Thursday, March 6, 2014

CERBUNG: Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia (Part 7)

Oleh: Mulyadi Saputra (Moel)

Di Pelabuhan Bakau Heni
            Suara teriakan menyambutku, melenting suaranya, menguak-nguak. Calo dan kondektur bus adu tarik suara. Hayo, siapa yang paling lantang suaranya? Jika ada dewan juri yang menilai maka akan tahu siapa suara terlantang pagi ini. Sayang semua orang sibuk dengan kesibukannya masing-masing…
            Aku yang paling santai, saat tasku ditarik sana-tarik sini aku hanya menggeolkan pundakku. Lantas tas besarku bergerak dan tangan-tangan calo dan kondektur terpelanting semua. Hebat juga rupanya, padahal aku hanya lewat Banten saja, tak mampir atau berguru disana. Tapi lenggokan tasku mampu melepaskan tangan segar mereka semua.

            “Mau kemana Boss?” baru kali ini aku di panggil Boss dengan duble ‘S’ di belakangnya. Jadi ingat merk celana jeansku dulu. Warnanya biru belel, di belikan Bapak sewaktu ia ke Pasar Kaget hari minggu pagi di kampungku. Bagus sekali celana itu, aku rasanya nyaman sekali memakainya. Hati ini rasanya enggan untuk melepasnya, meski hanya sebentar, mandi. Setelah mandi aku buru-buru memakainya lagi. Celana itu di belikan saat seminggu sebelum lebaran, dan dari hari pertama lebaran sudah kupakai sampai hari ketujuh tak lepas-lepas. Jalan-jalan, makan, tidur, buang air kecil/besar (hanya di plorotkan saja), sampai sholat di Masjid. Aku belum tahu hukum najis Muhalladoh, Mutawassitoh, atau najis Muhaffafah, yang penting masih bau baru itu tandanya masih bersih.
        “Nggak kemana-mana, cuma jalan-jalan aja Boss,” balik kupanggil Boss juga dia. Datang lagi temannya langsung sekonyong-konyong menarik tanganku mendekati bus reot.
            “Ke Bandar Lampung kan?”
         “Enggak…! Saya cuma jalan-jalan aja kok,” dua kali sudah aku berbohong, tapi ini benar-benar darurat. Aku bela diri supaya tak tertipu olehnya. Sebelum di tipu lebih baik menipu duluan. Salah itu. (ralat).
            Aku berjalan lagi lambat menuju warung kopi di depan jalan. Hanya numpang duduk saja tanpa memesan apa-apa. Wanita penjaga warung itu melihat-lihat, siap untuk di panggil untuk pesanan, teh panas, teh es, kopi, atau minuman yang lain asal jangan air putih gratisan.
         Setelah semuanya reda aku berjalan melenggang sampai jalan besar kearah Bandar Lampung. Lumayan jauh, sekitar satu kilometer dari pelabuhan yang menyesakkan itu. Kupanggilah bus yang bertuliskan didepannya ‘Bakau Heni-Raja Basa’. Tanganku melambai seperti orang mau nyawer saat ada acara hajatan nikah dan mengundang hiburan Dangdut. Biduan itu siap untuk disawer, dan uang saweran itu melesat masuk ke dalam BHnya. Gatel. Menurut kesehatan itu sangat dilarang sekali, menyimpan uang di bagian vital. Baik itu laki-laki atau perempuan, karena uang adalah sumber kuman. Dari berbagai jenis tangan menikmati kelembutan kertas berharga itu, dari tangannya penuh kudis sampai tangan yang lembut seperti tangan Feliza tadi. Hi…mengkirik…

***BERSAMBUNG***

No comments:

