelpon Ivan pas pemotretan jadi tak ada waktu sepertinya. Oya.... Ivan adalah seorang mahasiswa Fakultas Komunikasi atau biasa disebut FIKOM disebuah Universitas mahal di Bandung. Ia masuk di jurusan Jurnalistik karena ia sangat gemar menulis disamping kesibukannya di dunia model dan ia juga sangat menyenangi dinia itu.
*****
            Pagi yang sejuk dan sorot matahari menembus jendela kaca kamar Ivan. Tak lama ia bangun dengan perlahan ia membuka matanya sedikit terkunci oleh belek menempel di sudut-sudut mata kanan dan kiri. Ia memuriat seakan enak sekali dengan desusan yang khas dari mulutnya.
            ”Uaaaaaah...!” sambil meluruskan tangan dan persendian tubuh yang kaku. Ia langsung menjamah ponsel di meja seraya ingin melihat jam. Sedikit ia teringat kalau jam sembilan ia harus ke kampus, ada matakuliah yang masuk pada jam tersebut. Namun setelah melihat di layar HPnya begitu banyak tanda amplop surat yang berarti SMS, ia segra membuka satu-persatu, diantaranya ucapan selamat tidur dari Gugun dan Maria dan selanjutnya tiga SMS dari Debi,

From : Debi       22:30:56
Say...kmna aja kok ga’
ada ksh kbr shri ini..?
Aq kan Rindu bgt,
lupa ya ma aq..?

Itu adalah SMS yang pertama dan Ivan pun hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.

From : Debi       22:56:37
Kok ga’ di blz ..? bnr lupa ya..
Say... aq tlp ya...?
Ga’ ganggu kan... I O U
Blz


From : Debi       23:29:21
Say...Udah ga’ mau lg angkt tlp
dr aq ya..? klu qm udh bosan ma aq blng
dong jgn bikin q sprt ini..

            Tercengang kali ini Ivan membacanya.
            ”Wah.....Kacau bener nih..” bisik Ivan sendiri seraya merasakan kalau pacarnya benar-benar marah. Ia juga ingat kemarin berulang kali dia menelpon tak diangkat dan SMS juga tidak pernah ia balas. Sepertinya ia lupa atau sengaja ya...?
            ”Ini harus aku telpon sekarang. Eh....SMS aja kayaknya, pulsaku ngak cukup lagi.” bingung. Ia bolak-balik di kamar seperti orang yang hilang arah tanpa tujuan saja........
            Debi hanya menangis dan tertutup bantal. Tapi, ia pagi ini tetap berangkat sekolah meski begitu gundah dalam hati. Serasa tercekik-cekik hatinya menahan amarah yang dilakukan Ivan.
            ”Kalau udah punya yang baru ngomong kek. Atau Ivan udah bosan denganku..?” tanda tanya besar yang tercoret di benak perempuan berkulit kuning dan pipinya yang lembut. Sayup matanya dengan bulu mata yang melengkung, layak sekali kalau Debi itu menjadi seorang model. Namun ia tidak mau, meski beberapa kali Ivan dan teman-temannya menyuruh ia menjadi model. Maklum orang tuanya keturunan China dan Ibunya asli Bandung, pasti anaknya patent. Putih, matanya sipit-sipit sayu dan lentik, cantik terus manis dan plus-plus dan plus deh. Mungkin kalau di kampung bisa disebut Gadis Desa dan kalau di kota jadi, Gadis Kota.
****
            Ivan langsung mandi setelah ia sibuk mencari adiknya yang kemungkinan punya pulsa, tetapi adiknya telah berangkat kesekolah. Ivan memang punya adik satu namanya Resti dan dialah anak pertama. Jadi, mereka dua bersaudara.
            Setelah mandi Ivan langsung buru-buru keluar untuk membeli Voucer isi ulang. Ia langsung menghubungi Debi, namun tak juga diangkat olehnya. Berulang-ulang kali ia mencoba tak juga ada hasilnya. Lalu ia mencoba mengirim pesan singkat pada kekasihnya tersebut.

To : Debi         09:19:41
Hai..Sayang.....
Kok ngbek sih...?
Segitu nya. Aku kmrn itu kcpean
Trs tidur jd ga’ tau klau qm sms n’ tlp
Maaf ya...Blz

“sent”