S i n o p s i s Novel: Mencari Aku Waktu Dan Rahasia Dunia

Mencari Aku, Waktu, dan Rahasia Dunia adalah judul dari novel ini. Novel ini menceritakan tentang seorang anak muda dalam proses pencarian. Tokoh utamanya adalah ‘Aku’ dengan nama Fajruddin Saleh bin Tjik Saleh dengan karakter pemuda yang idealis dan memiliki seorang kekasih yang berbeda kepercayaan (ia memanggil kekasihnya itu si Manis, nama aslinya Resita Maulia). Tokoh utama adalah seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi Jurnalistik di salah satu universitas di Bandung yang sedang bercerita tentang bagaimana jika ia telah memperoleh gelar sarjana nanti. Ia sedang menjawab sebuah pertanyaan dari temannya (Ivan), di sebuah Pantai Kuta Bali. Novel ini banyak menggunakan pengibaratan, ini kutipan paragraph di dalamnya: Sekarang siang sudah terbentang seperti bioskop yang baru selesai filmnya. Byar...! nyala lampunya. Terang jadinya. Sedangkan orang yang sedang bercumbu langsung berusaha bertingkah seperti orang baru pulang dari masjid, kaki-tangannya langsung kembali kehabitatnya dan buru-buru mengancing segala kancing, celana juga baju. Merapikan rambut yang sama-sama kusut, tak jelas penyebabnya. Mengelap seluruh bagian tubuh yang basah, tak tahulah kalau bagian lain yang basah, di elap atau dibiarkan. Hussss... adegan kegelapan sudah usai! Mirip sekali perbuatan itu dengan penumpang dalam bus ini, ada yang mengusap air liur yang meleleh dibibir, ada yang memoles-moles mata belekan, dan merapi-rapikan rambut yang kusut dan baju yang semerawut, dikancingnya kembali. Masa tidur telah usai. Mau tahu kenapa? Sebab banyak orang menggunakan kegelapan sebagai ajang aji mumpung! Mumpung orang tidak tahu. Mumpung orang tak ada yang lihat, saya boleh melakukan apa saja, dll, dan dll. Maka terjadilah....adegan setiap kegelapan datang. Tokoh utama akan pulang kampung bila telah selesai kuliah nanti karena tak mampu untuk terus menyandang status pengangguran. Nah, dalam perjalanan pulang itu ia memperoleh banyak pengalaman dari seorang fotografer, seorang wanita yang sudah berkeluarga, keluarga perantauan dan seorang petualang. Pada setiap pertemuan ia selalu ngobrol dan bercerita. Jadi novel ini mengisahkan bercerita lalu dalam cerita itu ada lagi cerita. Jidi, novel ini sengaja ditulis dengan penuh canda, kata-kata yang lucu dan terkadang terdengar norak dan canggung di telinga. Sebab saya ingin menghibur, agar setiap pembaca dapat tertawa di samping keseriausannya mengolah semua pesan yang tersirat dalam isi novel. Bukan hanya itu saja isinya, tokoh utama juga meneruskan ceritanya dengan Ivan dengan lamunan. Dalam lamunan tokoh utama ia setelah di kampung halaman, ia mendirikan sekolah gratis untuk buta huruf. Dan sampai ia bekerja di sebuah instansi pemerintahan, kemudian ia kembali lagi ke Bandung untuk mencari impiannya. Ending dari novel ini sengaja saya buat menggantung, agar pembaca yang meneruskan kisahnya… Pesan yang ingin saya sampaikan dalam novel ini yaitu:  Sebuah kisah perjalanan. Disana saya ingin sekali menggambarkan bahwa hidup ini adalah sebuah perjalanan dan penuh pencarian. Pencarian didunia ini tak lain adalah pencarian kepuasan. Sebab, kepuasan adalah tingkat teratas dari semua level pencarian. Adakah seseorang memperoleh kepuasan? (sudah punya motor ingin mobil, punya istri satu pingin dua dan sebagainya), dan disetiap pencarian tak luput dari sebuah perjalanan baik itu perjalanan sebenarnya atau hanya perjalanan pikiran.  Saya juga ingin menyoroti masalah lapangan pekerjaan dan pengangguran di Negara kita yang tercinta ini. Ada satu anekdot “Yang ahli dan bahkan sarjana saja pengangguran apa lagi tidak sekolah dan tak ahli” lapangan pekerjaan di Indonesia memangsungguh sulit. Dan bahkan tingkat pengangguran semakin hari semakin mertambah.  Pendidikan gratis buta huruf. Saya ingin menyinggung tentang pemerataan pendidikan di Indonesia. Sebab banyak daerah terpencil di Indonesia masih belum tahu huruf alias buta huruf. Contoh di wilayah Papua berapa persen orang yang dapat membaca dan menulis?, lalu di wilayah Jambi ada yang dinamakan Suku Anak Dalam (Kubu), nah suku ini bisa dikatakan, orang yang tak terjamah oleh huruf. Masih banyak sekali penduduk Indonesia yang tak dapat membaca dan menulis sebenarnya.  Tokoh utama kembali lagi kekampung dan setelah itu kembali lagi ke Bandung. Itu adalah pesan yang sangat dasar, bahwasanya kehidupan adalah sebuah siklus waktu. Dimana ada kelahiran ada pula kematian, dimana ada kejayaan juga ada keterpurukan.