Debi menerima SMS itu bukan gembira tetapi ia malah seperti tambah sedih dan ia juga membalas tidak mengangkat telponnya dan tak membalas SMS dari Ivan.
            Namun Ivan semakin sibuk dan semakin garuh pikirannya. Ia tetap berangkat ke kampus dengan Mobil Taft andalannya yang terus mengyaksikan betapa lebar dunia dan sempitnya kemacetan jalan di Bandung. Selama ia menyetir ia selalu ingat akan sosok Debi yang sedang marah padanya. Dan ia ingin menjemputnya pulang sekolah nanti siang.
            Perkuliahanpun selesai. Ia langsung menuju tempat parkir di halaman kampusnya. Dari jauh ia telah menekan tombol klakson dari remot mobil andalannya itu. Dengan sebentar ia telah menuju ke sekolahan Debi untuk menjeput dan membicarakan kesalah pahaman yang terjadi antara mereka berdua. Sesampainya di sana ia langsung disambut oleh Syerli teman baiknya dan juga teman Debi meski tidak sekelas.
            ”Hai....Jemput aku ya..?” sambut Syerli, menggoda dengan manja. Memang ia terkenal centil alias banyak ngomong atau brisiklah biasa dibilang teman-temannya. Namun bila tidak ada sosok Syerli seperti sepi, ialah yang selalu membuat ribut dan bising.
            ”Debi mana..?” tanya Ivan langsung kepokok permasalahan tanpa menanggapi perkataan Syerli tadi.
            ”Belum keluar. Tunggu aja, sebentar lagi juga pulang,” jawabnya tanpa basa-basi pula. Mereka berdua terus duduk di kantin sekolah samping gerbang pintu masuk. Mobilnya tak diparkir pada tempatnya membuat Satpam sekolah itu menjadi gemes dan menegur Ivan.
            ”Mas...Parkirnya jangan dijalan gitu dong..! Disitu kan tempat parkir,” Satpam itu menegur sambil memandang tepat di muka Ivan. Ia pun langsung menuju mobilnya dan memarkirkan di sebelah kiri kantin. Syerli hanya senyum-senyum meledek.
            Debi berjalan menunduk terus lurus melewati gerbang dan kantin tanpa sedikit menoleh atau mampir. Ivan menjadi terhanyut dengan obrolan dengan Syerli sampai-sampai ia tidak melihat orang yang ditunggu telah pulang. Biasa Syerli setiap jumpa dengan Ivan hanya curhat. Curhat dan curhat. Ivan juga sangat mengerti bagaimana perasaannya mendengar rintihan batin Syerli.
            Ber jam-jam mereka menunggu tak juga terlihat sosok Debi muncul.
            ”Syer...Kok jam segini belum pulang juga..?” Ivan dengan penasaran sambil menoleh-noleh kesamping seperti mencari sesuatu.
            ”Nggak tau tuh. Sebentar coba aku liat di kelasnya.” tumbur Syerli seraya ia melangkahkan kaki menuju kelas Debi. Lumayan jauh dari sana. Ivan menghirup Teh Botol dan membuka bungkus rokok. Ia menghisap dalam-dalam rokok Malboro, sambil memutar-mutar batang rokok dan sesering mungkin ia menghisap mencerminkan betapa bosan menunggu itu. Untung saja jadwal hari ini kosong dan kuliah  juga kosong.
            Syerli teriak dari jauh,
            ”Udah pulang..!” sambil ia mendada-dadakan tangan sebagai isyarat kalau tidak ada yang ditunggu itu.
            ”Hah....Udah pulang.” ia meyakinkan kembali seperti tidak percaya. Syerli mendekat dangan mengulang perkatannya tadi. Rasa kesal Ivan meuak-muak dengan emosi tinggi. Dalam hatinya berkata “Ah..ya udah kalau dia ngajak begituan aku juga bisa. Masih banyak cewek yang lain, emang dia saja yang cantik.” 
            ”Yuk...pulang biar gua anter.” ia mengajak Syerli untuk bergeser dari tempat membosankan itu.
            ”Asiiiiik....gitu dong...” dengan gembiranya Syerli sambil meloncat-loncat di kantin itu. Banyak orang yang memandangnya.
****
from : Debi           19:17:32
     Van... aq tau kok klu qm tadi jmput Syerli.itu pcar
     Baru qm ya..? smga happy aja dg
     Nya n’ abadi tdk sprt kta.

Malam yang dingin menyambar disertai tuduhan dari ponsel dengan pengirim orang yang sangat disayanginya.

            To   : Debi        21:26:15
     Kalu itu mau mu. Ya sdh kta
     Bubar aja....da2

“sent”

 Dengan sangat singkat dan penuh makna ia membalas SMS dari Debi. Diliputi emosi, baginya tidak bisa lagi dipertahankan hubungan seperti ini.
            Debi sambil memeluk bantal gulingnya terus menangis. Dalam hatinya Ivan benar-banar menjalin hubungan dengan Syerli teman akrabnya itu. Ia semakin benci saja dangan Syerli, memang dari dulu ia tidak begitu suka alias curiga diantara Syerli dan Ivan ada unsur tertentu. Meski itu tidak benar adanya namun sepengetahuannya, itu hal yang akurat.
            Ivan duduk di depan teras sambil menghisap sebatang rokok dengan nikmat. Tak ada seberkaspun keruatan dalam hati sang pria tinggi dan wajah tampan. Perempuan mana yang tak menoleh jika ia lewat di hadapannya. “Jangan kan perempuan yang menoleh Nenek tuapun senyum” kata lagu Iwan Fals.
            Esok harinya Debi berangkat sekolah dengan lemas, diantar oleh Ayah sambil berangkat kerja. Sesampainya di depan pintu gerbang Syerli sengaja menunggu, tampak dari jauh. Syerli hanya mau bilang kalau kemarin Ivan nunggu sampai kering. Tapi, ia malah sengaja menghindar supaya ia tidak emosi saat menghadapi Syerli. Syerli lebih dulu melihatnya, sehingga dengan segera ia mendekati Debi terlihat mampir di kanatin.
            ”Debi....Mat pagi..!” ia mendekati Debi sambil mengacungkan tangan. Namun apa yang ia dapat Debi malah memalingkan muka tanpa menyambut atau menjawab ucapan selamatnya. Tapi, Syerli memang terkenal rame, bukan malah tersinggung, ia malah duduk di sampingnya sambil menanyakan masalah apa antara dia dan Debi. Debi pergi begitu saja tanpa menoleh dan tanpa mengatakan sepatah katapun dari bibir merah cemberut.
            Semakin bingung saja ia melihat Debi seperti itu. Tapi ia dapat inisiatif kalau ia tanya saja dengan Ivan, sepertinya dia tau mengapa Debi bertingkah seperti itu. Ivan dengan detailnya menceritakan tanpa dirubah atau memupuknya. Syerli sangat heran mendengar itu semua. Ia ingin menjelaskan langsung pada Debi bahwa itu semua kesalah pahaman saja. Debi tak merespon.
****
BERSAMBUNG..... Terbit tiap hari...


No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.